Puisi: Mantra (Karya Widjati)

Puisi "Mantra" karya Widjati mengajak pembaca untuk melibatkan diri dalam pemahaman mendalam tentang keberadaan gaib dan keajaiban yang mungkin .....
Mantra


Maka gaiblah sang pesona
Di luar suara anginpun raib
Api dan doa
Di atas ranjang
Indera pun meleleh terbakar

Yang terjadi bersama asap
Betapa sigap ia menyelinap

Maka gaiblah sang pesona
Asap dupa dan mawar
Kembali mengusap wajahku
Yang pingsan.


Margasari-Tegal, 1975

Analisis Puisi:
Puisi "Mantra" karya Widjati menghadirkan pengalaman spiritual dan mistis melalui bahasa yang puitis dan simbolis. Dalam puisi ini, penyair mengeksplorasi unsur-unsur gaib, pesona, dan pengaruh doa dalam konteks yang bersifat metafisik.

Pesona yang Gaib dan Hilang dengan Cepat: Puisi ini dimulai dengan pernyataan bahwa "maka gaiblah sang pesona." Pesona di sini dapat diartikan sebagai daya tarik atau keajaiban yang tidak dapat dilihat atau dimengerti oleh indera manusia. Namun, penyair menyampaikan bahwa pesona itu hilang dengan cepat, seolah-olah menguap tanpa bekas.

Keberadaan yang Tersembunyi dan Menghilang: Selanjutnya, penyair menyatakan bahwa di luar suara angin, pesona itu menjadi gaib dan api serta doa menghasilkan efek yang tidak terlihat. Ada suatu keberadaan yang tersembunyi di balik fenomena alam, dan kekuatan spiritual yang mungkin hanya dapat dirasakan oleh mereka yang memiliki pemahaman khusus.

Api dan Doa sebagai Kombinasi Mistis: Puisi ini menyatukan elemen mistis melalui gambaran api dan doa yang terjadi di atas ranjang. Api seringkali dianggap sebagai simbol pembersihan atau transformasi spiritual, sementara doa merupakan hubungan manusia dengan dimensi rohaniah. Kombinasi kedua elemen ini menciptakan gambaran kekuatan spiritual yang dapat mengubah atau mempengaruhi keadaan seseorang.

Indera yang Meleleh Terbakar dan Keadaan Pingsan: Penggunaan bahasa yang kaya akan metafora terasa dalam baris "Indera pun meleleh terbakar," yang memberikan kesan bahwa pengalaman spiritual tersebut begitu intens hingga mencapai tingkat pengorbanan fisik. Puisi ini menciptakan atmosfer kebakaran rohaniah yang menyala-nyala. Selanjutnya, penyair menyebutkan bahwa indera yang meleleh terbakar ini menyebabkan keadaan pingsan, menunjukkan bahwa pengalaman spiritual dapat membawa seseorang ke keadaan yang lepas dari kesadaran dunia.

Sigapnya Asap yang Menyelinap: Baris "Yang terjadi bersama asap, Betapa sigap ia menyelinap" menciptakan gambaran asap yang lincah dan sigap. Asap di sini bisa diartikan sebagai sesuatu yang bersifat efemeral, sesuatu yang hadir sebentar dan mungkin sulit untuk ditangkap atau dipahami sepenuhnya.

Dupa, Mawar, dan Pengusapan Wajah yang Pingsan: Puisi diakhiri dengan gambaran asap dupa, mawar, dan pengusapan wajah yang pingsan. Dupa dan mawar seringkali digunakan dalam praktik spiritual dan keagamaan sebagai simbol keharuman dan kebersihan. Pengusapan wajah yang pingsan menciptakan gambaran pemulihan dan penyucian setelah pengalaman spiritual yang intens.

Keseluruhan Puisi sebagai Suatu Mantra: Judul puisi, "Mantra," menyoroti penggunaan kata-kata dan gambaran-gambaran yang bersifat ritualistik. Puisi ini dapat dipandang sebagai sebuah mantra, doa atau ritual yang diucapkan atau dirasakan untuk mencapai pengalaman spiritual tertentu.

Dengan menggabungkan elemen-elemen mistis, simbolisme, dan bahasa puitis, "Mantra" karya Widjati membentuk suatu karya yang merayakan kekuatan dan keindahan pengalaman spiritual. Puisi ini mengajak pembaca untuk melibatkan diri dalam pemahaman mendalam tentang keberadaan gaib dan keajaiban yang mungkin melekat pada pengalaman spiritual seseorang.

Puisi
Puisi: Mantra
Karya: Widjati
© Sepenuhnya. All rights reserved.