Puisi: Pagaruyung (Karya Iyut Fitra)

Puisi "Pagaruyung" karya Iyut Fitra menggambarkan suasana alam yang damai dan berdebu, serta menciptakan nuansa nostalgia akan kenangan masa kecil.
Pagaruyung


Ada gumpal halimun rebahkan rumput-rumput di halaman
di antara bukit-bukit, gerombolan burung memisahi sarang, pagi jadi terasa dingin
ia tangkap deru waktu seolah tumpah di sela suara mesin dan derap langkah
lagu-lagu gegas juga bocah yang berupaya mengeja sejarah. tapi tak ia dengar
kokok kinantan selain orang-orang berupaya mengingat mimpi

Ada rumput-rumput basah ketika matahari tersembul kabur
ke kaki bukit kanak-kanak mengejar kisah. dongeng yang samar
satu-dua terdengar dendang tentang binuang dan gumarang, agak sayup
serupa iring harapan yang sangsai. ia peluk segala sebagai malam
ketika ibunya bercerita. ia merasa ada bongkah rindu tak sampai

Ada matahari seperti gegap di celah-celah lembah
ia cari-cari potret lama sepanjang beranda, rangkiang, anjungan serta tiang
ia eja nama-nama, ciduamato. dangtuangku. tapi hanya halimun, rumput-rumput,
dan matahari yang gagap. tiba-tiba ia ingin jadi bundo kanduang!


Batusangkar, Oktober 2012

Sumber: Tempo (22 September 2013)

Analisis Puisi:
Puisi "Pagaruyung" karya Iyut Fitra adalah karya yang kaya akan gambaran dan makna tentang tempat dan kenangan masa kecil. Dalam puisi ini, penulis menggambarkan suasana alam yang damai dan berdebu, serta menciptakan nuansa nostalgia akan kenangan masa kecil yang indah.

Latar Tempat yang Kuat: Puisi ini menggambarkan latar belakang alam pedesaan yang kental, dengan rumput-rumput, bukit-bukit, burung-burung, dan matahari. Pagaruyung, sebagai judul puisi, mengacu pada suatu tempat yang memainkan peran penting dalam penggambaran alam ini. Latar tempat yang kuat menciptakan nuansa kedamaian dan ketenangan yang kontras dengan kebisingan dunia modern.

Pagi yang Dingin dan Terasa Sejuk: Dalam puisi ini, penulis menciptakan gambaran tentang pagi yang dingin dan sejuk, yang menciptakan atmosfer yang tenang dan membingkai suasana alam yang damai. Ini juga menciptakan perasaan kesegaran dan awal yang baru, mencerminkan kemungkinan dan harapan.

Waktu yang Terperangkap: Puisi ini menyentuh tema waktu dan bagaimana waktu berjalan di dunia modern yang penuh dengan hiruk-pikuk. Pada saat yang sama, ada upaya untuk mempertahankan kenangan masa kecil yang tersisa hanya dalam ingatan. Waktu terperangkap di antara suara-suara modern seperti mesin dan langkah-langkah, menciptakan perasaan nostalgia.

Motif Dongeng dan Nama-Nama: Puisi ini mengandung motif dongeng dan nama-nama tradisional seperti "binuang" dan "gumarang." Ini menciptakan rasa keterkaitan dengan budaya dan tradisi, serta menggambarkan bagaimana cerita-cerita rakyat dan nama-nama khas dapat menjadi bagian integral dari kenangan masa kecil.

Rindu akan Masa Lalu: Puisi ini menggambarkan perasaan rindu yang mendalam akan masa kecil dan tempat-tempat yang penuh dengan kenangan. Penyair merasa ada "bongkah rindu tak sampai," yang mencerminkan perasaan yang menggelora di dalam dirinya, mencari potret lama dan nama-nama yang pernah ada dalam kehidupannya.

Keinginan Menjadi Bagian dari Budaya dan Tradisi: Puisi ini menciptakan perasaan bahwa penyair ingin menjadi bagian dari budaya dan tradisi, terutama dengan ungkapan "tiba-tiba ia ingin jadi bundo kanduang!" Ini menunjukkan hasrat untuk memelihara warisan budaya dan menghormati tempat dan kenangan masa kecil.

Puisi "Pagaruyung" karya Iyut Fitra adalah sebuah karya yang memadukan gambaran alam pedesaan yang indah dengan nostalgia akan masa kecil dan budaya tradisional. Puisi ini menciptakan suasana yang damai dan merenung, sementara juga menyoroti perasaan rindu dan hasrat untuk mempertahankan warisan budaya. Ini adalah penghormatan terhadap tempat dan kenangan yang berharga dalam kehidupan penyair.

Iyut Fitra
Puisi: Pagaruyung
Karya: Iyut Fitra

Biodata Iyut Fitra:
  • Iyut Fitra (nama asli Zulfitra) lahir pada tanggal 16 Februari 1968 di Nagari Koto Nan Ompek, Kota Payakumbuh, Sumatra Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.