Sumber: Ibu, Aku Minta Dibelikan Mushola (2012)
Analisis Puisi:
Puisi "Buat Kirdjomulyo yang Mendongengkanku" karya Andy Sri Wahyudi menyuguhkan sebuah kisah perjalanan batin dan emosi yang mendalam. Melalui gaya naratif yang puitis, penulis merangkum relasi spiritual, estetika, dan intelektual antara dirinya dengan sosok Kirdjomulyo. Nama Kirdjomulyo sendiri bisa merujuk kepada seorang seniman atau pribadi yang dianggap penting dalam kehidupan penulis, baik secara literal maupun simbolis.
Romantisme Perjalanan dan Refleksi Diri
Bait pertama langsung membawa pembaca pada perjalanan romansa batin:
"Entah kan kau bawa kemana-ku / Saat larut pada romansa perjalananmu"
Kalimat ini menunjukkan penyerahan diri sang penyair kepada Kirdjomulyo, seolah-olah dirinya hanyut dalam perjalanan sang tokoh. Ada nuansa keraguan yang menggambarkan ketidakpastian akan arah tujuan, tetapi di sisi lain ada ketenangan dalam keterhanyutan tersebut.
Kata "larut" memberikan kesan tenggelam dalam pengalaman, baik dalam arti harfiah maupun simbolis. Penyair meresapi simbol-simbol dan elegi, serta melukiskan potret diri sebagai bagian dari perjalanan yang tak hanya fisik, tetapi juga batin.
Pengaruh Lorca dan Jalan Hidup
Puisi ini juga memuat referensi kepada Federico García Lorca, seorang penyair Spanyol yang karyanya terkenal dengan tema cinta, kematian, dan penderitaan manusia. Pada baris:
"Pada lorca-mu kudiam menetes / Di perjalanan pulang-mu kuterpejam"
Penyair menggambarkan momen emosional, mungkin merujuk kepada pengaruh Lorca dalam proses kreatif atau perjalanan spiritual Kirdjomulyo. Ada rasa melankolis dan refleksi mendalam yang ditunjukkan melalui simbol air mata dan peristirahatan dalam perjalanan.
Lebih jauh, nama-nama tempat seperti Ubud dan Besole juga berperan penting dalam puisi ini, karena Ubud terkenal sebagai pusat seni dan spiritualitas di Bali. Penyair seolah-olah menengadah menatap jalan ke "besole-mu," yang bisa diartikan sebagai metafora perjalanan menuju kedewasaan atau pemahaman yang lebih dalam tentang hidup.
Cinta dan Seni sebagai Wahana Komunikasi
Selanjutnya:
"Kau merindu saat juni purnama melambai serupa cinta"
Juni, bulan yang sering diasosiasikan dengan purnama dan keindahan musim, dikaitkan dengan kerinduan. Cinta di sini diibaratkan dengan purnama yang bersinar lembut, melambai dalam malam, membawa ketenangan sekaligus harapan.
Kirdjomulyo digambarkan sebagai sosok yang menggali kalimat dan kisah-kisah di tanah pualam, tempat yang mungkin melambangkan keabadian atau kedalaman makna. Coretan pada kanvas, guratan wajah, dan lekuk hidup menjadi medium komunikasi seni yang bersifat mendalam antara Kirdjomulyo dan penyair.
Cemburu Sebagai Penutup Emosi
Penutup puisi ini menghadirkan perasaan yang lebih personal:
"Padamu kutaruh cemburu."
Penyair mengungkapkan rasa cemburu, yang bisa ditafsirkan sebagai cemburu akan pengalaman, karya, atau perjalanan hidup Kirdjomulyo yang begitu menginspirasi. Ada perasaan kagum yang mendalam sekaligus rasa iri karena penyair mungkin merasa belum mencapai kedalaman yang sama dalam perjalanan batinnya.
Puisi ini menggambarkan sebuah dialog internal antara penulis dan sosok Kirdjomulyo yang penuh makna. Melalui simbol-simbol perjalanan, karya seni, dan refleksi hidup, Andy Sri Wahyudi menciptakan sebuah karya yang membaurkan perasaan cinta, kerinduan, dan cemburu. Estetika dan spiritualitas terjalin erat dalam puisi ini, membawa pembaca pada suasana yang penuh perenungan dan penghormatan kepada seni serta kehidupan.