Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sajak untuk Pemabuk (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Sajak untuk Pemabuk" menggambarkan perjalanan spiritual dan emosional seseorang yang terjebak dalam pergulatan antara keinginan untuk hidup ...
Sajak untuk Pemabuk

guratkan dukamu di batang-batang pohon
dedahkan kenangan di bawah hujan
eram segala risau di sarang kepompong

pendulum masa silam telah berayun
hanya sisa satu kemungkinan
arahkan busurmu lurus-lurus
lepaskan panah hidupmu hingga melesat
atau kau tertikam panahmu sendiri
yang kau asah begitu yakin siang-malam
apakah kau akan mati
sebelum mimpimu berpijar
arah mana akan kau tempuh

segala luka akan jadi abadi
umpama uap tuak di bumbung tua
kita bersulang untuk yang hilang
mabuk, mabuklah hingga subuh menjelang
atau kau akan ditinggalkan waktu
kemasi semua utang, lalu
ambil sebumbung tuak lagi
rasakan aroma terakhirnya
seperti mimpi yang tiba-tiba sirna
akan kembali di ambang petang

2005

Analisis Puisi:
Puisi "Sajak untuk Pemabuk" karya Wayan Jengki Sunarta adalah sebuah karya yang memadukan elemen alam, kehidupan sehari-hari, dan refleksi eksistensial. Dalam puisi ini, penyair menggambarkan perjalanan spiritual dan emosional seseorang yang terjebak dalam pergulatan antara keinginan untuk hidup dengan penuh semangat dan realitas pahit kehidupan.

Gambaran Alam dan Emosi: Penyair menggunakan gambaran alam, seperti batang-batang pohon, hujan, dan sarang kepompong, untuk menggambarkan kompleksitas emosi dan perjalanan hidup manusia. Batang-batang pohon menjadi saksi bisu atas dukanya, hujan mengungkapkan kenangan yang tersembunyi, dan sarang kepompong menjadi metafora bagi tempat di mana segala ketidakpastian dan kegelapan berdiam.

Pilihan Hidup dan Masa Lalu: Puisi ini membahas tentang pilihan hidup dan bagaimana masa lalu memengaruhi arah yang akan diambil seseorang. Penyair menggunakan gambaran pendulum untuk menggambarkan perubahan waktu dan kemungkinan yang tersisa dalam hidup. Ada pertanyaan tentang kepastian akan masa depan dan keberanian untuk menghadapinya.

Mabuk dan Realitas Kehidupan: Metafora mabuk digunakan untuk merujuk pada cara seseorang mengatasi penderitaan dan kesedihan dalam kehidupan. Mabuk di sini bukan hanya tentang alkohol, tetapi juga tentang pelarian dari realitas yang keras. Ada keinginan untuk merasakan kenikmatan sesaat meskipun akhirnya harus menghadapi konsekuensi yang menyakitkan.

Kehilangan dan Kembalinya Mimpi: Puisi ini menyoroti tema kehilangan dan harapan akan kembalinya mimpi yang hilang. Ada kesadaran akan kerentanan dan keabadian luka, tetapi juga harapan akan kesempatan baru dan pemulihan. Penyair menggambarkan aroma terakhir dari tuak sebagai simbolisasi akan akhir yang tak terhindarkan, namun juga sebagai pengingat akan keindahan yang bisa dirasakan dalam momen-momen terakhir.

Melalui bahasa yang puitis dan gambaran alam yang kuat, Wayan Jengki Sunarta berhasil menciptakan sebuah puisi yang menggugah dan memikat pembaca untuk merenung tentang kehidupan, pilihan, dan harapan. Puisi "Sajak untuk Pemabuk" menjadi sebuah karya yang menghadirkan kedalaman emosional dan kebijaksanaan yang bisa ditemukan dalam pengalaman hidup manusia.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Sajak untuk Pemabuk
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.