Puisi: Hujan Sore Hari (Karya Nanang Suryadi)

Puisi "Hujan Sore Hari" karya Nanang Suryadi menghadirkan gambaran tentang nostalgia dan kerinduan yang dipicu oleh suasana hujan pada sore hari.
Hujan Sore Hari

Hujan yang turun sore hari, selalu mengingatkan aku padamu. Kau ingat tiktiknya bersama desau angin, demikian gaib, menghantarkan kita ke batas hari demikian cepat.

Ah, aku tahu engkau kan segera mengatakan bahwa aku sangat tergila-gila kepada selarik puisi patah hati yang ditulis si mata merah itu: gerimis mempercepat kelam.

 Memang, senja tak seperti biasanya jika hujan turun sore seperti ini. Matahari di hari yang cerah jika senja akan membiaskan jingga di langit, mungkin bukan jingga, mungkin kuning keemasan. Seperti gambar di kartu pos yang kau kirimkan suatu ketika: langit di saat senja, matahari yang segera tenggelam, laut dan bayang perahu-perahu layar.

Pernah suatu ketika, seorang temanku menuliskan dalam sebuah suratnya bahwa ia memotong senja untuk kekasihnya yang bernama Alina. Tapi, mungkinkah sebuah senja dipotong dan dikirimkan kepada seseorang seperti kartu pos yang kau kirimkan saat itu?

Aku tahu engkau akan mengatakan bahwa segalanya adalah mungkin. Seperti sering kau katakan, dengan tawa dan sederet gigimu yang putih rapi, "Hidup adalah kemungkinan-kemungkinan, bahkan yang paling mustahil pun. Sebagai dusta dan kebenaran bergalau dalam cerita kita. Seperti cintaku padamu. Seperti cintamu padaku. Sebaris kata, sepotong frasa, selarik kalimat, sebait paragraf , sehalaman dongeng, satu bab fragmen, sebuku kenangan. Bukankah begitu sayangku, yang kau inginkan, saat kau hembuskan nafasmu ke dalam jantungku. Dunia kanak yang kau percayai, dengan pura-pura sekaligus sepenuh hati".

Hujan yang turun sore hari, selalu mengingatkanku padamu. Tanah yang basah di luar seperti sebuah surat yang kau tulis dengan airmata. Ya, kutahu, seperti cintaku padamu, seperti cintamu padaku. Ditulis dengan airmata.

Analisis Puisi:

Puisi "Hujan Sore Hari" karya Nanang Suryadi menghadirkan gambaran tentang nostalgia dan kerinduan yang dipicu oleh suasana hujan pada sore hari. Dengan menggunakan bahasa yang metaforis dan mengandung makna mendalam, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang hubungan antara hujan, kenangan, dan perasaan cinta.

Simbolisme Hujan: Hujan dalam puisi ini digambarkan sebagai pengingat yang kuat akan seseorang yang telah berlalu. Hujan sore hari menjadi metafora dari perasaan nostalgia dan kerinduan yang muncul di dalam hati penyair. Suara hujan dan desau angin menciptakan suasana yang gaib dan melankolis, mengingatkan akan kenangan yang telah berlalu.

Hubungan dengan Kenangan: Penyair menghubungkan hujan sore hari dengan kenangan akan seseorang yang sangat diingatnya. Setiap tetes hujan menjadi pengingat akan masa lalu yang indah dan melankolis. Bahkan, senja yang biasanya penuh dengan keindahan, menjadi berbeda ketika disertai dengan hujan, menciptakan gambaran yang menarik tentang keindahan yang tercampur dengan kesedihan.

Nostalgia dan Kerinduan Cinta: Puisi ini juga mencerminkan perasaan nostalgia dan kerinduan dalam hubungan cinta. Dialog dalam puisi antara dua orang yang saling mencintai menunjukkan kerumitan dan kompleksitas hubungan mereka. Meskipun diiringi dengan tawa dan keceriaan, namun perasaan cinta dan kerinduan mereka disampaikan melalui kata-kata yang penuh makna dan emosional.

Penggunaan Bahasa yang Kuat: Penyair menggunakan bahasa yang kuat dan metaforis untuk menyampaikan perasaan dan pikiran yang rumit. Metafora hujan, senja, dan kartu pos menciptakan gambaran yang kuat dan menggugah imajinasi pembaca.

Dengan menggabungkan elemen-elemen alam, kenangan, dan perasaan cinta, puisi "Hujan Sore Hari" menghadirkan pengalaman emosional yang mendalam bagi pembaca. Melalui penggunaan bahasa yang kaya dan gambaran yang indah, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kompleksitas hubungan manusia dan kekuatan nostalgia dalam mengingat kenangan yang berharga.

Puisi
Puisi: Hujan Sore Hari
Karya: Nanang Suryadi
© Sepenuhnya. All rights reserved.