Percakapan Segitiga: Sajak, Puisi & Syair
di dalam sajak, engkau menyimpan jejak tangis, gerimis tak habis-habis
pada baris-baris sajak engkau dirikan kenang yang manis, mungkin juga tangis yang disimpan diam-diam, serupa jejak metafora
apa yang harus dikhawatirkan, dari diksi di dalam puisi, sajak meletak bentuk, menyusun pikiran dan geletar jiwa yang tersembunyi
bergeraklah bergerak, mengikuti irama, detak jantungmu yang merancak, sajak yang beriak, sajak yang mengalun, sajak yang berderak
di dalam sajak, ada yang berteriak, ada yang menyalak, ada yang terbelalak, ada yang tertembak, ada yang tergeletak
kita saling bertanya, siapa kamu, kata puisi kepada sajak, sajak bertanya yang sama kepada puisi. siapa kita sesungguhnya?
kita adalah anak-anak yang terluka, dan selalu saling bertukar nama, kata sajak kepada puisi, dirinya sendiri
kita juga menyimpan kerinduan, cinta, dan airmata, kata puisi kepada sajak yang tak pernah tergelak
mengapa para penulis puisi atau sajak itu disebut penyair? syair bertanya. entah kepada siapa. bukan pertanyaan pandir.
bukankah para penulis puisi lebih pantas disebut pemuisi, para penulis sajak sebagai penyajak. para penulis dirikulah penyair
tuliskan diriku penyair, jangan menulis puisi atau sajak, tulislah syair karena engkau penyair. tuliskan syair. tuliskan syair
mari kita berdenyut, kata cinta kepada puisi, sajak, dan syair. cinta pun berdenyut. memompa darah kata. berdenyut-denyut
sajak berdenyut, puisi berdenyut, syair berdenyut, mengiramakan cinta, hingga mabuk mereka, di dalam cinta yang fana
karena cinta, karena cinta, kita harus ada. sajak, puisi, syair berteriak bersama. ya, karena cinta, segala yang berbeda, harus tetap ada
Malang, 14 Maret 2011
Puisi: Percakapan Segitiga; Sajak, Puisi & Syair
Karya: Nanang Suryadi