Puisi: Tampak di Mata (Karya Rustam Effendi)

Puisi | Tampak di Mata | Karya | Rustam Effendi | Surya sudah meruyupkan mata/ Mengantuk hari/ Letih dan lemah seperti si sakit/ merentang nyawa; ....
Tampak di Mata


Surya sudah meruyupkan mata,
    Mengantuk hari.
Letih dan lemah seperti si sakit
    merentang nyawa;
Sinar sudah menidurkan kota.
    Menarik diri
malu-maluan, seperti si gadis
    senyum tertawa.

Malam telah mengembangkan tilam,
    penutup susah,
Sebam dan kelam, dekatan keliling
    bak dalam makam.
Nyawa sudah menghentikan kalam
    penulis gundah.
Sunyi dan senyap, tiada berdentang.
    Bak diam alam.

Risik daun mendesirkan darah.
    Rasa tindakan
lunak dan lembut, mendekati aku
    perlahan-lahan.
Lengan rasa membujuki risah.
    Jari mainan,
halus dan jirus, menguruti bahu
    menyapu rewan.

Bibir lembut membisikkan bujuk
    pelepas haus;
Sukmaku, suka; menghadangkan tangan
    pemeluk cinta.
Bibir menggigir, menantikan p'lupuk
    berbau muskus.
Engap yang sedap, menggemai badan,
    merayu beta.

Bengis dera perbuatan cinta,
    memarap harap.
Wayang kenangan; kusangkakan dinda
    di muka beta.
Lengan harapan memeluk angkasa
    meraungi bad ...
Letih dan letai, terkulailah rasa
    anggota beta.


Catatan:
Bad = angin.

Sumber: Puitika Roestam Effendi dan Percikan Permenungan (2013)

Analisis Puisi:
Beberapa hal menarik dari puisi "Tampak di Mata" karya Rustam Effendi adalah:
  1. Gambaran Matahari dan Malam: Puisi ini memulai dengan gambaran matahari yang meruyupkan mata dan mengantukkan hari, serta sinar matahari yang menidurkan kota. Kemudian, puisi berlanjut dengan gambaran malam yang mengembangkan tilam dan membawa keheningan dan ketenangan. Penggambaran ini menciptakan perasaan kantuk, ketenangan, dan keheningan dalam suasana puisi.
  2. Personifikasi dan Personifikasi Rasa: Penyair menggunakan personifikasi untuk menyampaikan perasaan dan pengalaman. Misalnya, matahari dan sinar matahari diperlakukan seperti makhluk hidup yang meruyupkan mata, menidurkan kota, dan menarik diri malu-malu. Selain itu, rasa, lengan harapan, dan bibir digambarkan sebagai entitas yang berinteraksi dengan penyair, memeluk, membisikkan, dan merayu.
  3. Perasaan Letih dan Letai: Puisi ini mencerminkan perasaan letih dan letai dalam anggota tubuh penyair. Penggunaan kata-kata seperti "lelah," "lemah," dan "terkulai" menggambarkan keadaan fisik dan emosional yang melelahkan. Hal ini dapat menggambarkan keletihan yang mungkin disebabkan oleh perjuangan cinta dan kehidupan.
  4. Gambaran Perbuatan Cinta dan Kenangan: Puisi ini menggambarkan perbuatan cinta yang bengis dan penuh harapan, serta kenangan yang terbayang dalam pikiran penyair. Penggunaan kata-kata seperti "dera perbuatan cinta" dan "wayang kenangan" memberikan kesan perjuangan emosional dan kehadiran kenangan yang kuat dalam pikiran penyair.
Puisi "Tampak di Mata" menciptakan gambaran tentang perasaan kantuk, ketenangan, dan keletihan dalam suasana matahari dan malam. Personifikasi dan personifikasi rasa memberikan elemen kehidupan pada matahari, sinar matahari, dan bagian tubuh penyair. Puisi ini juga mencerminkan perbuatan cinta yang bengis, harapan yang lembut, dan kenangan yang hadir dalam pikiran penyair.

Rustam Effendi
Puisi: Tampak di Mata
Karya: Rustam Effendi

Biodata Roestam Effendi:
  • Rustam Effendi lahir pada tanggal 13 Mei 1903 di Padang, Sumatra Barat.
  • Rustam Effendi meninggal dunia pada tanggal 24 Mei 1979 (pada usia 76) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.