Puisi: Kepada Pemimpin (Karya Abdul Wahid Situmeang)

Puisi "Kepada Pemimpin" karya Abdul Wahid Situmeang mengajak pemimpin untuk memahami, mendengarkan, dan bertindak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kepada Pemimpin


Masukilah lorong di mana udara pengap
daerah mereka yang tersisih
kesepian dalam keramaian kota
dihidupi mimpi demi mimpi
dalam kehidupan sehari-hari
akan lebih padat suaramu
kapan bicara di atas mimbar


Sumber: Angkatan 66 (1968)

Analisis Puisi:
Puisi "Kepada Pemimpin" karya Abdul Wahid Situmeang memberikan pandangan yang kritis terhadap pemimpin dan tanggung jawab mereka terhadap masyarakat yang mereka pimpin. Dengan menggunakan gambaran lorong pengap dan keramaian kota, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi masyarakat yang tersisih dan kesepian di tengah keramaian modern.

Lorong Pengap dan Daerah yang Tersisih: Puisi "Kepada Pemimpin" dibuka dengan ajakan untuk masuk ke lorong yang pengap, suatu tempat yang mungkin kurang diperhatikan atau diabaikan. Lorong pengap menciptakan gambaran kondisi lingkungan yang terpencil atau terpinggirkan. Daerah yang tersisih ini dapat mencerminkan realitas kehidupan masyarakat yang seringkali dilupakan atau tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari pemimpin.

Kesepian dalam Keramaian Kota: Puisi menggambarkan kesepian yang dirasakan oleh daerah yang tersisih, bahkan di tengah keramaian kota. Ini menciptakan kontras antara kesibukan kota besar dan keheningan di daerah terpinggir. Gambaran ini dapat diartikan sebagai pemimpin yang mungkin terlalu fokus pada kemajuan kota besar dan melupakan daerah-daerah pedesaan atau terpencil.

Dihidupi Mimpi Demi Mimpi: Penyair menyoroti kehidupan sehari-hari di daerah tersebut yang dihidupi oleh mimpi demi mimpi. Ini bisa diartikan sebagai kehidupan masyarakat yang penuh harapan dan impian, meskipun mungkin terbatas oleh kenyataan ekonomi dan sosial. Mimpi-mimpi ini mungkin mencerminkan aspirasi untuk perubahan dan kesejahteraan.

Lebih Padat Suaramu: Puisi menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, suara pemimpin akan lebih terdengar atau lebih penting. Hal ini dapat diartikan sebagai panggilan kepada pemimpin untuk lebih memperhatikan dan mendengarkan suara masyarakat yang mungkin seringkali tidak didengar.

Kapan Bicara di Atas Mimbar: Puisi diakhiri dengan pertanyaan kapan pemimpin akan bicara di atas mimbar. Ini bisa diartikan sebagai tuntutan agar pemimpin mengambil tindakan nyata dan berbicara secara terbuka di hadapan publik. Mimbar di sini dapat mencerminkan wadah resmi di mana pemimpin dapat menyampaikan pandangan dan kebijakan mereka.

Puisi "Kepada Pemimpin" karya Abdul Wahid Situmeang memberikan sorotan terhadap realitas daerah yang tersisih dan terpinggirkan dalam masyarakat. Dengan menggunakan bahasa yang sederhana namun kuat, puisi ini mengajak pemimpin untuk memahami, mendengarkan, dan bertindak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam konteksnya, puisi ini dapat diartikan sebagai seruan untuk memperhatikan daerah-daerah yang sering diabaikan dan menggambarkan tanggung jawab pemimpin terhadap keadilan dan keberlanjutan.

Puisi Abdul Wahid Situmeang
Puisi: Kepada Pemimpin
Karya: Abdul Wahid Situmeang

Biodata Abdul Wahid Situmeang:
  • Abdul Wahid Situmeang lahir pada tanggal 22 Juni 1936 di Sibolga, Tapanuli Selatan.
  • Abdul Wahid Situmeang adalah salah satu sastrawan angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.