Puisi: Bisikan Waktu (Karya Fridolin Ukur)

Puisi "Bisikan Waktu" karya Fridolin Ukur adalah sebuah karya yang penuh dengan refleksi tentang waktu, pengalaman, perubahan, dan cinta dalam .....
Bisikan Waktu
Hadiah ulang tahun istriku, Sri yang ke-59,
13 Oktober 1992


        Waktu pun berbisik:
        hari berlalu
        pekan menghilang
        bulan pun usai tertawa;
        lembar-lembar penanggalan
        habis tercabik satu-satu
        Usia merambat menambah perhitungan!

Saat yang paling indah
ketika hati menjenguk ke dalam diri
diharumi wewangi senja
pertanda sebuah kesadaran
musim segera akan berganti:
penghujung batas lima puluhan
menjelang kurun enam puluhan

        Waktu pun berbisik:
        pengalaman yang berserakan
        jejak-jejak yang ditinggalkan
        adalah kelopak-kelopak bunga cinta,
        sebuah bunga rampai
        mekar di tangkai;
        seperti bianglala menganyam mimpi
        meraih, menggapai, memeluk fajar
        sebuah harapan tak pernah pudar!

Aku pun ikut berbisik:
Perjalanan ini, sayang
bukannya ruang sempit dan lorong sepi!

Kembara ini, kasih
adalah jalan lebar menyemai cinta

        di atas bumi

        di antara sesama!

Dan kita berdua
berpegangan tangan
membuat senja terus berkepanjangan
sampai kekekalan


Analisis Puisi:
Puisi "Bisikan Waktu" karya Fridolin Ukur adalah sebuah karya yang penuh dengan refleksi tentang waktu, pengalaman, perubahan, dan cinta dalam perjalanan hidup. Puisi ini memberikan pandangan tentang bagaimana waktu berlalu dan bagaimana pengalaman hidup membentuk kita serta melahirkan kebijaksanaan dan harapan.

Waktu sebagai Narator: Puisi ini dimulai dengan pernyataan "Waktu pun berbisik," yang memberikan kesan bahwa waktu memiliki suara dan kebijaksanaan untuk memandu kita melalui perjalanan hidup. Waktu diibaratkan sebagai narator yang menyaksikan semua perubahan dan kejadian yang terjadi. Penekanan pada aspek temporal ini menjadi fokus utama dalam puisi, menggambarkan perjalanan dari hari ke pekan, bulan ke bulan, dan akhirnya usia yang semakin bertambah.

Perubahan dan Pengalaman: Puisi ini menggambarkan bagaimana perubahan dan pengalaman hidup tercermin dalam lembaran penanggalan yang tercabik satu-satu. Metafora ini menggambarkan bagaimana kita melewati berbagai momen dalam hidup yang akhirnya membentuk identitas kita. Jejak-jejak pengalaman yang ditinggalkan dianggap sebagai kelopak-kelopak bunga cinta yang mekar di tangkai, mencerminkan bagaimana perjalanan hidup dan cinta kita memberikan warna dan keindahan pada eksistensi kita.

Refleksi tentang Umur dan Harapan: Puisi ini juga merefleksikan tentang proses menua dan perubahan usia. Pengalaman yang berserakan dan jejak-jejak yang ditinggalkan melambangkan akumulasi pengalaman dalam hidup. Bagian ini juga menunjukkan pemahaman akan proses penuaan dengan ungkapan "penghujung batas lima puluhan menjelang kurun enam puluhan." Namun, di tengah refleksi tentang usia, terdapat harapan yang kuat yang tak pernah pudar. Harapan ini tercermin dalam penggambaran bunga rampai yang mekar dan harapan akan meraih mimpi serta menggapai fajar.

Pesan tentang Hidup dan Cinta: Puisi ini menyiratkan pesan tentang bagaimana hidup adalah suatu perjalanan yang perlu dijalani dengan penuh cinta dan keberanian. Kembara hidup yang dihadapi, meskipun bisa diibaratkan sebagai jalan sempit dan lorong sepi, sebenarnya adalah jalan lebar untuk menyemai cinta dan memberi makna. Kesan keseluruhan menggambarkan bahwa perjalanan hidup yang dilalui bersama dengan orang yang kita cintai, dengan berpegangan tangan, akan membawa keindahan yang terus berkelanjutan seperti senja yang berkepanjangan.

Puisi "Bisikan Waktu" oleh Fridolin Ukur adalah sebuah refleksi mendalam tentang perjalanan hidup, pengalaman, perubahan, dan cinta. Melalui penggunaan metafora dan imaji yang kaya, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang makna hidup, pengaruh waktu, dan nilai-nilai yang terkandung dalam pengalaman hidup yang kita jalani bersama orang yang kita cintai.

Puisi: Bisikan Waktu
Puisi: Bisikan Waktu
Karya: Fridolin Ukur

Catatan:
  • Fridolin Ukur lahir di Tamiang Layang, Kalimantan Tengah, pada tanggal 5 April 1930.
  • Fridolin Ukur meninggal di Jakarta, pada tanggal 26 Juni 2003 (pada umur 73 tahun).
© Sepenuhnya. All rights reserved.