Puisi: Doa Seorang Hakim Pensiunan (Karya Leon Agusta)

Puisi "Doa Seorang Hakim Pensiunan" menggugah dan mendalam tentang konflik internal seorang hakim yang merasa terbelenggu oleh ketidakadilan sistem ..
Doa Seorang Hakim Pensiunan

Tuhan
Masih sudikah engkau mendengarkan aku?
Aku hukum mereka yang aku yakin tidak bersalah
Aku bebaskan mereka yang aku yakin tidak bersalah
Aku bebaskan diriku mengabaikan rasa keadilan
Hambamu ini sungguh tak berdaya, Oh Tuhan
Betapapun aku mendengar hati nuraniku terus menjerit
Pada-Mu aku tak mungkin sembunyi
Engkaulah yang Maha Tahu kalutnya jiwaku

Setelah doa bagiku sendiri selesai
Akhirnya, inilah doaku sebagai seorang hakim
Tuhanku:
Engkau panggillah segera ke Mahkamah Pengadilan-Mu
Mereka yang selalu memperkosa hakku sebagai seorang hakim
yang selalu melumpuhkan rasa keadilan dalam kalbuku
Engkau panggillah segera ke Mahkamah Pengadilan-Mu
Mereka yang aku tak sanggup memanggilnya
ke Makamah Pengadilan resmi
Engkau panggillah segera ke Mahkamah Pengadilan-Mu
Mereka yang aku tak pernah berani mengadilinya

Perkenankanlah.

1979

Sumber: Gendang Pengembara (2012)

Analisis Puisi:

Puisi "Doa Seorang Hakim Pensiunan" oleh Leon Agusta adalah sebuah karya yang menggambarkan konflik internal seorang hakim yang merasa terbelenggu oleh ketidakadilan dan keterbatasannya dalam menjalankan tugasnya. Melalui ungkapan yang kuat dan puitis, puisi ini mengeksplorasi tema-tema seperti moralitas, pertanggungjawaban, dan harapan akan keadilan yang lebih tinggi.

Panggilan kepada Tuhan: Puisi ini dimulai dengan seorang hakim yang merenung dan berdoa kepada Tuhan dengan penuh keputusasaan. Dia mempertanyakan apakah Tuhan masih mendengarkan dan menyaksikan penderitaannya. Hakim ini mengaku bahwa dia telah menjatuhkan hukuman kepada mereka yang mungkin tidak bersalah, dan juga membebaskan mereka yang mungkin bersalah. Dia merasa terbelenggu antara tugasnya sebagai seorang hakim dan hati nuraninya.

Permohonan Pembebasan: Hakim ini menyatakan bahwa dia merasa tak berdaya dan memohon kepada Tuhan untuk membebaskannya dari beban moral yang dia rasakan. Dia mengakui bahwa hati nuraninya terus menjerit dan dia tidak bisa sembunyi dari Tuhan. Permohonan ini mencerminkan pertentangan batin yang dalam antara tugas profesional dan nilai-nilai moral yang dipegangnya.

Tuntutan akan Keadilan Ilahi: Pada bait kedua puisi, hakim ini mengajukan doa kepada Tuhan untuk memanggil mereka yang telah melanggar keadilan dan hak-haknya di hadapan Mahkamah Pengadilan-Nya. Dia memohon agar mereka yang telah menzalimi dan menghalangi keadilan, baik dalam kehidupan profesionalnya maupun secara pribadi, diadili dengan seadil-adilnya oleh Tuhan.

Kesimpulan Puitis: Puisi ini menggambarkan perjuangan batin seorang hakim yang terjebak dalam ketidakadilan sistem dan perjuangan pribadi untuk menegakkan keadilan sejati. Dengan gaya yang puitis dan memikat, Leon Agusta menghadirkan gambaran yang kuat tentang moralitas dan harapan akan keadilan yang lebih tinggi di luar kekuasaan manusia.

Puisi "Doa Seorang Hakim Pensiunan" adalah sebuah karya yang menggugah dan mendalam tentang konflik internal seorang hakim yang merasa terbelenggu oleh ketidakadilan sistem dan moralitas pribadinya. Dengan menggunakan bahasa yang kuat dan penuh dengan makna, puisi ini menggambarkan keputusasaan, pertentangan batin, dan harapan akan keadilan yang lebih tinggi.

Leon Agusta
Puisi: Doa Seorang Hakim Pensiunan
Karya: Leon Agusta

Biodata Leon Agusta:
  • Leon Agusta (Ridwan Ilyas Sutan Badaro) lahir pada tanggal 5 Agustus 1938 di Sigiran, Maninjau, Sumatra Barat.
  • Leon Agusta meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 2015 (pada umur 77) di Padang, Sumatra Barat.
  • Leon Agusta adalah salah satu Sastrawan Angkatan 70-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.