Puisi: Suatu Ketika (Karya Maghfur Saan)

Puisi "Suatu Ketika" karya Maghfur Saan menggambarkan perasaan yang rumit dan perubahan yang mendalam melalui bahasa yang indah dan imajinatif.
Suatu Ketika


Suatu ketika, angin berhenti sebelum melewati musim.
Pohon-pohon yang berbaris, menunggu dengan gelisah.
Sedang daun-daunnya satu demi satu patah dan mencium
bumi. Telah kau kembalikan aku kepada nimahku. Seluruh
kerinduan, berawal dan berakhir di sini.

Suatu ketika, angin berhenti menimang salju. Embun
yang meleleh di pundakku lalu berlayar melewati nadi. Serupa
kereta merayap di hamparan sepi. Cuma keluh
dari sejarah petualangannya sendiri yang selalu dicatat dalam
buku-buku kabut. Kutampung kemurungan matahari, tapi
kutahu sekarang bahwa isyarat itu
bukanlah beban
yang sia-sia.

Bacalah peta pada jendela yang kusam! kata camar
yang hinggap di sudut hatiku sambil menabur kegaduhan
panjang.
Sementara itu, sambil berdiri pada kaki-kaki yang ramping,
gerimis menyambutnya dengan mengurai rambutku.
Itulah penantian. Tapi kau bergumam bahwa cinta sudah
mulai merambah pelan-pelan. Tak pemah kuduga bahwa
seseorang bakal menelusup lewat celah kancing baju dan
mengiris-iris mimpiku.


Analisis Puisi:
Puisi "Suatu Ketika" karya Maghfur Saan adalah karya yang penuh dengan imajinasi dan simbolisme. Dalam puisi ini, penyair menggambarkan perubahan alam dan perasaan melalui penggunaan bahasa metaforis yang kuat.

Perubahan Alam sebagai Simbol Perubahan Perasaan: Puisi ini dimulai dengan gambaran angin yang berhenti sebelum melewati musim, dan pohon-pohon yang menunggu gelisah. Ini bisa diartikan sebagai awal dari perubahan dalam hubungan atau perasaan. Angin yang berhenti mewakili penundaan atau stagnasi dalam kehidupan, sementara pohon-pohon yang menunggu mencerminkan rasa gelisah dan ketidakpastian.

Pohon-Pohon dan Daun-Daun sebagai Simbol Kehidupan: Pohon-pohon dan daun-daun yang patah dan mencium bumi bisa diartikan sebagai simbol kehidupan yang sementara dan rapuh. Mereka juga mewakili kerinduan dan keinginan untuk terhubung dengan alam dan sumber kehidupan.

Embun dan Salju sebagai Metafora: Embun yang meleleh di pundak dan salju yang dinilai mewakili kereta merayap menciptakan gambaran yang indah. Mereka adalah metafora dari perubahan dan transformasi. Embun yang meleleh mewakili proses perubahan yang alami, sementara salju yang dinilai sebagai kereta merayap menggambarkan perjalanan menuju perubahan tersebut.

Kerinduan dan Isyarat: Penyair menunjukkan bahwa seluruh kerinduan berawal dan berakhir di sini, mengisyaratkan bahwa perubahan ini mungkin adalah awal dari pemenuhan kerinduan yang lama. Isyarat atau tanda-tanda yang disebutkan dalam puisi ini mencerminkan pemahaman yang lebih dalam tentang cinta dan perasaan.

Buku-Buku Kabut dan Peta pada Jendela: Buku-buku kabut adalah metafora yang menarik untuk menggambarkan perasaan dan pengalaman yang kabur dan sulit dipahami. Peta pada jendela yang kusam mungkin menggambarkan pencarian arah atau pemahaman yang lebih baik tentang diri sendiri dan perasaan.

Camar dan Gerimis: Kehadiran camar dan gerimis memberikan nuansa alam dan suasana dalam puisi ini. Mereka juga bisa diartikan sebagai saksi atau pelaku dalam perubahan dan perasaan yang diungkapkan oleh penyair.

Puisi "Suatu Ketika" karya Maghfur Saan adalah karya yang sarat dengan gambaran alam dan simbolisme yang menggambarkan perubahan dalam perasaan dan pemahaman. Penyair menggambarkan perasaan yang rumit dan perubahan yang mendalam melalui bahasa yang indah dan imajinatif. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna dan pesan yang tersembunyi dalam perubahan alam dan perasaan.

Puisi: Suatu Ketika
Puisi: Suatu Ketika
Karya: Maghfur Saan


Catatan:
  • Maghfur Saan lahir di Batang, pada tanggal 15 Desember 1950.
© Sepenuhnya. All rights reserved.