Puisi: Tanah Air (Karya Abdul Wahid Situmeang)

Puisi "Tanah Air" karya Abdul Wahid Situmeang merangkum kritik sosial dan pertanyaan filosofis tentang kebenaran. Dengan menggunakan gambaran ...
Tanah Air


Hendak ke mana kita ini semua
bagai kelompok lembu piara
digiring seorang gembala
ke rumah potong atau ke lapangan
jangan kau tanya

Mati seorang perwira
setelah membunuh saudaranya
mayatnya dikubur di Kalibata
apakah ia seorang pahlawan
atau cuma boneka mainan
tak usah kau ragukan

Beredar cerita tentang seorang bapak
memperkosa kemerdekaan anaknya
jangan kau percaya
karena panca indramulah yang salah

Hanya satu kebenaran ada
ialah dusta dan puji bagi yang mulia
jadi bersimpuhlah di hadapannya:
Ya Paduka, akulah hambamu yang setia


Sumber: Angkatan 66 (1968)

Analisis Puisi:
Puisi "Tanah Air" karya Abdul Wahid Situmeang merangkum kritik sosial dan pertanyaan filosofis tentang kebenaran. Dengan menggunakan gambaran lembu piara, perwira yang mati, dan cerita yang beredar, penyair menyuarakan ketidakpastian dan kebingungan dalam mencari makna di dalam kehidupan.

Metafora Lembu Piara, Keberadaan Manusia dalam Arus Kehidupan: Penyair menggunakan metafora kelompok lembu piara yang digiring oleh seorang gembala sebagai simbol keberadaan manusia dalam arus kehidupan. Gambaran ini mencerminkan keterbatasan dan ketidakpastian manusia yang sering kali mengikuti arah yang ditentukan oleh pihak lain tanpa mempertanyakan.

Mati Seorang Perwira, Keraguan akan Jati Diri Pahlawan: Puisi menggambarkan kematian seorang perwira yang membunuh saudaranya sendiri. Pertanyaan apakah ia benar-benar seorang pahlawan atau hanya boneka mainan menciptakan keraguan terhadap jati diri para pejuang kemerdekaan. Ini mencerminkan ketidakpastian akan makna sejati dari sebuah pengorbanan.

Cerita yang Beredar, Kritik Terhadap Penyebaran Informasi Tidak Benar: Penyair menyinggung cerita yang beredar tentang seorang bapak yang memperkosa kemerdekaan anaknya. Dengan menyatakan bahwa panca indra lah yang salah, puisi ini mengkritik penyebaran informasi tidak benar dan menekankan pentingnya melihat dan memahami kebenaran dengan jernih.

Kebenaran yang Dipertanyakan, Hanya Satu Kebenaran, Yaitu Dusta: Puisi menyiratkan bahwa satu-satunya kebenaran yang ada adalah dusta. Ungkapan ini dapat diartikan sebagai kritik terhadap ketidakjelasan dan manipulasi kebenaran di dalam masyarakat. Penyair mungkin ingin menekankan bahwa kebenaran sejati seringkali tersembunyi di balik lapisan dusta.

Simpuh di Hadapan yang Mulia, Ironi Pengabdian yang Dipertanyakan: Penutup puisi mengekspresikan ironi pengabdian. Meskipun mengaku sebagai hamba yang setia, penyair menyiratkan bahwa pengabdian tersebut mungkin dilakukan dengan kekaguman yang berlebihan terhadap kekuasaan yang tidak selalu bertanggung jawab.

Puisi "Tanah Air" adalah karya sastra yang berani menyuarakan keraguan dan kritik terhadap keadaan sosial dan politik. Dengan menggunakan bahasa yang sederhana namun penuh makna, Abdul Wahid Situmeang merangkum kebingungan dan ketidakpastian yang dialami oleh masyarakat dalam mencari kebenaran di tengah kompleksitas kehidupan. Puisi ini mendorong pembaca untuk merenungkan peran mereka dalam menyaring informasi, menggali kebenaran, dan berani mengajukan pertanyaan kritis terhadap keadaan sekitar.

Puisi Abdul Wahid Situmeang
Puisi: Tanah Air
Karya: Abdul Wahid Situmeang

Biodata Abdul Wahid Situmeang:
  • Abdul Wahid Situmeang lahir pada tanggal 22 Juni 1936 di Sibolga, Tapanuli Selatan.
  • Abdul Wahid Situmeang adalah salah satu sastrawan angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.