Puisi: Pengungsi (Karya Nenden Lilis Aisyah)

Puisi "Pengungsi" menyoroti berbagai aspek emosional dan fisik dari pengalaman pengungsi, serta memberikan suara kepada mereka yang seringkali ...
Pengungsi


ini dada kami
segetas gelas, serapuh kasa tua
dapat dengan mudah kau pecahkan atau kau robek
apalagi jika kau bidik dengan senjata
dan kau koyak dengan runcing tombak

setelah itu, di rongga yang dalam
akan kau temukan darah menghitam
yang mengalirkan nyeri hantaman ratusan tahun

jika kau masih haus pada anyirnya
tenggaklah sekalian mengunyah jantungnya
bagus pula mengemasnya dalam labu
lalu berteriak, “kami mengalahkan pengacau!”

kami hanya pengungsi yang turun ke kaki gunung
pendatang yang tiba di pinggir laut
orang yang lama melata di jalanan kota
atau baru muncul dari balik waktu

tapi ini dada kami
berbaris melingkarimu


1999

Analisis Puisi:
Puisi "Pengungsi" karya Nenden Lilis Aisyah adalah suatu penggambaran yang kuat dan mendalam tentang perjuangan, ketidakamanan, dan kesengsaraan pengungsi dalam kondisi mereka yang rentan dan terpinggirkan. Puisi ini menyoroti berbagai aspek emosional dan fisik dari pengalaman pengungsi, serta memberikan suara kepada mereka yang seringkali tidak didengar atau diabaikan.

Kesejajaran dengan Kemaslahatan Kemanusiaan: Puisi ini menggambarkan dada pengungsi sebagai "segetas gelas, serapuh kasa tua," mengindikasikan kerentanan yang luar biasa terhadap ancaman dan kekerasan. Menggambarkan betapa rentannya pengungsi terhadap segala bentuk serangan fisik maupun emosional.

Penderitaan dan Kekerasan yang Dialami Pengungsi: Penyair menggambarkan dampak kekerasan pada pengungsi, baik secara fisik maupun emosional, dengan rasa sakit yang membekas dalam darah hitam yang mengalir di rongga yang dalam, mencerminkan penderitaan dan trauma yang mendalam.

Ironi Perlakuan dan Penolakan: Puisi ini menunjukkan ironi dalam perlakuan terhadap pengungsi. Mereka yang telah menderita dan melalui banyak hal, kadangkala disalahartikan, dihinakan, atau malah dituduh sebagai pengacau, sedangkan sesungguhnya mereka hanya ingin mendapatkan keselamatan.

Kerapatan dan Persatuan di Tengah Keterpinggiran: Meskipun pengungsi seringkali diabaikan atau diasingkan, mereka tetap berdiri dan melingkari lingkungan sekitar. Ini menunjukkan bahwa meskipun dianggap sebagai pihak yang terpinggirkan, mereka tetap bersatu dan kuat.

Puisi "Pengungsi" merupakan suara bagi mereka yang seringkali tidak didengar dan terpinggirkan dalam masyarakat. Melalui metafora dan kekuatan dalam bahasa puisi, penyair menggambarkan penderitaan dan ketahanan pengungsi, serta membangkitkan kesadaran akan perlakuan mereka yang sering kali kurang manusiawi dan penolakan yang mereka terima. Penyair memperlihatkan kerentanan dan kekuatan pengungsi, mengajak pembaca untuk merenungkan dan memahami lebih dalam tentang realitas yang dihadapi oleh mereka yang mencari perlindungan.

Puisi: Pengungsi
Puisi: Pengungsi
Karya: Nenden Lilis Aisyah

Catatan:
  • Nenden Lilis Aisyah lahir di Malangbong, Garut, Jawa Barat, pada tanggal 26 September 1971.
© Sepenuhnya. All rights reserved.