Puisi: Tarian Mer (Karya Wahyu Prasetya)

Puisi "Tarian Mer" karya Wahyu Prasetya menggambarkan perjalanan yang gelap, kekerasan, dan penderitaan, tetapi juga menyiratkan kekuatan dan ....
Tarian Mer


……"…susu yang inilah, susu yang itulah…"

Syair lagu dangdut itupun memantul ke dinding kayu, ke jendela
Berkelambu, gerit lantai kayu melambungkan tubuh yang landai
Para perempuan yang meraung dengan senyuman terus berderai
Dari pinggul dan paha paha mereka berloncatan lintah, kalajengking
Dan ular, dan malam yang lebih dulu merah padam
Puing puing sepi seketika luluh lantak dalam hisapan  api
Dari bahu dan lengan lengan mereka terlontar pecahan kaca,
Dan duri, dan malam yang telah menyisakan bara arang

Tubuh beling yang tak henti bergeliat, menjelmakan bayang
bayang luka sepi luka-lukamu, luka senyap luka-lukaku, luka hampa
luka-luka batu, luka melolong dalam serigala luka, luka mengaum,
macan luka, jadi serbuk atau gelembung setubuh setubuh

……" susu yang inilah, susu yang itulah..."

Irama arang yang bertebaran bilik bilik kayu mendidihkan
Waktu terasa sangat tajam menyodorkan perih jurang terjal
Otot dan kelenjar besi lelaki yang terpotong potong sudah
Di situ, tubuh kaca yang menari melepas dua payudara pecah,
Wajah berbedak pecah, membelah udara dan tenggelam
Malam merah hitam memanjat ke ujung ujung kepedihan
Lebih tinggi mengangkat tubuh makin tinggi membubung
Sesaat ciuman api yang menghanguskan melenyapkan
Sisa sayatan membekas teramat panjang,
Hidup terbelalak sejenak bahu, lengan, payudara, zakar,
gerit kayu, melepaskanmu gelombang abu


Muara Teweh, 2014

Sumber: Malang Post (Minggu, 7 Desembe2014)

Analisis Puisi:
Puisi "Tarian Mer" karya Wahyu Prasetya menghadirkan sebuah gambaran yang intens, penuh dengan metafora dan bahasa yang kaya akan simbolisme. Puisi ini membawa pembaca pada perjalanan yang penuh dengan kekuatan dan penderitaan, menciptakan gambaran gelombang emosi yang kuat.

Metafora dan Simbolisme yang Kuat: Puisi ini menggunakan bahasa yang sangat kaya akan simbolisme. Metafora tentang susu, tarian, tubuh beling, luka, dan api memberikan lapisan emosional yang dalam. Susu, dalam konteksnya, mewakili sesuatu yang asli, murni, dan sekaligus bisa melukai. Hal ini kontras dengan gambaran tarian yang menggambarkan gerakan yang menggeliat, berbahaya, dan merusak.

Gambaran Kekerasan dan Penderitaan: Tubuh beling yang digambarkan dalam puisi sebagai sesuatu yang terus bergeliat, menggambarkan penderitaan dan kehancuran. Ada gambaran kekerasan yang terasa dalam kata-kata yang digunakan, seperti pecahan kaca, luka-luka batu, serigala luka, dan lainnya. Semua ini merujuk pada penderitaan yang mendalam.

Kontras antara Kecantikan dan Kehancuran: Penulisan tentang wajah yang pecah, payudara yang meledak, dan tubuh yang hancur berkontras dengan citra kecantikan dan keindahan. Puisi ini menciptakan sebuah kontras yang kuat antara kecantikan dan kehancuran, serta antara kesenangan dan penderitaan.

Kesimpulan dan Makna: Puisi "Tarian Mer" karya Wahyu Prasetya adalah sebuah pengalaman yang penuh dengan kekuatan emosional, penuh dengan simbolisme yang kuat. Puisi ini membawa pembaca pada perjalanan yang memperlihatkan kontras antara keindahan dan kehancuran, menyiratkan penderitaan dan kekuatan dalam sebuah gambaran yang penuh gelombang emosi.

Puisi ini menggambarkan perjalanan yang gelap, kekerasan, dan penderitaan, tetapi juga menyiratkan kekuatan dan keberanian. Ini adalah karya yang menantang pembaca untuk merenungkan kontras kehidupan, kecantikan dan kehancuran, serta kekuatan dalam penderitaan.

Wahyu Prasetya
Puisi: Tarian Mer
Karya: Wahyu Prasetya

Biodata Wahyu Prasetya:
  • Eko Susetyo Wahyu Ispurwanto (akrab dipanggil Pungky) lahir pada tanggal 5 Februari 1957 di Malang, Jawa Timur.
  • Wahyu Prasetya meninggal dunia pada hari Rabu tanggal 14 Februari 2018 (pada umur 61).
© Sepenuhnya. All rights reserved.