Catatan Sederhana
Ada kabar mengenai terali besi yang bengkok. Lalu
foto seseorang di mana-mana. Tapi di sini,
aku hanya merasakan air kran yang menetes lirih dan sunyi.
Sesekali suaranya terhenti seperti lelaki kehabisan gairah.
Aku tak tahu lagi, kapan dan di mana bau kejahatan menyengat.
Tentang sebilah pisau yang tiba-tiba
tersimpan rapi dalam perut, seperti halnya ketika aku lihat
sahabat-sahabat bersorak-sorai menggemakan lirik
pertentangan, seperti sebuah tulisan besar: "Sudah saatnya
kita menghabisi anjing-anjing kota!" Aku lupa semua itu.
Di sini, hanya secangkir teh, mengawali percakapanku dengan
atap kost yang bocor, cat yang belum terganti. Sesekali
melintas juga pertanyaan kapan dan di mana aku bisa kembali
menikmati udang bakar atau rajungan rebus itu. Sesekali
aku rasakan juga mual atau mulas dalam perutku, isyarat
makanan yang teratur gizi-gizinya.
Semua berputar mengelilingi keningku. Meski selalu, tak kulupa: harus
aku kucurkan keringat dan air mata pada sajadah
setiap kali sudah sampai pada batas kesengsaraanku.