Kedewianmu
Aku terlihat sekar belukar
Letai melayuk di tangkai lampai,
Terbuai-buai diganggu bayu;
Hati yang tenang kolam yang tawar
Sekonyong beriak berbuih rampai,
Memutihlah kasih ditiup sayu.
O, sekar astakona ketek,
Sebelum kupetik kubawa pulang,
Tuan, kemala hidupku nanti,
Supaya permai tamanku molek,
Dengar dulu lagu tualang,
Rahsia hati mencahari mimpi.
Sekat Pilu dewi di rimba!
Tahukah ratun pemikat maut,
Pengubur gelisahku di diri tuan,
Pengebat kita bersatu sukma,
Buntar bidikan jeling seraut,
Rahsia hati takluk ke tuan?
Bukan daku ditawan permai,
Kaya raya bangsawan awan
Atau alim dunia akhirat;
Belumlah tenteram kalbuku damai
Dihibur riang – malu perawan,
Merdu suara dibikin jimat.
Sekar rindu ungu bersedih,
Bukan kuingin pedas dan tangkas,
Srikandi di atas mimbar,
Malah merahap khayalku letih,
Menyembah sejati lemah dan ringkas,
Lemas di pergaulan sidang belukar.
O, puspa, hanya pada lemasmu,
Lembut dalam seluhur arti,
Tertangkut gahku, kosa terserah;
Didesau-desau lahir-batinmu,
Di situ daku menanti mati,
Di situ tercurah sejati mesrah.
Sumber: Kata Hati (1941)
Analisis Puisi:
Puisi "Kedewianmu" karya Rifa’i Ali memancarkan daya pikat khas puisi-puisi liris-metaforis yang kuat. Terstruktur dalam 6 bait dengan 6 baris per bait, puisi ini menjelajahi ruang batin penyair yang sarat rindu, kekaguman, dan penyerahan diri kepada sosok perempuan (atau dewi) yang hadir dalam bentuk simbolik. Disampaikan lewat diksi-diksi indah dan metafora kompleks, puisi ini menjadi contoh kuat dari ekspresi kerinduan yang membaur antara spiritualitas, sensualitas, dan kekaguman metafisik.
Tema
Tema utama dari puisi "Kedewianmu" adalah pengagungan terhadap sosok perempuan ideal yang dilukiskan bagaikan dewi. Tokoh "aku" dalam puisi ini menggambarkan dirinya sebagai sosok yang lemah, melayu, dan kehilangan arah—namun sekaligus menyerahkan rasa, gairah, dan jiwanya kepada “tuan” yang menjelma dalam figur feminin nan mistis. Di balik puja-puji tersebut, terdapat tema tambahan berupa pencarian jati diri, kerinduan akan kemurnian cinta, dan penyerahan diri total kepada yang dicinta.
Secara garis besar, puisi ini bercerita tentang perjalanan batin seorang penyair dalam mengungkapkan kerinduan dan pengagumannya kepada sosok yang diibaratkan sebagai "dewi" atau "ratun". Sosok ini bukan hanya cantik atau menawan, tetapi juga memikat jiwa penyair dalam keheningan dan kelembutannya. Dalam bait-baitnya, penyair menggambarkan pergolakan batin, kerinduan yang membuncah, serta harapan akan kesatuan sukma dengan sang pujaan hati. Ada rasa yang terombang-ambing antara cinta spiritual dan daya tarik sensual yang tertahan secara elegan.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah refleksi dari perjuangan batin untuk menemukan makna sejati dari cinta yang tidak hanya fisikal, tetapi juga spiritual. Dalam sosok perempuan yang dipuja, sang penyair menemukan tempat untuk menyerahkan seluruh eksistensinya, seolah berkata bahwa kebahagiaan dan penyatuan hanya bisa diraih jika ia bersatu secara batiniah dengan “dewi” tersebut. Keinginan itu bukan bersifat instingtif atau nafsu semata, melainkan lebih sebagai harapan untuk melebur dan terangkat menuju kemurnian. “Daku menanti mati” dalam bait terakhir menyiratkan bahwa cinta sejati baginya adalah kematian ego, dan kelahiran rasa dalam kesatuan jiwa.
Unsur Puisi
Beberapa unsur puisi yang menonjol dalam karya ini adalah:
- Diksi: Sangat kaya dan indah, banyak menggunakan kosakata klasik dan melayu tinggi seperti sekar, ratun, tualang, puspa, lemasmu, yang memperkuat nuansa puitik dan mitologis.
- Citraan: Banyak digunakan imaji alam, suara, dan gerak, yang membangkitkan suasana mistis dan penuh perasaan.
- Simbolisme: Tokoh "aku", “sekar”, “tuan”, “dewi”, “rimba”, semuanya bukan sekadar tokoh literal, melainkan simbol dari pergolakan dan pencarian eksistensial.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini cenderung melankolis, tenang namun beriak, penuh kerinduan yang terpendam, dan juga mengandung nuansa spiritual yang dalam. Ada keheningan yang sejuk, seperti kolam yang tenang namun terguncang oleh bayu rindu.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Puisi "Kedewianmu" menyampaikan bahwa cinta sejati bukanlah sekadar penguasaan atau hasrat, melainkan penyerahan total diri secara jujur dan lembut kepada yang dicinta. Bahwa dalam kelemahan, kesederhanaan, dan keikhlasan, manusia menemukan kebesaran. Dan bahwa keindahan dan kekuatan bukan selalu terletak pada sosok yang kuat dan berkuasa, tapi justru pada kelembutan dan kesahajaan.
Imaji
Puisi ini menyajikan imaji visual dan emosional yang kuat, misalnya:
- “Aku terlihat sekar belukar / Letai melayuk di tangkai lampai” – imaji visual tentang bunga liar yang layu dan tak berdaya.
- “Memutihlah kasih ditiup sayu” – menggambarkan perubahan rasa akibat hembusan emosi lembut.
- “Sekar rindu ungu bersedih” – menyimbolkan bunga kerinduan yang mengandung kesedihan mendalam.
Imaji yang digunakan sebagian besar bersifat alamiah dan simbolik, memperkaya lapisan makna puisi secara metaforis.
Majas
Beberapa majas (gaya bahasa) yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
- Metafora: Hampir seluruh puisi menggunakan metafora. Misalnya, “Sekar belukar” untuk menggambarkan kondisi batin penyair, “dewi di rimba” sebagai metafora bagi sosok ideal yang jauh dan suci.
- Personifikasi: “Kasih ditiup sayu” memberi sifat manusia kepada kasih yang bisa “ditiup”.
- Simile implisit: Tidak banyak perbandingan eksplisit (dengan kata seperti), namun banyak perbandingan tersirat yang menciptakan kesan lembut dan puitis.
- Hiperbola: “Di situ daku menanti mati” memperkuat betapa dalamnya penyerahan dan pengabdian tokoh “aku”.
Puisi "Kedewianmu" karya Rifa’i Ali adalah lukisan batin yang kaya akan nuansa rindu dan spiritualitas. Ia tidak berbicara tentang cinta secara dangkal, tetapi menyusuri lorong-lorong sunyi kerinduan yang mistis dan filosofis. Melalui tema yang kuat, makna tersirat yang dalam, serta balutan diksi dan majas yang khas, puisi ini mengajak pembaca untuk memahami bahwa cinta bukan sekadar milik jasad, melainkan juga milik jiwa yang paling hakiki.
Puisi: Kedewianmu
Karya: Rifa'i Ali
Biodata Rifa'i Ali:
- Rifa'i Ali lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat, pada tanggal 24 April 1909.
- Rifa'i Ali adalah salah satu Sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
