“Dih! Wibu”, “Bau bawang”, “Nolep”, beberapa kata, frasa, ataupun kalimat yang sering dilontarkan kepada para penonton Anime.
Mayoritas orang menganggap orang yang suka dan menonton Anime tidak lebih baik daripada mereka yang tidak menonton Anime, orang-orang beranggapan bahwa setiap penonton Anime adalah orang yang jarang mandi, tidak memiliki pekerjaan, tidak punya teman, sampai anti sosial. Tapi apa benar begitu?
Sebagai salah satunya yang mengikuti Anime, aku melihat teman-teman Animers yang lain ada yang masih seperti itu. Teman-teman Animers lain seperti itu dikarenakan terlalu keasyikan dan terbawa suasana dalam menonton Anime, ada orang yang malas mandi dikarenakan asiknya menikmati alur Anime yang sedang ditontonnya, mereka lupa waktu, “Satu episode lagi lah, tanggung.” kata yang sering terucap karena terlalu asyiknya menikmati alur cerita.
Sebuah apresiasi terhadap suatu karya yang bagus, tapi kalau berlebihan juga tidak baik. Ada juga yang tidak memiliki perkerjaan, tidak berusaha untuk mencari pekerjaan, malah terjebak dengan Anime yang dikira “Dunia akan baik-baik saja asalkan aku bisa menonton Anime selamanya.” yang juga sempat ada dalam pikiranku.
“Berhubungan dengan orang lain itu merepotkan.”, “Tidak ada manusia yang bisa dipercaya.” kata-kata yang terlihat egois dan depresi, sangat miris tapi pemikiran seperti itu nyata adanya yang membuat seseorang bertekad memutuskan kodrat sosialnya sehingga tidak memiliki teman dan benar-benar menjadi anti sosial karena tidak berbaurnya orang tersebut dengan masyarakat.
Dari hal-hal tersebut aku menyadari bahwa yang membuat stigma-stigma negatif tersebut adalah diri mereka sendiri, yang memperlihatkan dengan jelas bahwa penonton Anime mencerminkan apa yang dia lakukan adalah hal yang negatif bagi khalayak umum.
Namun tidak dibenarkan juga untuk menilai buruk orang-orang yang menonton Anime, pasti ada alasan kenapa orang-orang yang menonton Anime melakukan hal tersebut, seperti pengalaman traumatik, ditolak, bahkan dikhianati yang membuat seseorang tidak percaya terhadap orang lain lagi.
Namun, apakah semua seperti itu? Oh, tentu tidak dong. Tidak semuanya bisa dipukul rata dengan “Penonton Anime adalah Anti Sosial”, banyak di luar sana dari teman-teman Animers yang bisa meraih rezekinya melewati Anime seperti Bill Fiatussalam Reaction Streamer, pembahasan alur cerita seperti Fanspage Dunia Naruto Indonesia, teori-teori seperti Anime Nia, cover OST Anime seperti Pellek, Raon Lee, hingga Kobasolo yang telah menjadi agensi besar pengcover lagu Jepang, adapun pengcover terkenal dari Indonesia seperti Rainych Ran, Dwi P Ramanatha, Vradnyanaz. Penjual Merchandise seperti Merchansuki, sampai pengrajin item seperti Katana, Kunai, Shuriken, sampai seperangkat alat Cosplay, dan mereka sukses dengan usahanya tersebut hingga bisa memberdayakan orang-orang di sekitarnya.
Apakah itu yang disebut “Animers anti sosial”? Bukankah itu adalah prestasi yang positif?
Tidak hanya sampai di situ, para Animers juga bisa menerapkan amanat-amanat yang disampaikan oleh Autors pada kehidupannya seperti Ferry Irwandi dengan One Piece, Uus dengan materi Stand up animenya, Eno Bening dengan konten Boku no Hero dan Shingeki no Kyojin, dan aku sendiri yang banyak mencoba menerapkan amanat yang ada di Naruto, One Piece, Boku no Hero, One Punch Man dan masih banyak lagi.
Dari sini aku belajar bahwa semuanya tidak bisa dipandang dengan melihat mayoritas saja, seseorang harus bisa berpikir positif, tidak mudah menilai orang lain dan menghargai segala pilihan orang lain, karena pada nyatanya orang-orang yang dianggap buruk pun bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari yang menganggap buruk tersebut.
Selama ada yang dapat diambil positifnya dari Anime atau sesuatu hal yang lain apapun itu, kenapa tidak? Bahkan dari semut yang lebih kecil dari manusia pun bisa diambil positifnya tentang gotong royong mereka.
Sebagai penutup, untuk teman-teman yang merasa masih terkucilkan oleh dunia, memang dunia ini tidaklah adil, tapi tidak perlu terbebani dengan pikiran tersebut, tetap lakukan apa yang menurutmu benar selama itu tidak merugikan orang lain dalam hal material dengan berbekal iman, niscaya kelak kau akan menemui hikmah di dalamnya dan akan berterima kasih pada diri sendiri karena mampu bertahan pada situasi sulit yang sebelumnya.
Sekian, terima kasih, salam anti mainstream.
Penulis: Fariza Adhitya
