Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sajak untuk Anak Negeri (Karya Weni Suryandari)

Puisi "Sajak untuk Anak Negeri" menciptakan suatu gambaran yang kuat mengenai kondisi negeri dan keadaan masyarakat. Dengan kepekaan terhadap ...
Sajak untuk Anak Negeri


Biar kususun warna bunga untukmu
dan lampu kota yang seperti mata nasib
menatap jalan dan taman-taman lapar
kunisbatkan warna bulan pada kelahiran
anak-anak tak bertuan

Mari kubisikkan ayat-ayat kesunyian
untuk matamu, tajam doa dan kepiluan
Sedang jemarimu terkepal meninju udara
Para dewa masih dimabuk aksara dan asmara

Kita lupa pesta jalanan dan ornamen bendera
Sedang ketakutan telah lama meninggalkan lapar
Kegaduhan musim ini telah menunjuk keningmu
Dan negeri ini sekedar tempat menghitung angka
2014

Sumber: Media Indonesia (25 Januari 2015)

Analisis Puisi:
Puisi "Sajak untuk Anak Negeri" menciptakan suatu gambaran yang kuat mengenai kondisi negeri dan keadaan masyarakat. Dengan kepekaan terhadap lingkungan dan budaya, penyair mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan waktu, keindahan alam, dan perubahan sosial.

Warna Bunga dan Lampu Kota: Gambaran warna bunga dan lampu kota menciptakan kontras antara keindahan alam dan kemajuan perkotaan. Ini bisa melambangkan perjalanan zaman dan perubahan dalam kehidupan masyarakat.

Mata Nasib dan Jalan Lapar: Metafora "mata nasib" dan "jalan lapar" menggambarkan keterkaitan antara nasib dan kondisi kehidupan yang sulit. Lampu kota yang seperti mata nasib mungkin mencerminkan pengawasan atau intervensi tak terlihat dalam kehidupan.

Warna Bulan pada Kelahiran Anak-anak Tak Bertuan: Penggunaan warna bulan pada kelahiran anak-anak tak bertuan menciptakan imaji kelembutan dan keajaiban di tengah kondisi sulit. Ini bisa menggambarkan harapan dan keindahan yang muncul dari kehidupan yang sulit.

Ayat-Ayat Kesunyian dan Jemarimu Terkepal: Ayat-ayat kesunyian dan jemarimu terkepal memberikan nuansa kegelisahan dan ketidakpastian. Ini mungkin mencerminkan perjuangan dan konflik dalam masyarakat yang seringkali diwarnai oleh ketidaksetaraan dan kesulitan hidup.

Dewa yang Dimabuk Aksara dan Asmara: Penggambaran dewa yang dimabuk aksara dan asmara bisa mengacu pada hilangnya fokus spiritual dan kecenderungan masyarakat terhadap hal-hal duniawi. Ini bisa menjadi kritik terhadap materialisme dan kehilangan nilai-nilai budaya.

Pesta Jalanan dan Ornamen Bendera yang Dilupakan: Penggunaan kata-kata "pesta jalanan" dan "ornamen bendera yang dilupakan" menyoroti kehilangan semangat nasionalisme dan kemerdekaan. Masyarakat mungkin telah kehilangan rasa hormat terhadap simbol-simbol kebangsaan.

Negeri Ini sebagai Tempat Menghitung Angka: Penutup puisi menunjukkan gambaran negeri yang diidentifikasi oleh kecenderungan menghitung angka dan statistik. Hal ini bisa mencerminkan materialisme dan fokus pada pertumbuhan ekonomi di tengah-tengah kehilangan nilai-nilai kemanusiaan.

Puisi "Sajak untuk Anak Negeri" adalah puisi yang memadukan keindahan alam dengan realitas sosial. Dengan imaji yang kuat, penyair menciptakan suatu karya yang mengajak pembaca untuk merenungkan kehidupan dan perkembangan masyarakat. Puisi ini menyentuh tema kehilangan nilai-nilai budaya, konflik, dan perubahan zaman dengan cara yang indah dan mendalam.

Weni Suryandari
Puisi: Sajak untuk Anak Negeri
Karya: Weni Suryandari

Biodata Weni Suryandari:
  • Weni Suryandari lahir pada tanggal 4 Februari 1966 di Surabaya, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.