Aku Sadar Siapa Diriku
Aku bukanlah sang penyair, yang mampu memberi sajak-sajak sempurna
Juga bukan seorang pujangga dengan kata-kata bijaksana
Aku hanya seorang sederhana, jauh dari sebutan pujangga
Bait-bait kataku sekedar hiasan hati, sajak tanpa arti
Ingin berkata tetapi terkunci, di kedalaman hati
Aku tahu diriku, hanyalah manusia
yang lahir sebagai pelengkap dunia
Aku tahu diriku, yang kerdil di pandangan
yang lemah untuk diperbandingkan
dengan semua keindahan
Namun, lemahku bukan alasan untuk 'ku mengalah
Apalagi berhenti tanpa suara
Kekalahanku tidak berarti aku menyerah
pada situasi penuh duka dan darah
Aku tahu diriku
Jangan kau ukur kerdilku
Jangan kau lihat kelemahanku
Jangan kau kira kegagalanku
Kekerdilanku hanyalah pada mata, dengan pandangan yang buta
Tapi bukan pada Minda, yang mampu melihat segalanya
Aku tahu diriku
Kelemahanku hanya pada rupa, tapi bukan pada daya
Kegagalanku hanyalah sebagai penyeri, untukku terus memperbaiki diri
Aku rela menjadi orang bodoh, yang terus bersuluh, dalam gelap gulita duniaku
Aku tahu diriku
Tidak ingin menjadi yang bijak, yang akhirnya mati terpijak
Aku lebih rela menjadi semut merah, dari gajah di rimba
Yang gah mengusung nama, namun terlalu lemah akalnya
Biar aku fakir harta, asal akhlakku berharga
Biar tulangku rapuh, asal semangatku kukuh
Andainya hidup punya perpisahan, biarlah mati yang menyambungnya
Namun jika mati punya perpisahan, biarlah hidup lebih bermakna sepanjang hayat
membawa seribu makna, meski tanpa harus berbicara
Karena, matahari tak selamanya bersinar
dan langit tak cerah sepanjang hari
semuanya akan padam di kelopak mata
Sirna.
Di pelataran penyair, 5/12/2023
Analisis Puisi:
Puisi "Aku Sadar Siapa Diriku" karya Asthin Godax adalah ungkapan dari hati seorang penyair yang dengan tulus menerima dan merangkul keunikan serta keterbatasannya sebagai manusia. Dalam setiap bait, Asthin Godax menggambarkan perasaan kecilnya dalam dunia yang luas, tetapi sekaligus menyiratkan keberanian dan kebesaran hati yang tak terukur.
Penyadaran Diri sebagai Manusia Sederhana: Di bait pembuka, penyair menyatakan bahwa dia bukanlah penyair yang mampu menciptakan sajak-sajak sempurna atau pujangga dengan kata-kata bijaksana. Ini adalah pengakuan jujur dari penyair yang tidak ingin melebih-lebihkan dirinya sendiri. Puisi ini memulai dengan merendahkan diri, menciptakan kesan kerendahan hati.
Keberanian dalam Keterbatasan: Penyair meneruskan dengan menyatakan bahwa bait-bait kata yang dihasilkannya hanyalah hiasan hati, sajak tanpa arti. Namun, dalam kelemahan dan kekurangannya, dia menemukan keberanian untuk tetap berkata, kendati terkunci di kedalaman hati. Hal ini menciptakan dinamika antara kelemahan dan keberanian dalam keterbatasannya.
Penegasan Identitas Sebagai Manusia: Pada baris-baris berikutnya, penyair dengan lugas mengidentifikasi dirinya sebagai manusia yang lahir sebagai pelengkap dunia. Ia menyadari pandangan kerdil dan lemah dari orang-orang di sekitarnya, namun tetap teguh dalam keyakinannya tentang nilai dan peran dirinya dalam dunia.
Tantangan dan Semangat Hidup: Penyair mengekspresikan semangat hidupnya yang tidak ingin mengalah atau menyerah pada situasi yang penuh duka dan darah. Kelemahan dan kegagalan diakui, tetapi bukan sebagai alasan untuk menyerah. Sebaliknya, penyair menegaskan bahwa kekalahan tidak berarti menyerah pada perjalanan hidup yang keras.
Keberanian Diri di Mata yang Melihat: Puisi menggambarkan kekaguman penyair akan pandangan Minda yang mampu melihat segalanya, sementara kekerdilan dan kelemahannya hanya pada mata yang buta. Ini mengeksplorasi konsep keberanian diri dan potensi manusia yang seringkali terlupakan oleh pandangan luar yang terbatas.
Keindahan Akhlak dan Semangat yang Kokoh: Penyair menyatakan kesiapannya untuk menjadi "orang bodoh" yang terus bersuluh dalam gelap gulita duniaku. Ini menciptakan gambaran keindahan akhlak dan semangat yang kokoh meskipun terbatas secara fisik.
Puncak Puisi, Kesadaran Akan Kebersamaan Hidup dan Mati: Pada akhirnya, penyair mengeksplorasi konsep hidup dan mati. Meskipun ada perpisahan dalam hidup dan mati, penyair menyatakan keinginannya untuk membuat hidupnya bermakna dan penuh makna sepanjang hayat. Ini menciptakan puncak dari perjalanan kesadaran diri yang dinyatakan dalam puisi.
Dengan "Aku Sadar Siapa Diriku," Asthin Godax menyajikan kisah keberanian dan kesadaran diri dalam menghadapi keterbatasan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan keindahan yang terkandung dalam keberanian menerima diri sendiri dan menjalani hidup tanpa takut akan keterbatasan. Keindahan tulisan Asthin Godax terletak pada sederhananya, tetapi membawa kebesaran makna tentang hidup, cinta, dan keberanian untuk tetap melangkah.
Karya: Asthin Godax
Biodata Asthin Godax:
- Asthin Godax seorang biarawati Dominican Pompei, dan pernah belajar di Domenicane St. Caterina de Siena--Montemario.
