Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Realitas dan Warna dalam Film Budi Pekerti

Film Budi Pekerti merupakan film drama Indonesia yang dirilis pada 2 November 2023, ditulis dan disutradarai oleh Wregas Bhanuteja, serta ...

Film dapat dikatakan sebagai rekaman realitas yang tumbuh dan berkembang di dalam suatu masyarakat dan dikemas dengan berbagai unsur pendukung tertentu. Tak jarang para pembuat film mengonstruksikan kejadian nyata, ideologi, atau pengalaman pribadinya ke dalam sebuah film.

Ada berbagai film yang membuat masyarakat sebagai pemilik realitas mampu merasakan kesamaan antara hal-hal yang ada dalam sebuah film dengan kehidupan nyata, salah satunya adalah film Budi Pekerti.

Film Budi Pekerti

Film Budi Pekerti merupakan film drama Indonesia yang dirilis pada 2 November 2023, film ini ditulis dan disutradarai oleh Wregas Bhanuteja, serta dibintangi oleh Sha Ine Febriyanti, Dwi Sasono, Angga Yunanda, dan Prily Latuconsina.

Dalam film Budi Pekerti, diceritakan seorang guru bimbingan konseling bernama Bu Prani yang mengalami pem-bully-an siber dan serangkaian masalah lain setelah video pertengkaran dirinya dengan seorang pembeli putu Mbok Rahayu viral di media sosial.

Video tersebut dianggap tidak pantas oleh netizen dan tidak mencerminkan sosok guru yang seharusnya berbudi pekerti baik. Tersebarnya video tersebut membuat profesinya sebagai guru sekaligus calon wakil kepala sekolah terancam. 

Film sebagai komunikasi massa yang menyampaikan pesan kepada penonton memiliki unsur-unsur kompleks yang saling berinteraksi. Secara umum, unsur pembentuk film terbagi ke dalam dua unsur utama, yakni unsur naratif dan unsur sinematik. Harmonisasi kedua unsur film ini akan membuat sebuah film sempurna dan menjadi objek tontonan yang menarik hati penonton. 

Dari segi unsur naratif, film Budi Pekerti mengangkat realitas masyarakat ke dalam konflik-konfiknya sehingga konflik menjadi salah satu kelebihan film ini. Sepanjang pemutaran film, penonton akan disuguhi oleh konflik-konflik yang relevan dengan gambaran kondisi masyarakat sekarang ini. Berikut beberapa konflik yang terdapat dalam film ini.

1. Penyebaran Hoaks oleh Oknum tidak Bertanggung Jawab di Media Sosial

Maraknya penyebaran hoaks berupa potongan video yang diunggah ke media sosial dengan judul dan takarir sensasional yang dapat menggiring opini publik pada persepsi negatif.

Kejadian ini dialami Bu Prani yang sebenarnya tidak mengumpat sang penjual putu, namun pengunggah video Bu Prani tersebut memberi judul video seolah-olah Bu Prani telah mengumpat.

2. Banyak Pihak yang Panjat Sosial ketika Ada Berita Viral

Isu panjat sosial turut menjadi konflik yang menarik dalam film ini, menurut KBBI panjat sosial merupakan usaha yang dilakukan untuk mencitrakan diri sebagai orang yang mempunyai status sosial tinggi, biasanya dilakukan dengan cara mengunggah foto, tulisan, dan sebagainya di media sosial.

Dalam kaitannya dengan film Budi Pekerti, ketika kasus Bu Prani viral, ada banyak pihak yang “aji mumpung” demi mendapatkan banyak penonton di media sosial seperti Gaung Tinta dan para pembuat konten lainnya yang turut memperkeruh permasalahan dan membuat asumsi yang jauh dari fakta sebenarnya.

3. Keberadaan Media Sosial Dapat Berpengaruh pada Citra Seseorang

Tak dapat dipungkiri sekarang ini media sosial menjadi senjata yang dapat mengangkat atau bahkan menurunkan citra seseorang di mata netizen. Setiap foto atau video yang diunggah ke media sosial akan menjadi konsumsi massa dan jika ada hal yang tidak berkenan, pem-bully-an siber bisa saja terjadi.

Hal ini dibuktikan pada scene ketika Tita hampir mengamuk di kantor Gaung Tinta dan semua anggota Gaung Tinta secara spontan mengarahkan kamera ponselnya kepada Tita sehingga Tita tidak jadi mengamuk dan pergi. 

Selain dari segi konflik sebagai salah satu unsur naratif, saya juga melihat kelebihan film Budi Pekerti pada unsur sinematiknya, lebih tepatnya pada mise-en-scène. John Gibbs dalam (Rizal, 2021) menyatakan bahwa mise-en-scène (segala hal yang berada di depan kamera) terdiri dari: lighting, costume, colour, props, decour, action & performance, dan setting.

Dalam film ini, mise-en-scène yang menarik adalah aspek warna, sebab pemilihan warna dalam film ini sangat menarik perhatian dan mendukung suasana film. Berikut adalah warna-warna yang ada dalam beberapa scene film Budi Pekerti.

Film Budi Pekerti
sumber: https://www.youtube.com/watch?v=3VkYiatpTVQ

Pada scene ini, Bu Prani terbaring sambil mendengarkan rekaman umpatan yang beliau berikan pada Daru, salah satu muridnya, sebagai refleksi atas tindakan buli yang dilakukan Daru pada temannya. Mendengarkan rekaman umpatan tersebut adalah bentuk makian Bu Prani kepada dirinya sendiri atas segala permasalahan yang menerpa dirinya. Hal tersebut didukung dengan adanya tiga warna yang mendominasi layar, yaitu hitam, biru, dan merah.

Mengutip dari Darmaprawira W.A & Sulasmi dalam Rizal (2021), warna hitam mengisyaratkan kegelapan dan ketidakadilan, hal ini sesuai dengan Bu Prani yang dituntut untuk meminta maaf kepada netizen atas kesalahan yang tidak beliau perbuat. Warna biru mengisyaratkan melankolis, sedangkan merah mengisyaratkan kemarahan dan bahaya.

Film Budi Pekerti
sumber: https://www.youtube.com/watch?v=3VkYiatpTVQ

Kemudian terdapat scene ketika Tita hampir mengamuk di kantor Gaung Tinta, semua anggota Gaung Tinta segera mengeluarkan ponselnya untuk merekam Tita sebagai ancaman agar Tita tidak membuat keributan.

Warna yang tampil pada layar adalah bernuansa dominan kuning. Warna kuning sebagai warna cerah umumnya melambangkan keceriaan, namun warna kuning juga memiliki makna negatif yaitu penyakit, kesuraman, pengkhianatan, dan penipuan.

Pemilihan warna tersebut sesuai untuk menggambarkan keberadaan Gaung Tinta sebagai media berita yang tidak pernah berusaha mencari tahu duduk perkara video viral Bu Prani dan malah menggiring opini publik untuk berasumsi negatif pada Bu Prani. 

Film Budi Pekerti
sumber: https://www.youtube.com/watch?v=3VkYiatpTVQ

Pada scene ini, kesedihan nampak pada wajah Tita yang tengah dilanda masalah dengan Gaung Tinta dan ayahnya yang hilang tanpa kabar. Warna yang tampil pada layar adalah warna cokelat, putih, kuning, dan hijau.

Warna hijau selain memiliki makna positif  harapan, keberuntungan, stabilitas, dan konsentrasi, hijau juga memiliki makna negatif yaitu kegagalan dan kemalangan. Warna hijau sesuai untuk merepresentasikan kemalangan Tita yang sedang diterpa masalah.

Selain kelebihan-kelebihan yang telah disebutkan, terdapat kekurangan yang saya temukan dalam film ini, yaitu terdapat beberapa pemain yang aktingnya kurang natural sehingga membuat beberapa adegan terlihat agak aneh, meski begitu kekurangan tersebut tidak mengganggu keseluruhan cerita yang sudah dikemas dengan baik.

Sebagai simpulan, film Budi Pekerti ini seolah menjadi rekaman realitas masyarakat Indonesia pada saat ini. Kelebihan yang saya soroti dari unsur naratif film ini adalah konflik,  sebab konflik yang diangkat dalam film ini sangat relevan dengan kondisi yang ada sekarang ini. 

Selain dari unsur naratif, unsur sinematik turut menjadi kelebihan dalam film ini, yaitu pada aspek warna. Pemilihan warna dalam film ini tidak hanya meningkatkan nilai estetik pada film, namun juga memiliki makna yang terkandung di dalamnya. Meskipun terdapat kekurangan, namun hal tersebut tidak begitu memengaruhi keseluruhan film. 

Oleh karena itu, film Budi Pekerti merupakan film yang bagus menurut saya karena jalinan unsur naratif sebagai bahan film dan unsur sinematik sebagai aspek-aspek teknis film saling berkelindan serta detail unsur-unsur dalam film ini sangat diperhatikan dengan baik oleh tim produksi film.

Biodata Penulis:

Dilla Atqia Rahmah lahir pada tanggal 24 April 2004. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa, Fakultas Ilmu Budaya, di Universitas Padjadjaran.

© Sepenuhnya. All rights reserved.