Puisi: Perang Lima Hari (Karya Ana Lailatul Fauziah)

Puisi "Perang Lima Hari" karya Ana Lailatul Fauziah menggambarkan perjuangan dan pengorbanan para pejuang Indonesia dalam pertempuran untuk ...
Perang Lima Hari

desain gedung tua
tinggal urita menawan
jejak pilu di awan kelabu
meneteskan peluh pejuang

perang demi keutuhan
merebut Lawang Sewu
dari tangan Jepang
hari ke hari AMKA melawan Bala Tentara Nippon

500.000 musuh 
menggenggam peluru maut
hingga pejuang gugur 
menyisakan kekalahan penuh makna
kesedihan tergambar pada Tugu Muda

Jember, 15 April 2024

Analisis Puisi:

Puisi "Perang Lima Hari" karya Ana Lailatul Fauziah adalah sebuah karya yang menggambarkan perjuangan dan pengorbanan para pejuang Indonesia dalam pertempuran untuk merebut kembali Lawang Sewu dari tangan penjajah Jepang selama lima hari.

Gambaran Sejarah: Puisi ini memberikan gambaran tentang peristiwa sejarah yang terjadi selama Perang Dunia II di Indonesia, khususnya di kota Semarang. Perjuangan melawan penjajah Jepang untuk merebut kembali Lawang Sewu, sebuah gedung bersejarah, menjadi fokus utama puisi ini.

Desain Gedung Tua: Penyair memulai puisi dengan gambaran tentang Lawang Sewu, sebuah gedung tua yang memiliki desain menawan. Ini menciptakan suasana yang khas dan memberikan latar belakang untuk peristiwa yang akan digambarkan.

Peluh Pejuang: Dalam penggambaran suasana perang, penyair menyoroti pengorbanan dan perjuangan para pejuang yang berjuang demi keutuhan dan kemerdekaan bangsa. Peluh pejuang yang menetes menjadi simbol dari pengorbanan yang besar yang mereka lakukan dalam pertempuran tersebut.

Perlawanan dan Pengorbanan: Puisi ini menyoroti perlawanan heroik para pejuang Indonesia yang berani menghadapi musuh yang jauh lebih kuat dalam jumlah dan persenjataan. Mereka menghadapi musuh yang jumlahnya mencapai 500.000 orang, namun tetap bertahan dan berjuang dengan gagah berani.

Kesedihan dan Kemenangan: Meskipun perjuangan mereka penuh dengan kesedihan dan pengorbanan, akhirnya kekalahan musuh dan kemenangan penuh makna berhasil diraih. Tugu Muda, sebuah monumen yang dibangun untuk mengenang para pejuang yang gugur dalam pertempuran, menjadi simbol dari pengorbanan mereka.

Puisi "Perang Lima Hari" adalah sebuah penghormatan terhadap perjuangan para pejuang Indonesia dalam merebut kembali Lawang Sewu dari penjajah Jepang selama Perang Dunia II. Dengan gambaran yang kuat dan penggunaan kata-kata yang menggugah, puisi ini berhasil menggambarkan atmosfir perang dan pengorbanan yang besar yang dilakukan para pejuang demi kemerdekaan bangsa.

Ana Lailatul Fauziah
Puisi: Perang Lima Hari
Karya: Ana Lailatul Fauziah

Biodata Ana Lailatul Fauziah:
  • Ana Lailatul Fauziah, lahir 17 Desember 1979. 25 tahun mengabdikan diri di sekolah swasta MIMA 39 HIDAYATUL MURID Ampel Wuluhan Jember. Bercita-cita ingin mencetak generasi sholikh sholikhah yang dapat  mengembangkan  literasi. Saat ini mengikuti kelas puisi di "Ruang Kata".
© Sepenuhnya. All rights reserved.