Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Ketika Overthinking Jadi Penyakit Gen Z

Salah satu alasan utama mengapa overthinking begitu erat dengan Gen Z adalah tumbuhnya mereka bersama media sosial. Sejak kecil, generasi ini telah ..

Gen Z dikenal sebagai generasi yang inovatif, melek teknologi, dan punya akses informasi yang melimpah. Namun, di balik semua keuntungan ini, ada sisi buruk yang diam-diam mengganggu kehidupan sehari-hari mereka, yaitu overthinking. Apa pun yang terjadi, selalu ada pikiran yang bergema di kepala mereka, seperti, "Apa yang akan mereka pikirkan tentang saya?", "Kenapa dia tidak membalas chat saya?", atau "Apakah saya cukup baik?" Fenomena ini telah menjadi "penyakit mental" yang banyak dirasakan oleh Gen Z. Di tengah dunia yang bergerak cepat dan penuh tekanan, mengapa justru mereka terjebak dalam pikiran mereka sendiri?

Kenapa Overthinking Menyerang Gen Z?

Salah satu alasan utama mengapa overthinking begitu erat dengan Gen Z adalah tumbuhnya mereka bersama media sosial. Sejak kecil, generasi ini telah terbiasa melihat highlight kehidupan orang lain yang terlihat sempurna, seperti jalan-jalan ke luar negeri, pesta ulang tahun mewah, atau pencapaian besar dalam karier. Hal ini membuat mereka tanpa sadar terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain. Pikiran seperti, "Kenapa hidupku nggak sehebat itu?" atau "Apa aku gagal?" sering menghantui, seolah-olah pencapaian mereka sendiri tidak pernah cukup.

Ketika Overthinking Jadi Penyakit Gen Z

Selain itu, Generasi Z berada dalam lingkungan yang menekankan bahwa kesuksesan harus dicapai secepat mungkin. Seolah-olah kegagalan tidak dapat diterima, anak-anak muda yang sukses di usia belasan atau awal 20-an sering dijadikan panutan. Akibatnya, banyak dari mereka merasa tertinggal jika mereka belum mencapai sesuatu yang signifikan ketika mereka masih sangat muda. Pikiran seperti, "Aku harus segera sukses," atau "Aku tidak boleh gagal," menjadi beban mental yang mereka bawa terus-menerus.

Banjir informasi juga menyebabkan generasi ini overthinking. Gen Z menghadapi lautan pilihan dan data dengan internet, yang memungkinkan mereka mengakses informasi kapan saja. Hal ini malah membuat mereka kewalahan daripada membantu mereka membuat keputusan. Mereka selalu menganalisis, mencari solusi terbaik, atau bahkan meragukan keputusan yang sudah mereka buat karena takut salah.

Dampak Overthinking pada Gen Z

Overthinking membawa dampak nyata pada keseharian Gen Z. Pikiran mereka yang terus-menerus bergema sering kali menyebabkan mereka kehilangan produktivitas. Waktu yang seharusnya digunakan untuk bertindak justru habis untuk berpikir atau khawatir tentang hal-hal yang mungkin tidak terjadi. Kebiasaan ini juga membahayakan kesehatan mental. Overthinking dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan bahkan depresi dalam jangka panjang.

Gen Z terkadang kesulitan membuat keputusan karena terlalu banyak berpikir. Gen Z yang terlalu sibuk memikirkan kemungkinan buruk sering kali gagal bertindak. Mereka terjebak dalam pola pikir "bagaimana kalau" tanpa pernah benar-benar melangkah maju. Mereka takut akan melakukan kesalahan, sehingga mereka akhirnya memutuskan untuk tidak bertindak sama sekali, sebuah kondisi yang sering disebut analysis paralysis.

Selain itu, overthinking membuat mereka ragu dalam hubungan sosial. Ketakutan akan penilaian orang lain sering kali menimbulkan rasa rendah diri, yang pada akhirnya menghambat interaksi dengan orang lain. Jika tidak diatasi, dampak ini bisa meluas dan membatasi potensi mereka.

Bagaimana Mengatasinya?

Meskipun demikian, overthinking bukanlah sesuatu yang tidak bisa diatasi. Langkah pertama adalah menyadari bahwa tidak semua hal dalam hidup bisa dikendalikan. Menerima bahwa ada ketidakpastian dalam kehidupan akan membantu mengurangi beban mental yang tidak perlu. Selain itu, mengurangi keterlibatan dengan media sosial juga bisa menjadi solusi. Media sosial sering kali menyebabkan perbandingan sosial yang tidak sehat. Membatasi penggunaannya atau hanya mengikuti akun yang memberikan inspirasi positif dapat membantu meredakan tekanan.

Latihan mindfulness juga dapat membantu mengurangi overthinking. Teknik sederhana seperti meditasi atau pernapasan dalam dapat membantu seseorang menjadi fokus pada saat ini dan melepaskan kekhawatiran yang berlebihan. Selain itu, menulis pikiran di jurnal juga bisa menjadi alat yang bermanfaat. Sering kali, masalah terasa lebih ringan dan lebih jelas ketika kita menuliskan apa yang kita pikirkan. Jangan lupa untuk berbicara dengan orang yang dapat Anda andalkan. Terkadang, teman, keluarga, atau bahkan profesional dapat menawarkan sudut pandang baru yang membantu mengatasi pikiran yang berlebihan.

Melawan Overthinking, Menikmati Hidup

Overthinking memang menjadi tantangan nyata bagi Gen Z, tetapi bukan berarti tidak ada solusi. Generasi ini dapat belajar untuk lebih santai menjalani hidup mereka dengan mengenali penyebabnya dan mengambil tindakan kecil untuk menghadapinya. Hidup tidak harus selalu sempurna, dan itu bukanlah sesuatu yang salah. Kadang, kunci kebahagiaan adalah dengan menikmati momen yang ada dan melepaskan pikiran yang tidak perlu. Siapa tahu, hidup sebenarnya lebih sederhana daripada yang kamu pikirkan.

Biodata Penulis:

Elsa Ramona Putri saat ini aktif sebagai mahasiswa, Pendidikan Kimia, di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

© Sepenuhnya. All rights reserved.