Analisis Puisi:
Puisi "Menyebrangi Selat Sunda" karya Wayan Jengki Sunarta merupakan karya puitis yang menggabungkan tema perjalanan, kerinduan, dan pencarian makna dalam hidup. Menggunakan latar Selat Sunda, puisi ini membawa pembaca dalam sebuah perjalanan batin yang mendalam, penuh dengan simbolisme laut, pelayaran, dan hubungan antara dua individu yang terpisah oleh jarak dan waktu. Dengan dua bagian utama, yaitu Keberangkatan dan Kepulangan, Sunarta menggambarkan perasaan galau, kecemasan, dan kerinduan yang tak terucapkan, menciptakan sebuah narasi perjalanan hidup yang penuh dengan refleksi filosofis.
Keberangkatan: Memulai Perjalanan Batini
Bagian pertama puisi ini, Keberangkatan, diawali dengan penggambaran tentang peluit perahu yang "melengking pilu," mengisyaratkan suatu bentuk perpisahan yang penuh dengan kecemasan dan kesendirian. Peluit ini menjadi simbol dari keputusan untuk memulai perjalanan—baik secara fisik maupun batin—dalam pencarian sesuatu yang belum jelas.
"yang menggoda adalah peluit perahu / melengking pilu / dan daratan perlahan menjelma detak nadi / gemetar di ujung buritan."
Ketegangan ini semakin diperburuk oleh ketidakpastian arah. Kompas yang tak terbaca dan peta yang kehilangan garis lintangnya menciptakan suasana yang hampa dan terombang-ambing. Sang penyair seolah mempertanyakan tujuan hidup dan apa yang seharusnya dikejar dalam perjalanan ini.
"kompas tak terbaca / dan peta tak punya garis lintang / masih adakah yang aku tuju?"
Namun, meskipun ada rasa kehilangan arah, ada harapan yang tersisa. Camar-camar yang terbang di langit, seolah memberi petunjuk dan mengarahkan sang penyair menuju sebuah pulau yang indah—sebuah tempat yang menjadi impian. Dalam keraguan dan kecemasan ini, ada keinginan untuk terus melangkah, dan harapan agar impian itu tidak berakhir begitu saja.
"muli, muli, muli / jangan biarkan impianku usai / di helai-helai rambutmu / yang gemetar dibelai angin ganggang."
Pelayaran ini bukan hanya fisik, tetapi juga sebuah perjalanan batin yang penuh dengan ketidakpastian, seperti perahu yang bergerak di tengah laut yang luas dan bergelora. Penyair mengajak kita untuk meresapi rasa cemas yang menggetar di hati, serta menemukan makna dalam keheningan dan refleksi.
Kepulangan: Menghadapi Kerinduan dan Kenyataan
Bagian kedua puisi ini, Kepulangan, membawa kita kembali ke daratan setelah perjalanan yang panjang. Kepulangan ini bukan hanya fisik, tetapi juga perjalanan mental yang lebih dalam. Sang penyair menggambarkan betapa beratnya meninggalkan "pulau kasih" yang penuh kenangan dan kegelisahan.
"telah kutinggalkan pulau kasihku yang galau / gugusan bukit, anak-anak ombak, tugu air, / dan putih pasir yang dibasuh purnama."
Perjalanan kembali menyeberangi selat Sunda ini diwarnai oleh kerinduan yang mendalam, namun juga kesadaran bahwa masa lalu, seperti mercusuar, tetap berdiri kokoh meski terkadang tampak kesepian dan terasing. Namun, mercusuar, dengan segala peranannya, tetap menjadi cahaya yang memandu perahu-perahu yang tersesat, memberikan harapan bagi mereka yang terombang-ambing.
"begitulah mercusuar / masih saja nglangut sendiri / di terik hari di dalam detak nadi."
Tapi, seperti halnya perjalanan hidup, ada rasa kehilangan yang tak bisa disembunyikan. Lalu, ada kesadaran bahwa meskipun kita kembali ke titik asal, tak ada jaminan kita akan menemukan kedamaian atau pemenuhan yang kita harapkan. Dalam kepulangan ini, penyair menyadari bahwa perjalanan sejati tidak memiliki tempat berlabuh yang pasti. Seperti perahu yang melaju menuju takdirnya, hidup terus berlanjut tanpa henti.
"lalu dimana sesungguhnya akhir igau nelayan / apakah cinta akan lengkap jadi terumbu karang / tempat bermain ikan-ikan molek yang kesepian."
Simbolisme Laut dan Pelayaran: Pencarian Makna dalam Hidup
Lautan dalam puisi ini bukan hanya sebagai latar geografis, tetapi juga sebagai simbol perjalanan hidup yang luas, tak terduga, dan penuh dengan keindahan serta keraguan. Selat Sunda, dengan segala rahasianya, menjadi metafora untuk pencarian diri yang tak berujung. Pelayaran yang ditempuh penuh dengan arus yang kadang membawa pada kebingungan, namun di sisi lain, ada harapan untuk menemukan tujuan yang lebih tinggi.
Penyair menggunakan berbagai simbolisme alam, seperti mercusuar, ombak, dan camar, untuk menggambarkan keadaan batin yang bergolak dan keinginan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan hidup. Dalam perjalanan ini, ketidakpastian dan keraguan adalah bagian yang tak terpisahkan, tetapi juga memberi ruang untuk refleksi dan pemahaman yang lebih dalam tentang diri dan kehidupan.
"selat sunda yang rahasia / tenung ombakmu yang kulayari / adalah kegaiban masa lalu."
Penutupan: Rindu dan Kehilangan yang Tak Terbantahkan
Puisi ini berakhir dengan suatu perasaan yang mendalam—rindu, kehilangan, dan penyerahan diri pada kenyataan hidup yang kadang tidak pasti. Penyair menyadari bahwa dalam perjalanan ini, meskipun ada impian dan harapan, ada pula kenyataan bahwa kita mungkin tidak pernah benar-benar mencapai tujuan yang kita impikan.
"selamat jalan, pengembara… / lumba-lumba meminta airmataku / untuk dijadikannya lautan / bagi pelayaranmu kelak."
Meskipun ada rasa kecewa dan penyesalan, penyair juga menyadari bahwa perjalanan itu sendiri adalah bagian dari makna kehidupan. Puisi ini mengajak kita untuk menerima perjalanan hidup dengan segala perasaan galau, keraguan, dan ketidakpastian, karena pada akhirnya, perjalanan itu membawa kita pada pemahaman tentang diri kita yang lebih dalam.
Puisi "Menyebrangi Selat Sunda" karya Wayan Jengki Sunarta adalah karya yang sarat dengan makna filosofis. Dengan simbolisme laut, pelayaran, dan mercusuar, puisi ini menggambarkan perjalanan hidup yang penuh dengan kerinduan, kecemasan, dan pencarian makna. Melalui dua bagian, Keberangkatan dan Kepulangan, Sunarta menuntun pembaca untuk merenung tentang tujuan hidup, kenangan yang tak terlupakan, dan kenyataan bahwa setiap perjalanan, pada akhirnya, membawa kita kembali ke dalam diri kita sendiri.
Penyair mengajak kita untuk meresapi perjalanan ini dengan segala kebingungannya, karena dalam setiap perjalanan, baik yang jauh maupun yang dekat, terdapat pelajaran dan pemahaman yang membawa kita lebih dekat pada makna sejati kehidupan.
Karya: Wayan Jengki Sunarta
Biodata Wayan Jengki Sunarta:
- Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
