Sumber: Horison (Maret, 1973)
Analisis Puisi:
Puisi "1963" karya Syu’bah Asa adalah sebuah perenungan mendalam tentang makna kehidupan dan siklus waktu yang terus berulang. Dengan metafora alam yang kuat, puisi ini menggambarkan kehancuran dan kelahiran kembali dalam sebuah siklus yang seolah tidak berujung.
Tema Puisi
Puisi ini memiliki beberapa tema utama yang menjadi inti dari pesan yang ingin disampaikan oleh penyair, yaitu:
- Eksistensi dan Makna Hidup – Penyair mempertanyakan hakikat kehidupan yang tampak terus berulang tanpa perubahan yang berarti.
- Siklus Alam dan Kehidupan – Alam menjadi simbol dari perjalanan hidup manusia yang bergerak dalam siklus kehancuran dan kelahiran kembali.
- Ketidakpastian dan Kekosongan – Puisi ini menampilkan ketidakpastian kehidupan dengan pertanyaan reflektif yang menggambarkan perasaan hampa dalam perjalanan waktu.
- Relasi Manusia dengan Tuhan – Ada nada spiritual dalam puisi ini, di mana penyair mencoba mencari jawaban dari Tuhan tentang makna keberulangan dalam hidup.
Makna Puisi
Puisi ini mencoba menggambarkan bahwa hidup adalah sebuah siklus yang terus berulang, di mana kehancuran dan kelahiran kembali terjadi dalam pola yang sama.
"Apakah hidup itu / Tuhan, bila kurasakan terus berulang?"
Baris ini menunjukkan perenungan eksistensial penyair tentang hidup yang tampak monoton dan terus berulang.
"Di luar, tanjung-tanjung dilembur pasang / Mendesau gletsyer di pantai Skotland / Hangus bulan menggigil-gigil di bukit pasir"
Gambaran alam yang bergerak secara dinamis menunjukkan bahwa alam mengalami perubahan terus-menerus, tetapi esensinya tetap sama dalam siklus berulang.
"Benarkah hidup itu / Tuhan, bila kisaran terus berulang"
Penyair mempertanyakan apakah kehidupan memang hanya sekadar pengulangan tanpa makna yang lebih dalam.
"Rangkuman tanganmu ke tubuh ini: dengan gembira selembar putik / lahir kembali dalam mentari."
Meski hidup tampak berulang, ada harapan baru dalam setiap kelahiran kembali, seperti bunga yang kembali mekar setelah mengalami siklus hidupnya.
Makna Tersirat
Selain makna eksplisit, puisi ini juga mengandung beberapa makna tersirat yang dapat diinterpretasikan:
- Kehidupan Sebagai Siklus Abadi – Puisi ini mengajukan gagasan bahwa kehidupan adalah sebuah siklus tanpa awal dan akhir yang jelas. Setiap kehancuran membawa kelahiran kembali, tetapi dalam pola yang sama.
- Kegelisahan Eksistensial – Ada rasa skeptis dan kegelisahan dalam puisi ini tentang apakah hidup memiliki makna yang lebih dalam atau hanya sekadar pengulangan mekanis.
- Kehidupan di Tengah Perubahan Zaman – Syu’bah Asa menulis puisi ini pada tahun 1963, sebuah periode yang penuh gejolak politik dan sosial. Bisa jadi, puisi ini juga mencerminkan kegelisahan penyair terhadap perubahan zaman yang tampak bergerak tetapi tetap mengulang pola lama.
- Harapan dalam Pengulangan – Meskipun hidup terasa berulang, ada secercah harapan dalam baris terakhir yang menyiratkan bahwa setiap siklus membawa peluang baru untuk tumbuh dan berkembang.
Puisi ini bercerita tentang perenungan eksistensial seorang individu yang merasa bahwa hidup hanyalah sebuah siklus yang terus berulang. Penyair menggunakan metafora alam yang kuat untuk menggambarkan bagaimana segala sesuatu dalam semesta mengalami kehancuran, tetapi juga kelahiran kembali dalam pola yang sama.
Pada akhirnya, meskipun ada kegelisahan dan pertanyaan tentang makna hidup, puisi ini tetap menyisakan secercah harapan bahwa dalam setiap pengulangan, ada kesempatan untuk menemukan kebaruan dan kebahagiaan.
Puisi: 1963
Karya: Syu’bah Asa
Biodata Syu’bah Asa:
- Syu’bah Asa lahir pada tanggal 21 Desember 1941 di Pekalongan, Jawa Tengah.
- Syu’bah Asa meninggal dunia pada tanggal 24 Juli 2010 (pada usia 69 tahun) di Pekalongan, Jawa Tengah.