Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: 22 Desember 2021 (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "22 Desember 2021" karya Gunoto Saparie menggambarkan refleksi seorang penyair tentang perjalanan hidupnya, waktu yang terus berjalan, dan ...
22 Desember 2021

benarkah kini aku 66 tahun?
ragu-ragu kujabat sejumlah tangan
masa kanak rasanya baru kemarin
bermain di sungai dan halaman
 
ketika puluhan lilin menyala di kalbu
aku pun berkhalwat di surau
semoga malaikat berkenan mencatat
puisiku mengalir sampai maut menjemput
 
apakah sesungguhnya hidup itu?
selain peristiwa klise selalu berulang
selain duka dan bahagia berkelindan menyatu
selain harapan rontok dan hasrat terkembang

2021

Analisis Puisi:

Puisi "22 Desember 2021" karya Gunoto Saparie menggambarkan refleksi seorang penyair tentang perjalanan hidupnya, waktu yang terus berjalan, dan makna keberadaan manusia. Puisi ini menyajikan perenungan mendalam tentang usia, kehidupan, dan harapan.
Tema Puisi
Puisi ini mengangkat beberapa tema utama, yaitu:
  1. Refleksi Diri dan Usia – Penyair mempertanyakan usianya sendiri, seolah waktu berlalu begitu cepat.
  2. Kenangan dan Nostalgia – Masa kecil yang terasa baru kemarin menjadi simbol bagaimana kenangan tetap hidup dalam ingatan.
  3. Makna Hidup dan Keberadaan – Penyair merenungkan hakikat kehidupan yang penuh siklus, antara suka dan duka, harapan dan kekecewaan.
  4. Spiritualitas dan Doa – Ada unsur religius dalam puisinya, terlihat dari harapannya agar puisinya tetap abadi bahkan setelah maut menjemput.

Makna Puisi

Puisi ini menyampaikan pesan bahwa hidup adalah perjalanan yang penuh perenungan, di mana manusia selalu berhadapan dengan waktu yang terus berjalan.
  1. Usia adalah Angka, tetapi Waktu adalah Kenangan → Penyair seolah tak percaya dirinya telah berusia 66 tahun, karena masa kecil masih terasa dekat dalam ingatan.
  2. Puisi sebagai Warisan Abadi → Ia berharap karyanya tetap hidup bahkan setelah ia tiada, seolah puisi adalah bentuk keabadian dirinya.
  3. Hidup adalah Siklus → Hidup selalu berulang: ada suka dan duka, ada harapan dan kekecewaan, semuanya berjalan dalam keseimbangan.

Makna Tersirat

Selain makna tersurat, puisi ini juga menyimpan makna tersirat yang lebih mendalam:
  1. Ketidakabadian Manusia – Penyair menyadari bahwa hidup ini sementara, dan waktu terus berjalan tanpa bisa dicegah.
  2. Kehidupan sebagai Perjalanan Spiritual – Ada harapan agar kehidupannya dicatat dengan baik oleh malaikat, menunjukkan bahwa ia percaya akan kehidupan setelah mati.
  3. Harapan dan Kekecewaan sebagai Bagian Hidup – Hidup adalah perpaduan antara harapan yang kadang pupus dan keinginan yang kadang terkabul.
  4. Keinginan untuk Dikenang – Penyair ingin puisinya tetap mengalir dan dikenang bahkan setelah ia tiada, sebagai bentuk keabadian dalam karya.
Puisi ini bercerita tentang refleksi hidup seorang penyair yang merasa waktu berlalu begitu cepat. Melalui perenungannya, ia menyadari bahwa hidup adalah rangkaian peristiwa yang selalu berulang, penuh suka dan duka. Ia juga menunjukkan bagaimana puisi menjadi bagian penting dalam hidupnya, sesuatu yang ingin ia wariskan bahkan setelah meninggalkan dunia ini.

Puisi ini menyentuh aspek emosional yang mendalam, mengingatkan pembaca bahwa hidup ini sementara, tetapi karya dan kenangan bisa bertahan selamanya.

Gunoto Saparie
Puisi: 22 Desember 2021
Karya: Gunoto Saparie

Biodata Gunoto Saparie:

Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Negeri Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.

Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, kolom, dan artikel tentang kesenian, ekonomi, politik, dan agama, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), Mendung, Kabut, dan Lain-Lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019), dan Lirik (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2020).

Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).

Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.

Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.

Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia pernah menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta). Kini ia masih aktif menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Info Koperasi (Kendal), Majalah Justice News (Semarang), dan Majalah Opini Publik (Blora).

Saat ini Gunoto Saparie menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia ‘Satupena’ Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.

Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Jakarta dan Nairobi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah. Selain itu, di tengah kesibukannya menulis, ia kadang diundang untuk membaca puisi, menjadi juri lomba kesenian, pemakalah atau pembicara pada berbagai forum kesastraan dan kebahasaan, dan mengikuti sejumlah pertemuan sastrawan di Indonesia dan luar negeri.
© Sepenuhnya. All rights reserved.