Analisis Puisi:
Tema utama dalam puisi ini adalah perenungan spiritual dan refleksi diri menjelang pergantian tahun. Penyair menyampaikan kegelisahan batin, introspeksi diri, serta harapan untuk lebih dekat kepada Tuhan di tahun-tahun mendatang.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah kesadaran bahwa kehidupan duniawi seringkali membuat manusia lupa akan hakikatnya sebagai hamba Tuhan. Penyair menyadari bahwa dalam mengejar gemerlap dunia, manusia sering terjebak dalam dosa, nafsu, dan dengki. Namun di akhir tahun, momen ini dijadikan waktu untuk merenung, bertobat, dan memperkuat hubungan spiritual dengan Tuhan.
Selain itu, puisi ini menyiratkan bahwa ibadah dan doa yang dilakukan selama ini perlu diiringi dengan ketulusan, keikhlasan, dan kesadaran penuh akan kebesaran Tuhan. Harta, tahta, dan kebanggaan duniawi hanyalah sementara, sedangkan cinta kepada Tuhan adalah satu-satunya yang layak dibanggakan.
Puisi ini bercerita tentang renungan seorang hamba di penghujung tahun Masehi. Di tengah perjalanan hidup yang sarat ambisi duniawi dan godaan materi, ia menyadari kerapuhan dirinya di hadapan Tuhan.
Penyair menggambarkan bagaimana manusia sering terjebak dalam keserakahan, iri hati, dan kecintaan berlebihan pada dunia, sehingga lupa meneladani kesederhanaan Rasulullah. Dengan penuh kerendahan hati, ia memohon ampunan dan berharap bisa meninggal dunia dalam keadaan mengagungkan nama Tuhan.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa kontemplatif, khusyuk, dan penuh penyesalan. Ada keheningan batin, rasa malu, sekaligus kerinduan spiritual untuk kembali mendekat pada Tuhan.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Pesan utama dari puisi ini adalah pentingnya introspeksi diri di akhir tahun, agar manusia menyadari kekurangan, kesalahan, dan kelemahan dirinya. Puisi ini mengingatkan bahwa hidup bukan hanya soal mengejar duniawi, melainkan juga membangun hubungan yang tulus dengan Tuhan.
Aspar Paturusi juga menyampaikan bahwa cinta kepada Tuhan adalah satu-satunya kebanggaan yang layak dipelihara, sementara harta, jabatan, dan kemewahan hanyalah semu. Pada akhirnya, hanya iman dan ketulusan dalam beribadah yang akan menjadi bekal abadi.
Imaji
Puisi ini kaya akan imaji yang menghidupkan refleksi spiritual tersebut:
- Imaji visual: "kubukalah semua tubuhku, pikiranku, jiwaku" menghadirkan gambaran keterbukaan dan kejujuran total di hadapan Tuhan.
- Imaji sensorik: "seharusnya hamba malu semalu-malunya" menghadirkan rasa malu yang nyata dan mendalam.
- Imaji perasaan: "tak ada milik yang dapat kubanggakan" menciptakan kesan kerapuhan dan kehampaan batin yang jujur.
Majas
Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini:
- Alegori – Seluruh puisi adalah perjalanan batin dan renungan spiritual, di mana setiap bagian adalah simbol dari proses introspeksi.
- Metafora – "pakaian duniawi" menggambarkan atribut kemewahan dan status sosial yang melekat pada manusia.
- Personifikasi – "gemilang duniawi" seolah-olah menjadi makhluk yang terus diburu manusia.
- Repetisi – Pengulangan frasa “hanya kepada-Mu” menegaskan bahwa Tuhan adalah satu-satunya tujuan dan sandaran.
Puisi "Doa Akhir Tahun Masehi" karya Aspar Paturusi adalah sebuah doa yang puitis sekaligus reflektif. Di tengah riuhnya perayaan akhir tahun yang identik dengan euforia duniawi, penyair mengajak pembaca memandang pergantian tahun sebagai momentum spiritual untuk kembali mendekat pada Tuhan.
Dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, Aspar Paturusi mengingatkan bahwa manusia tak perlu malu mengakui kelemahan di hadapan Tuhan, karena justru melalui kejujuran itulah jalan menuju ampunan dan kasih sayang-Nya terbuka.
Karya: Aspar Paturusi
Biodata Aspar Paturusi:
- Nama asli Aspar Paturusi adalah Andi Sopyan Paturusi.
- Aspar Paturusi lahir pada tanggal 10 April 1943 di Bulukumba, Sulawesi Selatan.
