Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Jangan Ajari Aku Korupsi, Guruku (Karya Abdul Hakim)

Puisi "Jangan Ajari Aku Korupsi, Guruku" Karya Abdul Hakim mengangkat tema kejujuran dalam pendidikan dan pentingnya nilai moral dalam dunia akademik.

Jangan Ajari Aku Korupsi, Guruku


Kureguk ilmumu di saat aku dahaga akan ilmu
Kurasakan hangat kasih sayangmu kala engkau tebarkan teladan buat anakmu
Senyum sapa salammu setia menyambut kedatanganku
Tanpa kenal lelah engkau tebarkan kebajikanmu

Aku mungkin bukan anak yang pintar
Aku ingin meraup ilmu yang engkau ajar
Ilmumu aku goreskan dengan ujung pena
Di atas buku, kusimpan jejak tulisanmu penuh rasa
Kuhayati tutur katamu dengan sepenuh jiwa

Aku ke sekolah bukan ingin mengumpulkan pundi-pundi angka
Aku mungkin bukan anak yang layak menyandang juara
Aku hanyalah anak negeri yang ingin melukis masa depan dengan penuh asa
Aku ingin membekali diri dengan ilmu yang kau semaikan sepanjang masa

Aku ingin guruku memberi angka apa adanya
Bukan angka basa-basi biar aku terlihat anak digdaya
Menipu diriku, orang tua, dan seluruh bangsa
Meski aku tahu guruku takut dikatakan gagal mendidik anak bangsa
Terpaksa memberi angka yang cetar membahana
Di bawah ancaman tunjangan takkan cair kalau anak diberi angka apa adanya

Guruku, jangan ajari aku korupsi
Beri kami angka sesuai bukti yang engkau miliki
Itulah wajah kami yang masih harus belajar lebih keras lagi
Agar negeri ini kelak melahirkan generasi emas yang hakiki
Mampu berdikari taklukkan dunia yang kian berkompetisi
Bukan emas palsu yang menipu diri sendiri

Guruku, ajarkan kami sepenuh hati dengan kejujuran dan hati

Analisis Puisi:

Puisi "Jangan Ajari Aku Korupsi, Guruku" Karya Abdul Hakim mengangkat tema kejujuran dalam pendidikan dan pentingnya nilai moral dalam dunia akademik. Puisi ini menyoroti bagaimana sistem pendidikan dapat secara tidak langsung mengajarkan praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai kejujuran jika tidak dijalankan dengan benar.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah kritik terhadap sistem pendidikan yang terkadang lebih mengutamakan pencapaian angka atau nilai daripada proses belajar yang jujur. Puisi ini juga menyindir bagaimana praktik manipulasi angka dan nilai dapat membentuk generasi yang terbiasa dengan ketidakjujuran, yang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi bangsa.

Puisi ini bercerita tentang seorang siswa yang ingin mendapatkan pendidikan yang jujur dan bermakna dari gurunya. Ia menekankan bahwa dirinya tidak ingin mendapatkan angka yang tinggi hanya demi citra sekolah atau memenuhi standar tertentu. Ia ingin nilai yang diberikan berdasarkan usahanya sendiri, bukan karena tuntutan sistem yang tidak adil.

Selain itu, puisi ini juga menggambarkan bagaimana ketakutan guru terhadap kebijakan yang tidak adil dapat membuat mereka terpaksa memberikan nilai yang tidak sesuai dengan realitas akademik siswanya.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini menggambarkan perasaan frustrasi, harapan, dan kritisisme terhadap sistem pendidikan yang cenderung membentuk pola pikir pragmatis demi angka dan reputasi, bukan demi keilmuan yang sejati.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini mengajarkan pentingnya kejujuran dalam pendidikan. Pendidikan seharusnya membentuk karakter yang baik, bukan hanya mengejar angka dan prestasi semu. Melalui puisinya, Abdul Hakim mengajak guru dan seluruh sistem pendidikan untuk lebih mengedepankan nilai-nilai kejujuran agar dapat menciptakan generasi emas yang benar-benar berkompeten dan berintegritas.

Imaji

Puisi ini menghadirkan imaji tentang suasana sekolah, interaksi antara guru dan murid, serta gambaran tentang bagaimana ketidakjujuran dalam sistem pendidikan dapat berpengaruh pada masa depan seorang siswa dan bangsa secara keseluruhan. Penggunaan diksi seperti "aku ingin melukis masa depan dengan penuh asa" dan "emas palsu yang menipu diri sendiri" memperkuat gambaran tersebut.

Majas

Beberapa majas yang dapat ditemukan dalam puisi ini antara lain:
  • Majas Metafora: "Aku ingin melukis masa depan dengan penuh asa" menggambarkan keinginan siswa untuk membangun masa depannya dengan usaha sendiri.
  • Majas Personifikasi: "Aku ke sekolah bukan ingin mengumpulkan pundi-pundi angka" seolah-olah angka bisa dikumpulkan layaknya benda fisik.
  • Majas Hiperbola: "Angka yang cetar membahana" menegaskan bagaimana angka yang tinggi dapat menjadi sesuatu yang mengesankan, meskipun tidak mencerminkan kemampuan sebenarnya.
Puisi "Jangan Ajari Aku Korupsi, Guruku" merupakan kritik tajam terhadap sistem pendidikan yang lebih mementingkan citra daripada kejujuran. Abdul Hakim ingin menyampaikan pesan bahwa pendidikan seharusnya membentuk karakter yang jujur dan berintegritas, bukan sekadar membentuk siswa yang memiliki angka-angka bagus tetapi tanpa keterampilan dan pemahaman yang sejati. Melalui puisinya, ia mengajak guru dan masyarakat untuk membangun sistem pendidikan yang lebih jujur dan adil demi generasi yang lebih baik.

Sepenuhnya Puisi
Puisi: Jangan Ajari Aku Korupsi, Guruku
Karya: Abdul Hakim
© Sepenuhnya. All rights reserved.