Sumber: Impian Usai (2007)
Analisis Puisi:
Puisi "Terbakar Api Suci" karya Wayan Jengki Sunarta adalah sebuah karya yang penuh dengan simbolisme, menggambarkan penderitaan, pengasingan, dan perjuangan batin. Penyair menggambarkan tokoh dalam puisi ini sebagai seseorang yang terpinggirkan, terkutuk, dan terluka, tetapi masih menghadapi api suci yang menguji keberadaannya.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah penderitaan dan pencarian makna hidup yang tercermin dalam pengasingan, luka, dan api yang membakar jiwa. Penyair menggambarkan tokoh yang terbuang, terkutuk, dan terperangkap dalam penderitaan yang tidak kunjung usai. Namun, meskipun terbungkus dalam luka dan kegelapan, ada juga gambaran tentang pembersihan atau pemurnian melalui api suci, yang memberi nuansa keberanian dalam menghadapi penderitaan tersebut. Keputusasaan dan harapan bersatu dalam perjalanan batin tokoh yang digambarkan dalam puisi ini.
Makna Tersirat
Makna tersirat yang terkandung dalam puisi ini adalah gambaran tentang perjuangan individu yang terabaikan atau terbuang oleh masyarakat. Luka pembuangan dan api suci yang terbakar di tubuh sang tokoh bisa dimaknai sebagai proses pengorbanan dan pembersihan diri yang menuntut keberanian besar untuk menahan penderitaan demi mendapatkan pencerahan atau kebangkitan spiritual. Kucing hitam yang mabuk dalam puisi ini bisa diartikan sebagai simbol dari keputusasaan atau dorongan gelap yang datang dari dalam diri, sementara api suci adalah simbol dari harapan atau kesempatan untuk membaik atau terlahir kembali.
Penyair juga menggunakan unsur kesendirian dan pengasingan untuk menekankan betapa dalamnya penderitaan yang dialami sang tokoh. Luka pembuangan menggambarkan bagaimana seseorang bisa merasa terisolasi, baik secara fisik maupun emosional, dan kesendirian ini dapat menjadi ladang untuk perenungan yang lebih dalam tentang makna hidup dan penebusan.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang terbuang dan terluka, baik fisik maupun batin. Melalui perjalanan yang penuh dengan penderitaan, tokoh dalam puisi ini mengalami proses pembuangan dan pengorbanan yang membawa pada api suci—sebuah bentuk pembersihan atau pemurnian diri. Penyair menggambarkan bagaimana seseorang yang terkutuk, terpinggirkan, dan terluka bisa tetap bertahan dan mencari makna dalam penderitaan mereka. Penggambaran kucing hitam yang mabuk dan luka pembuangan menambah kesan suram dan tragis dalam perjalanan hidup sang tokoh.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini sangat gelap, suram, dan penuh penderitaan. Penyair menggambarkan dunia tokoh dengan citraan yang keras, seperti "kering dalam ladang-ladang hati" dan "luka pembuangan". Ini menunjukkan bagaimana keadaan emosional tokoh sangat tertekan dan terpuruk. Di sisi lain, suasana yang digambarkan dengan api suci memberikan nuansa paradoks—di balik penderitaan yang gelap ada harapan untuk pembebasan atau pembersihan spiritual.
Imaji
Puisi ini menggunakan imaji yang kuat dan penuh dengan simbolisme, antara lain:
- Imaji penderitaan: "ia yang terkutuk dari pintu ke pintu, diam dalam bisu langit, kering dalam ladang-ladang hati", menggambarkan tokoh yang terisolasi dan terpinggirkan, berjuang untuk bertahan dalam kesendirian yang penuh penderitaan.
- Imaji luka dan pengasingan: "lewat lubang angin, lewat lubang jasad, ia melintas dengan perih, luka pembuangan", yang memberikan kesan perjalanan penuh derita dan perasaan tidak diterima.
- Imaji keputusasaan dan keteguhan: "lihat, kucing hitam mabuk dalam rohnya mengais-ngais urat darahnya", menggambarkan sisi gelap dan putus asa dari tokoh yang hampir kehilangan arah, tetapi masih ada dorongan batin yang kuat.
- Imaji pembersihan: "ia terbakar api sucinya", yang menunjukkan bahwa penderitaan tersebut dapat mengarah pada pembebasan atau pemurnian diri, meski dengan harga yang sangat tinggi.
Majas
Puisi ini menggunakan beberapa majas untuk menggambarkan kedalaman emosi dan kesulitan yang dialami tokoh utama, antara lain:
- Metafora: "api sucinya" adalah simbol dari proses pemurnian atau penebusan melalui penderitaan. Api di sini tidak hanya berarti perih atau kehancuran, tetapi juga proses pembersihan yang membawa kepada kebangkitan.
- Personifikasi: "kucing hitam mabuk dalam rohnya" memberikan kehidupan pada simbol keputusasaan, menggambarkan perasaan yang hampir tidak terkendali, dan kehilangan kontrol atas diri sendiri.
- Simbolisme: "luka pembuangan", "lubang angin", dan "lubang jasad" menggambarkan pengasingan dan kehilangan, yang juga bisa melambangkan rasa terasing dari kehidupan sosial atau bahkan dari diri sendiri.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Puisi ini menyampaikan pesan tentang kesulitan hidup yang terkadang membawa seseorang pada penderitaan, namun juga menggambarkan bahwa penderitaan tersebut bisa menjadi jalan untuk pemurnian diri. Api suci yang terbakar pada tokoh utama bisa diartikan sebagai gambaran dari proses pembersihan yang mungkin sangat menyakitkan, tetapi mengarah pada perubahan atau kebangkitan spiritual. Pesan tersirat juga mengingatkan pembaca bahwa dalam kehidupan sering kali kita harus melewati penderitaan dan kesendirian untuk akhirnya menemukan makna hidup yang lebih dalam, atau untuk terlahir kembali sebagai individu yang lebih kuat.
Puisi "Terbakar Api Suci" karya Wayan Jengki Sunarta menggambarkan perjalanan seorang individu yang terbuang dan terluka, melalui penderitaan yang sangat mendalam, menuju proses pemurnian yang melibatkan api suci. Melalui gambaran luka pembuangan dan keputusasaan yang tercermin dalam kucing hitam yang mabuk, penyair menekankan perjuangan batin yang harus dilalui sebelum seseorang bisa menemukan penebusan atau pencerahan. Puisi ini menggambarkan bahwa meski dalam penderitaan yang dalam, ada harapan untuk terlahir kembali dan menjadi lebih baik.
Karya: Wayan Jengki Sunarta
Biodata Wayan Jengki Sunarta:
- Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
