Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Kesaksian Naga Merah (Karya A. Muttaqin)

Tema utama puisi “Kesaksian Naga Merah” adalah pengkhianatan, manipulasi, dan ketertipuan dalam perjalanan spiritual dan moral manusia.
Kesaksian Naga Merah

Ketika aku berjaga di pintu sorga, si bangsat itu menidurkan aku.
Pelan ia baca mantra, menebar serbuk buruk agar aku mengantuk.

Saat mulutku terbuka, si bangsat itu pun melesat ke mulutku.
Menipu lidahku, ia menjelma menjadi ulat laknat dan merambat

Merambat dan terus merambat menyusuri lorong gelap perutku
tepat saat aku bermimpi Tuhan tersenyum dan dengan kun bening

Menetaskan cacing kuning di usus besarku. Di situ, cacing kuning
menjadi kekasih si bangsat itu. Dan mereka kembali merambat

Merambat dan terus merambat dari gelap ke sisa lembab ususku

Seperti bertamasya mengarungi sisi buruk sang sorga yang dulu
ditinggalkan si bangsat itu demi menjaga jarak jejak dan cintanya.

Setelah bercinta-cintaan dengan si cacing kuning, si bangsat itu
menyusuri ujung anusku, bersembunyi di balik bongkahan bolku

Menunggu aku berak agar ia dapat keluar bersama kotoranku. Saat
kotoranku keluar, si bangsat itu lalu melompat ke pelataran sorga

Celingak-celinguk seperti munyuk lepas dari lubuk kutuk dan
mencari pasangan pengantin pemula yang dari mereka (nantinya)

Lahirlah engkau, si naga buta, setelah juru tipu merekayasa kitab
dan peta baru di mana sebentang ladang nun dijanjikan menunggu.

Di ladang itu (seperti dugaanmu) si bangsat itu meniup seruling
menjaga domba-domba sahaya sembari menunggang anak lembu.

2018

Analisis Puisi:

Tema utama puisi “Kesaksian Naga Merah” adalah pengkhianatan, manipulasi, dan ketertipuan dalam perjalanan spiritual dan moral manusia. Puisi ini menghadirkan narasi yang penuh simbol tentang manusia yang dikelabui oleh hasrat buruk dan pengaruh kotor dari dunia.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini cukup kompleks. Secara mendalam, puisi ini mengisyaratkan bahwa kebaikan manusia kerap dikotori oleh tipu daya yang halus dan licik, baik dari luar maupun dari dalam dirinya sendiri. "Si bangsat" yang merambat ke dalam tubuh, bercinta dengan cacing di usus besar, hingga keluar bersama kotoran, adalah simbol bagaimana keburukan menyusup ke dalam jiwa manusia, bersembunyi di sisi-sisi gelap dirinya, lalu perlahan mencemari kesucian.

Lebih jauh, puisi ini juga mengkritik agama atau spiritualitas yang kehilangan makna sejatinya. Naga buta yang lahir dari rekayasa kitab dan peta baru menyiratkan bahwa kebenaran seringkali dimanipulasi demi kepentingan tertentu, bahkan atas nama agama itu sendiri. Manusia yang mencari keselamatan di "sorga" justru terjebak oleh ilusi dan kepalsuan.

Puisi ini bercerita tentang kesaksian seorang penjaga sorga yang dikelabui oleh "si bangsat" — sosok simbolik yang mewakili nafsu buruk, kebohongan, dan manipulasi yang merusak kesucian. Si bangsat menyusup ke tubuh penjaga, menyebarkan pengaruh buruk, lalu melahirkan naga merah yang melambangkan kehancuran spiritual dan moral.

Kisah dalam puisi ini juga menyentuh pengkhianatan atas kesucian, di mana manusia yang seharusnya menjaga nilai luhur justru membiarkan dirinya dikuasai oleh kepalsuan yang dibungkus dalam janji-janji surga.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini gelap, penuh kegelisahan, absurd, dan penuh ironi. Ada ketegangan spiritual sekaligus kegetiran mendalam tentang manusia yang terjebak dalam ilusi keselamatan. Pembaca diajak masuk ke dunia yang kabur antara kesucian dan kenistaan, di mana sorga dan najis bercampur dalam narasi yang surealis.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Puisi ini menyampaikan pesan bahwa manusia harus waspada terhadap tipu daya yang menyusup ke dalam dirinya sendiri, bahkan dalam bentuk yang tampak suci sekalipun. Keselamatan sejati bukanlah sesuatu yang instan atau dijanjikan begitu saja, melainkan harus diperjuangkan dengan kesadaran dan kejujuran batin.

Puisi ini juga menyiratkan kritik sosial-religius, bahwa agama dan kepercayaan bisa diselewengkan menjadi alat manipulasi. Ketika ajaran suci dipelintir menjadi dogma kosong demi kepentingan segelintir orang, maka yang lahir bukanlah kebajikan, melainkan naga merah yang membawa kehancuran.

Imaji

Puisi ini sarat dengan imaji tubuh yang kotor dan penuh intrik, seperti:
  • Si bangsat merambat di usus besar — imaji menjijikkan yang menciptakan ketegangan antara kesucian dan najis.
  • Bercinta dengan cacing kuning — imaji yang menciptakan suasana surreal dan grotesk.
  • Lompat ke pelataran sorga bersama kotoran — imaji yang menggabungkan paradoks antara kesucian dan kenistaan.
  • Naga buta yang lahir dari kitab yang direkayasa — imaji yang menyiratkan manipulasi ideologi atau agama.

Majas

Puisi ini dipenuhi dengan majas-majas berikut:
  • Personifikasi: "si bangsat merambat" dan "cacing kuning menjadi kekasih".
  • Metafora: "si bangsat" sebagai simbol hawa nafsu, manipulasi, atau dosa.
  • Hiperbola: "menjaga domba sahaya sambil menunggang anak lembu" — gambaran yang dilebih-lebihkan untuk memperkuat ironi.
  • Simbolisme: naga merah sebagai simbol kehancuran spiritual, dan cacing kuning sebagai simbol kotoran batin yang merusak.

A. Muttaqin
Puisi: Kesaksian Naga Merah
Karya: A. Muttaqin

Biodata A. Muttaqin:
  • A. Muttaqin lahir pada tanggal 11 Maret 1983 di Gresik, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.