Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Peri Kecilku (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Peri Kecilku" karya Wayan Jengki Sunarta bercerita tentang seseorang yang meratapi kepergian sosok "peri kecil", yang kemungkinan merujuk ...
Peri Kecilku

tak mampu kutatap parasmu, peri kecilku
hanya bayangmu melintasi lengang petang
ke mana kau akan terbang?
sayapmu masih terlalu rapuh
untuk sekedar tetirah

suara serangga lelah merangkum malam
kabut pun luput dari jemari tanganmu
tak usai menebar getir, menyemai airmata

takdirmu hanya sampai di situ
apa yang mampu kubantu
untuk sekedar mengantarmu sampai di pintu
tanganku tak kuasa merengkuhmu

peri kecilku, matahari di bumi
mungkin bukan milikmu
kau telah punya matahari lain
di dunia yang lain
bercahayalah senantiasa
dalam lubuk terkelam kalbuku

kini, biarlah aku melamunkanmu
termangu di ambang pintu
menerawangi malam kelabu
mengenang waktu-waktu sembilu

jika saat itu tiba
ijinkan aku meraba parasmu
agar sempurna doaku
untukmu…

Karangasem, Bali, Juni 2009

Analisis Puisi:

Puisi "Peri Kecilku" karya Wayan Jengki Sunarta mengangkat tema kehilangan dan kerinduan. Penyair menggambarkan kesedihan mendalam terhadap seseorang yang telah pergi, kemungkinan besar seorang anak kecil atau sosok yang sangat dicintai.

Makna Tersirat

Puisi ini menyiratkan rasa duka yang mendalam akibat perpisahan, baik karena kematian maupun sebab lainnya. Kata-kata seperti "takdirmu hanya sampai di situ" dan "mungkin bukan milikmu, kau telah punya matahari lain di dunia yang lain" menunjukkan bahwa sosok yang disapa dalam puisi telah pergi ke alam lain. Penyair juga menggambarkan ketidakberdayaan dalam menghadapi kehilangan tersebut.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang meratapi kepergian sosok "peri kecil", yang kemungkinan merujuk pada anak atau seseorang yang lemah dan rapuh. Penyair ingin membantu dan melindungi, tetapi kenyataan berkata lain: takdir sudah menentukan bahwa mereka harus berpisah.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini sangat melankolis dan penuh kesedihan. Gambaran seperti "suara serangga lelah merangkum malam", "kabut pun luput dari jemari tanganmu", dan "mengenang waktu-waktu sembilu" menciptakan nuansa duka yang mendalam, seolah malam menjadi saksi bisu atas kehilangan yang dirasakan penyair.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini mengajarkan bahwa kehilangan adalah bagian dari kehidupan. Kita tidak selalu bisa menahan seseorang untuk tetap bersama kita, tetapi kita bisa mengenang dan mendoakannya agar tetap bersinar di tempat lain.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual dan imaji perasaan. Imaji visual terlihat dalam penggambaran seperti "kabut pun luput dari jemari tanganmu", yang menciptakan bayangan tentang sesuatu yang tak dapat digapai. Imaji perasaan muncul dalam ungkapan "mengenang waktu-waktu sembilu", yang menggambarkan kenangan penuh luka dan kesedihan.

Majas

  • Metafora: "peri kecilku" bisa menjadi metafora untuk seseorang yang lembut, rapuh, dan dicintai.
  • Personifikasi: "kabut pun luput dari jemari tanganmu" memberikan sifat manusiawi pada kabut, seolah-olah ia bisa disentuh.
  • Hiperbola: "menerawangi malam kelabu" memberikan kesan mendalam tentang kesedihan yang begitu pekat.
Puisi "Peri Kecilku" adalah ungkapan perasaan duka mendalam terhadap sosok yang telah pergi. Dengan bahasa yang puitis dan penuh imaji, penyair menggambarkan kehilangan dengan cara yang menyentuh hati. Melalui puisi ini, kita diajak untuk menerima perpisahan dengan ikhlas, meskipun rasa rindu tetap membekas.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Peri Kecilku
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.