Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Hasrat (Karya Iswadi Pratama)

Puisi "Hasrat" karya Iswadi Pratama bercerita tentang keretakan hubungan emosional antara dua individu. Tokoh “aku” dalam puisi ini masih menyimpan ..
Hasrat

Engkau telah lunak, kawanku
telah leleh sebelum rampung menggeledah palungku
telah lempang lempungmu di lumpang waktu

engkau telah dingin
serupa ingin yang tinggal angan dihembus angin
dalam kerangkamu yang seolah pasti, engkau telah pati

tapi aku masih mengasihimu, dengan cemas tentu
memberimu panas dengan kata yang tak pernah pas
engkau telah ke tepi dan tak berperi

aku menantimu di permukaan sempit ini
terjepit di antara frase yang telah lelah
tak jauh dari tempatmu menyerah

engkau telah membangunku dengan api juga sepi
mengangkatku dari tempat gelap itu
dan berhenti di seberkas terang yang terlalu kau puji

maafkanlah aku tak bisa memaafkanmu
terhadap yang kukasihi, aku penantang abadi
harusnya kita bertikai lebih keji

tapi kau berpaling dari hasrat
sebelum tamat kalimat
sebelum sudah sabahku kau sugu

Analisis Puisi:

Puisi "Hasrat" karya Iswadi Pratama adalah karya sastra yang sarat dengan emosi dan makna tersirat. Dengan gaya bahasa yang puitis dan penuh simbol, puisi ini menyuguhkan potret relasi batin yang kompleks antara dua sosok—mungkin sepasang kekasih, sahabat, atau entitas emosional yang lebih abstrak. Meskipun hanya terdiri dari beberapa bait, setiap lariknya memuat kepedihan, kekecewaan, dan juga cinta yang belum tuntas.

Tema Puisi Hasrat

Tema utama dalam puisi ini adalah keretakan hubungan dan perasaan yang belum tuntas. Dari awal hingga akhir, puisi ini mengisahkan tentang seseorang yang masih terjebak dalam perasaan terhadap sosok lain yang telah pergi atau berubah. Ada unsur penantian, pengkhianatan emosional, hingga penyesalan yang tak tersampaikan.

Puisi ini juga menyinggung hasrat sebagai bentuk keinginan batin yang belum terpenuhi. Hasrat, dalam konteks ini, bukan sekadar keinginan fisik, melainkan juga keinginan untuk dipahami, disayangi, dan dilanjutkan dalam relasi yang utuh.

Puisi ini bercerita tentang keretakan hubungan emosional antara dua individu. Tokoh “aku” dalam puisi ini masih menyimpan kasih, meski yang lain telah berubah dingin dan berpaling. Terdapat perasaan cemas, kesal, dan rindu yang bercampur menjadi satu, menunjukkan bahwa hubungan tersebut tidak selesai dengan baik. Ia berbicara tentang kehilangan semangat (dari pihak “engkau”), dan perasaan belum puas (dari “aku”) yang ingin melanjutkan pertarungan batin atau dialog yang belum tuntas.

Tokoh “aku” merasa ditinggalkan dalam ketidaksempurnaan; hasrat yang dulu menyala, kini telah padam bahkan sebelum waktunya. Ini menggambarkan konflik yang belum selesai, perpisahan yang belum benar-benar diterima.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini cukup dalam dan kompleks. Di balik larik-larik metaforisnya, tersimpan pesan tentang ketidaksanggupan manusia menerima akhir yang menggantung. Tokoh “aku” menyimpan dendam dan cinta dalam waktu yang sama. Ia ingin melanjutkan perjuangan batin itu, tapi “engkau” justru menyerah, menjauh, bahkan membeku.

Ada ironi dalam baris "maafkanlah aku tak bisa memaafkanmu". Ini menandakan bahwa memaafkan tidak selalu semudah itu, terutama ketika seseorang masih mengasihi. Makna tersirat lainnya adalah tentang kekecewaan terhadap seseorang yang menyerah terlalu cepat dalam sebuah hubungan atau perjuangan.

Majas

Iswadi Pratama menggunakan sejumlah majas yang memperkaya lapisan makna dalam puisinya, antara lain:
  • Metafora: Misalnya dalam baris “telah leleh sebelum rampung menggeledah palungku”, di mana ‘palung’ menjadi simbol dari kedalaman batin atau rahasia terdalam. ‘Menggeledah palungku’ berarti belum sepenuhnya memahami atau menyelami isi hati si “aku”.
  • Personifikasi: Dalam baris “dalam kerangkamu yang seolah pasti, engkau telah pati”, digunakan personifikasi untuk menggambarkan tubuh atau kerangka sebagai sesuatu yang menyimpan kematian (pati), seolah-olah memiliki kehendak atau takdir.
  • Paradoks: Terlihat dalam frasa seperti "aku masih mengasihimu, dengan cemas tentu" dan "maafkanlah aku tak bisa memaafkanmu". Ada kontras yang tajam antara kasih dan cemas, antara maaf dan ketidakmampuan memaafkan.
  • Hiperbola: Dalam baris "mengangkatku dari tempat gelap itu / dan berhenti di seberkas terang yang terlalu kau puji", puisi memperlihatkan dramatisasi kondisi emosional si “aku”.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji yang mengaktifkan pancaindra dan emosi pembaca:
  • Imaji visual: “seberkas terang yang terlalu kau puji”, menciptakan gambaran cahaya, simbol dari harapan atau pengharapan yang berlebihan.
  • Imaji rasa dan suasana: “engkau telah dingin / serupa ingin yang tinggal angan dihembus angin” — menggambarkan perasaan kehampaan dan ketidakberdayaan.
  • Imaji gerak: “terjepit di antara frase yang telah lelah” menciptakan kesan sesak, ketidaknyamanan dalam ruang batin.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi Hasrat terasa suram, getir, dan emosional. Ada perasaan sesak, luka batin, dan kesedihan yang menggantung. Penyair berhasil menghadirkan perasaan bahwa hubungan ini ditinggalkan dalam keadaan tidak selesai. Ada nuansa dramatis yang kuat, tapi tetap dalam nuansa lirih, seolah suara batin yang bicara dalam diam.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat dari puisi ini dapat ditafsirkan sebagai kritik terhadap sikap mudah menyerah dalam hubungan atau perjuangan batin. Ketika seseorang menyerah, bukan hanya hubungan yang hancur, tetapi juga menyisakan luka dan pertanyaan bagi yang ditinggalkan. Ada dorongan untuk menyelesaikan, bukan menghindar. Ada pula pesan tentang kesetiaan dalam perasaan, meskipun yang lain telah berbalik arah.

Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang “hasrat” itu sendiri — bahwa ia bukan sekadar keinginan fisik atau sesaat, tetapi juga bentuk dari cinta, komitmen, bahkan perjuangan batin yang tak mudah padam.

Puisi "Hasrat" karya Iswadi Pratama menunjukkan kekuatan puisi sebagai medium ekspresi emosi yang mendalam. Dengan gaya bahasa simbolik dan metaforis, ia menyentuh tema universal tentang cinta, kehilangan, dan pertarungan batin. Pembaca diajak tidak hanya untuk merasakan, tapi juga merenung—tentang apa yang belum selesai, dan mengapa kadang kita sulit benar-benar melepaskan.

Iswadi Pratama
Puisi: Hasrat
Karya: Iswadi Pratama

Biodata Iswadi Pratama:
  • Iswadi Pratama lahir pada tanggal 8 April 1971 di Tanjungkarang, Bandar Lampung, Lampung, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.