Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Satire Cinta (Karya Mustafa Ismail)

Puisi "Satire Cinta" karya Mustafa Ismail menggambarkan tentang betapa sering kita terjerat dalam rutinitas dan kebingungan hidup sehingga kita ...
Satire Cinta

Penjara jadi sangat akrab saat terpahami
membentuk butiran embun dan tarian rumput
kita kehilangan waktu untuk berbasa-basi
semua yang kita bicarakan adalah tanah lapang
dan kebun terserang hama

Kita bernyanyi di hotel-hotel
anak-anak menangis di kakinya
jalanan menjelma pentas besar pertunjukan
kita memilin urat bumi dan cerita esok pagi
untuk sepiring makanan
yang bakal kita kafankan malam nanti.

Banda Aceh, 6 Mei 1996

Sumber: Tarian Cermin (2007)

Analisis Puisi:

Puisi "Satire Cinta" karya Mustafa Ismail menggambarkan sebuah gambaran yang tajam dan satir tentang hubungan manusia dengan lingkungan, waktu, dan perasaan dalam konteks cinta.

Kontras Antara Alam dan Peradaban: Puisi ini membawa perasaan kontras antara alam dan peradaban. Penjara yang dicontohkan dalam puisi ini adalah simbol peradaban yang kontraproduktif dan menjauhkan manusia dari alam. Penjara membuat manusia kehilangan kontak dengan alam, dan hal ini digambarkan dengan indah melalui "butiran embun" dan "tarian rumput." Ini adalah cara penyair mengkritik bagaimana peradaban mengasingkan manusia dari alam.

Ketidaktahuan yang Sama: Puisi ini mencoba mengungkapkan perasaan ketidaktahuan manusia terhadap lingkungan sekitarnya. Manusia kehilangan waktu dengan hal-hal yang tidak bermakna ("kita kehilangan waktu untuk berbasa-basi") dan terlalu sibuk dengan urusan yang kurang penting. "Tanah lapang" dan "kebun terserang hama" mungkin merujuk pada kehilangan nilai-nilai alam dan ekologi.

Pertunjukan Kehidupan: Penyair menggambarkan kehidupan sebagai sebuah pertunjukan besar, dan perbandingannya dengan anak-anak yang menangis menunjukkan kurangnya keterlibatan manusia dalam realitasnya sendiri. "Jalanan menjelma pentas besar pertunjukan" bisa mengacu pada cara kita seringkali hanya memainkan peran dalam kehidupan kita daripada benar-benar mengalami dan merasakannya.

Hubungan yang Dalam: Puisi ini mencerminkan perasaan kehilangan dan ketidaktahuan dalam hubungan manusia. "Membentuk butiran embun" menunjukkan keindahan yang mungkin hilang dalam hubungan tersebut. Ada rasa perasaan tertahan di belakang lapisan dari apa yang tampak di permukaan. Penyair mungkin ingin menyampaikan bahwa cinta seringkali terlupakan dalam kerumitan hidup sehari-hari.

Kematian sebagai Realitas: Puisi ini ditutup dengan pengingat akan kematian. "Sepiring makanan yang bakal kita kafankan malam nanti" mengingatkan kita bahwa kematian adalah nasib akhir yang tak terhindarkan. Ini mungkin menggambarkan bahwa dalam kerumitan dan kebingungan kehidupan, kita sering lupa akan kematian yang akhirnya akan mengakhiri semuanya.

Puisi "Satire Cinta" adalah sebuah kritik satir terhadap kehidupan manusia, peradaban, dan hubungan cinta. Mustafa Ismail menghadirkan gambaran yang kuat tentang betapa sering kita terjerat dalam rutinitas dan kebingungan hidup sehingga kita lupa akan keindahan alam, cinta, dan kenyataan kematian.

Mustafa Ismail
Puisi: Satire Cinta
Karya: Mustafa Ismail

Biodata Mustafa Ismail:
  • Mustafa Ismail lahir pada tanggal 25 Agustus 1971 di Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.