Gadung (Dioscorea hispida) merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang tumbuh di wilayah tropis, termasuk Indonesia. Meski tergolong jarang dikonsumsi, makanan ini sering kali dimanfaatkan sebagai makanan pokok pengganti beras dan sagu oleh masyarakat di pedesaan. Namun, kita harus berhati-hati jika ingin mengkonsumsi gadung. Karena, gadung mengandung racun sianida yang bisa menyebabkan keracunan jika tidak diolah dengan benar. Selain itu apabila kita mengkonsumsi gadung secara berlebihan akan menyebabkan efek samping seperti pusing hingga muntah-muntah.
Umbi gadung di Indonesia banyak ditanam secara sengaja maupun tidak sengaja, umbi gadung tidak terlalu memerlukan perawatan khusus, terkadang dapat muncul dengan sendirinya, sehingga dapat dikatakan sebagai tanaman liar. Umbi gadung tumbuh menjalar atau merambat ke atas dengan batang berduri, panjangnya dapat mencapai 10-20 meter. Umbi gadung memiliki kandungan gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, serta mineral seperti kalsium, fosfor, dan zat besi. Namun, umbi gadung juga mengandung racun sianida yang berbahaya dan harus diturunkan kadar sebelum dikonsumsi.
Seorang ibu rumah tangga berasal dari Kabupaten Boyolali membuat inovasi agar seseorang dapat menikmati gadung sebanyak mungkin tanpa takut terkena efek samping dari gadung seperti pusing hingga muntah. Sebut saja Rebiyatun, beliau memodifikasi dari sebuah singkong menjadi rasa gadung. Kita semua tahu bahwa gadung dan singkong merupakan umbi-umbian yang memiliki karakteristik yang hampir sama dari kandungan gizi, bentuk, tempat tumbuh dan masih banyak lagi.
Rabiyatun memiliki ide ini berawal dari anaknya yang sangat suka makan keripik gadung, hingga pada saat anaknya mengeluh pusing dan mual karena terlalu banyak mengkonsumsi banyak kripik gadung. Selain itu dia melihat potensi singkong yang sangat melimpah di daerahnya, namun banyak petani kesulitan menjualnya karena harga yang kurang. Pada awalnya beliau mencoba membuat keripik singkong rasa gadung bermodalkan singkong seberat 10 kg. Beliau mempromosikan keripik dengan cara menitipakan ke warung dekat rumahnya. Respon tetangga sekitar sangat positif mengenai keripik singkong rasa gadung tersebut, akhirnya ibu Rebiyatun mulai menekuni usaha keripik singkong rasa gadung.
Proses pembuatan keripik singkong sangatlah rumit dan memakan waktu yang sangat lama. Pertama, Rebiyatun harus mencari singkong yang baik, tidak semua singkong dapat digunakan dalam pembuatan kripik singkong rasa gadung ini, apabila umur singkong sudah lebih dari 11 bulan akan menghasilkan singkong yang keras. Kedua, singkong dikupas dan dibersihkan dengan air mengalir hingga tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada singkong bersih. Ketiga, proses pemotongan pada awalnya Rebiyatun hanya mengandalkan pisau yang tajam untuk memotong singkong, namun berjalannya waktu beliau dapat membeli alat pasah agar mempercepat proses produksi. Keempat, proses perendaman singkong yang telah dipotong kemudian direndam 1 malam untuk menghilangkan getah yang terdapat pada singkong. Kelima, proses perebusan proses ini dilakukan agar singkong menjadi lunak. Keenam, proses penjemuran, penjemuran singkong dilakukan tergantung dengan terik matahari apabila musim kemarau proses pengeringan akan lebih cepat. Namun sebaliknya, apabila musim hujan akan menyebabkan proses pengeringan menjadi lebih lama. Dan yang terakhir proses penggorengan proses ini dilakukan dengan minyak yang sangat panas dan banyak.
Perjalanan Rebiyatun saat merintis usahanya tidak selalu mulus, ada beberapa rintangan yang harus beliau hadapi. Dari faktor internal Rebiyatun masih kesulitan mendapatkan rasa yang konsisten selain itu alat produksi yang manual membuat proses menjadi lama. Dari faktor eksternal beliau kesulitan dalam harga singkong yang selalu naik setiap tahunya, musim hujan yang sangat mempengaruhi proses produksi, pesaing yang tiba-tiba muncul mengikuti cara produksi keripik singkong rasa gadung tersebut.
Meskipun keripik singkong rasa gadung tergolong baru, konsumen sudah mulai melirik produk tersebut karena keunikannya. Rebiyatun merintis bisnisnya dengan mengikuti bazar UMKM yang diselenggarakan oleh pemerintah di daerahnya, selain itu faktor mulut ke mulut juga mempercepat konsumen mengetahui kripik singkong rasa gadung karena mereka penasaran, tapi justru ketagihan. Mereka menikmati rasa gurih asin dan rasa bawang yang sangat lezat, bahkan keripik singkong rasa gadung ini sering dijadikan sebagai oleh-oleh dari Boyolali.
Kini usaha keripik singkong rasa gadung milik Rebiyatun sudah berjalan 28 tahun, beliau dapat mempekerjakan karyawan sebanyak 5 orang. Orang-orang tersebut merupakan tetangga di daerah rumahnya yang tidak memiliki penghasilan, sebagian besar merupakan ibu rumah tangga. Beliau merasa bangga dapat membantu membuka lapangan kerja bagi orang-orang yang membutuhkan di daerahnya. Setiap hari, mereka bekerja mulai dari pengupasan, memotong, menggorengan, hingga pengemasan. Rebiyatun juga sering di undang sebagai narasumber UMKM untuk menjelaskan bagaimana membuat, mengelola, dan strategi yang digunakan hingga menjadi bisnis yang dikenal banyak orang di daerahnya.
Harapan ke depannya, Rebiyatun bercita-cita agar keripik singkong rasa gadung lebih dikenal di masyarakat luar tidak hanya di daerah Boyolali saja, bahkan beliau berharap bisnis yang ia jalankan dapat Go Internasional. Beliau juga berharap dapat segera mengurus izin BPOM dan memiliki sertifikat halal agar dapat dipasarkan secara aman. Selain itu, beliau juga ingin agar dapat meningkatkan tenaga kerja, sistem produksi dan pemasaran yang lebih efektif lagi.
Kisah Rebiyatun menjadi bukti bahwa dengan ketekunan, inovasi, dan keberanian mengambil peluang, usaha kecil bisa tumbuh menjadi besar. Keripik singkong rasa gadung, camilan sederhana yang kerap dianggap remeh, ternyata menyimpan potensi ekonomi luar biasa jika dikelola dengan baik. Tidak hanya menguntungkan secara finansial, usaha ini juga memberi dampak sosial dengan memberdayakan masyarakat sekitar. Selain itu, dengan usaha keripik singkong yang Rebiyatun tekuni beliau dapat menyekolahkan anaknya hingga ke sebuah universitas negeri TOP 10 di Indonesia.
Biodata Penulis:
Sri Lestari, lahir pada tanggal 12 September 2005 di Boyolali, saat ini aktif sebagai mahasiswa, Ekonomi Pembangunan, di Universitas Negeri Sebelas Maret. Ia suka sekali membaca Alternate Universe (AU) melalui media sosial, seperti TikTok atau X. Penulis bisa disapa di Instragram @srletari__