Bahtera Nuh
Bahtera Nuh terdampar di puncak dunia
Itu kata riwayat
Bahtera Nuh terdampar di pangkuan Tuhan
Itu kataku
Air bah pun surut
Ke mana?
Terapung naik jung bertujung
Tempat berteduh Nuh kekasih-Mu
Itu kata Amir Hamzah
Bahtera Nuh menempuh arah haluan
Tanahair baru umat manusia
Itu kataku
Beribu-ribu tahun telah berlalu
Bahtera Nuh lego jangkar
Tidak di laut, tidak di pelabuhan
Tetapi di sini
Di desa kecil di pedalaman Sumbawa
Tempat sang gembala kehilangan ternak
Sang Nakhoda tertegun seakan kehilangan arah
Ini bukan tanah Arab, Tanahair para nabi
Bukan pula Lebanon tempat saudara saling membunuh
Aku tidak bisa menemukan sang Nabi.
Sumber: Perjalanan Berdua (1999)
Analisis Puisi:
Puisi "Bahtera Nuh" karya A.D. Donggo mengangkat kisah legendaris bahtera Nabi Nuh sebagai simbol dan metafora yang sarat makna. Melalui puisi ini, penyair mengajak pembaca merenungkan perjalanan manusia, makna keberadaan, dan keterasingan dalam konteks sejarah dan ruang lokal.
Tema
Tema utama puisi ini adalah perjalanan spiritual dan eksistensial manusia yang terhubung dengan kisah Nabi Nuh. Selain itu, puisi menyentuh tema tentang pencarian asal-usul dan makna hidup dalam konteks modern dan lokal.
Makna Tersirat
Secara tersirat, puisi ini menyampaikan perasaan kehilangan arah dan keterasingan dalam dunia yang terus berubah. Bahtera Nuh yang semula menjadi simbol keselamatan dan tempat berlindung kini "terdampar" di tempat yang jauh dari akar kisah aslinya. Ini menggambarkan bagaimana nilai-nilai suci dan tradisi bisa terasa jauh atau hilang maknanya di tengah kehidupan kontemporer.
Puisi ini bercerita tentang keberadaan Bahtera Nuh yang tidak hanya sebagai kisah sejarah atau mitos, tetapi juga sebagai simbol perjalanan umat manusia menuju tanah baru atau harapan baru. Namun, ada juga nuansa kegelisahan saat sang “Nakhoda” atau pemimpin kehilangan arah dan tidak menemukan Nabi, simbol kepemimpinan dan petunjuk spiritual.
Suasana dalam Puisi
Meski tidak eksplisit, puisi ini menampilkan suasana renungan yang dalam, sedikit sendu, dan penuh pertanyaan eksistensial. Ada perpaduan antara perasaan harapan akan tanah baru dan kegelisahan karena kehilangan jejak dan arah.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah:
- Pentingnya mencari dan menjaga nilai-nilai spiritual dan tradisi di tengah perubahan zaman.
- Kesadaran bahwa perjalanan manusia tidak selalu mudah dan penuh tantangan, termasuk kehilangan arah dan keraguan.
- Bahwa tempat dan waktu bisa berbeda, namun makna dan pencarian akan keselamatan dan petunjuk tetap relevan.
Imaji
Puisi ini sarat dengan imaji yang kuat, antara lain:
- "Bahtera Nuh terdampar di puncak dunia" memberikan gambaran fisik yang kuat tentang bahtera yang kini tidak lagi di laut, melainkan di tempat tinggi dan terpencil.
- "Terapung naik jung bertujung" menimbulkan visual perahu tradisional yang mengapung di daratan, menggambarkan ketidaksesuaian dan ketegangan antara laut dan darat.
- "Di desa kecil di pedalaman Sumbawa" membawa pembaca pada konteks lokal yang sangat spesifik dan nyata, menambah kedalaman makna puisi.
Majas
Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini:
- Metafora: Bahtera Nuh sebagai simbol perjalanan umat manusia dan pencarian spiritual.
- Personifikasi: Bahtera yang "lego jangkar", seolah-olah melepaskan diri dari ikatan lama.
- Simbolisme: Bahtera sebagai lambang keselamatan dan harapan, namun juga keterasingan.
Puisi "Bahtera Nuh" karya A.D. Donggo menyajikan refleksi mendalam tentang perjalanan manusia, tradisi, dan makna keberadaan melalui simbol bahtera Nabi Nuh. Melalui gambaran yang kuat dan makna tersirat yang kaya, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang asal-usul, harapan, dan pencarian arah hidup di dunia yang semakin kompleks dan berubah.
Karya: A.D. Donggo
Biodata A.D. Donggo:
- A.D. Donggo lahir pada tanggal 21 Desember 1931 di Bima, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.