Dari Sebuah Jendela
Jendela yang mengetuk-ketuk deras hujan
Adalah bayangmu yang tiba-tiba bersalam
Lalu kau buka mantel dan memeras
Gerai rambut yang bercucuran
Adakah yang lebih puitik
Ketimbang senyummu yang gemetar
Lalu binar mata dan bening suaramu
Menghaluskan ini jiwa dalam dingin yang nanar
Duduklah, nikmati kopi
Dan jangan dulu berkata-kata
Biarkan sejarah yang barusan berputar
Mengheningkan resah sembari
Memijit-mijit kalbu yang kepegalan
Oleh daun-daun yang menempelkan tangan di kaca
Jendela itu kembali terbuka
Mempersilakan tangismu menerobos
Bersama luruh angin yang luka.
Analisis Puisi:
Puisi "Dari Sebuah Jendela" karya Zainal Arifin Thoha adalah lukisan emosi yang halus dan intim, disampaikan melalui metafora hujan, jendela, dan percakapan diam dalam ruang batin. Melalui suasana yang sunyi namun intens, penyair menggambarkan momen pertemuan yang sarat kenangan dan luka lama yang kembali menyeruak.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah kenangan dan pertemuan emosional, yang dikaitkan dengan hujan dan suasana jendela sebagai simbol dari batas antara masa lalu dan masa kini. Ada pula tema kerinduan dan luka batin yang belum selesai, yang hadir dalam bentuk pertemuan diam-diam dan pengakuan tanpa kata.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa rasa sakit, cinta, dan kenangan tidak selalu harus diungkapkan secara verbal. Ada kalanya, diam dan keheningan jauh lebih kuat untuk mengungkapkan emosi terdalam. Jendela yang terbuka, tetesan air hujan, dan suara gemetar menjadi lambang bagaimana memori bisa tiba-tiba menyeruak dan menghidupkan kembali luka atau harapan lama yang telah terkubur.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang dikunjungi oleh bayangan atau sosok dari masa lalu, mungkin kekasih lama, saat hujan turun dan jendela menjadi saksi kehadiran itu. Ada momen keheningan, secangkir kopi, dan percakapan batin yang terjadi tanpa banyak kata. Air mata yang muncul pada akhir puisi menjadi klimaks emosional dari pertemuan ini.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini sunyi, sendu, dan reflektif. Hujan deras, jendela yang diketuk, dan kopi panas menciptakan suasana yang nyaman sekaligus melankolis. Ada ketenangan luar yang menyelimuti kegelisahan dalam diri tokoh liris.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat yang bisa ditarik dari puisi ini adalah bahwa setiap kenangan, meskipun menyakitkan, memiliki kekuatan untuk menyembuhkan jika dihadapi dengan ketenangan dan penerimaan. Diam bukan berarti hampa; justru dalam diam, perasaan paling dalam bisa dipahami. Puisi ini juga mengajak pembaca untuk memberi ruang pada emosi yang datang secara tak terduga, dan tidak memaksakan semua harus dijelaskan secara logis atau verbal.
Imaji
Puisi ini dipenuhi oleh imaji visual dan auditif yang kuat:
- “jendela yang mengetuk-ketuk deras hujan” menciptakan gambaran nyata suasana hujan yang mengusik.
- “gerai rambut yang bercucuran” menghadirkan citra fisik yang detail dan lembut.
- “daun-daun yang menempelkan tangan di kaca” adalah imaji puitik yang menggambarkan interaksi alam dengan ruang batin manusia.
- “tangismu menerobos bersama luruh angin yang luka” menciptakan imaji emosional yang dalam dan dramatis.
Majas
Beberapa majas penting dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi: “jendela yang mengetuk-ketuk deras hujan”, seolah jendela hidup dan ikut merespons hujan.
- Metafora: “luruhan angin yang luka” menggambarkan suasana hati yang terluka dalam bentuk elemen alam.
- Hiperbola: “menghaluskan ini jiwa dalam dingin yang nanar” memperkuat efek emosional melalui ungkapan ekstrem.
- Simbolisme: Jendela sebagai simbol batas dunia dalam dan luar, juga simbol antara masa lalu dan masa kini.
Puisi "Dari Sebuah Jendela" adalah puisi yang tidak berteriak, tetapi berbisik lembut kepada pembacanya, membiarkan emosi mengalir dalam diam. Dengan kekuatan metafora dan suasana yang intim, Zainal Arifin Thoha berhasil menyampaikan betapa kompleksnya perasaan manusia—antara kenangan, cinta, dan luka—yang semua bisa hadir hanya lewat hujan di sebuah jendela.
Puisi: Dari Sebuah Jendela
Karya: Zainal Arifin Thoha
Biodata Zainal Arifin Thoha:
- KH. Zainal Arifin Thoha lahir di Kediri, pada tanggal 5 Agustus 1972.
- KH. Zainal Arifin Thoha meninggal dunia pada 14 Maret 2007.