Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Fragmen (Karya Abdul Hadi WM)

Puisi “Fragmen” karya Abdul Hadi W.M. bercerita tentang seseorang yang sedang merenungkan kehadiran orang yang dirindukan—mungkin seorang kekasih, ...
Fragmen


Belumkah ada lindap sebelum
kau kembali ke kamar
yang suram dan kutandai musik beku?
Bayangan itu jadi gerimis
dan meleleh di kebon rumah yang gelap

Aku jadi garang pada malam seperti itu
dan ingin kukecup bibirmu semutlak mungkin
seperti juga hujan di padang-padang
dengan ringkik kuda yang memburu mega terbit

Rampungkan sepimu dan matangkan dagingmu
sampai jadi lengkap perjalanan kita nanti
pelancongan menuju dunia tanpa penyesalan
hingga pada suatu hari nanti
aku tak lagi bermimpi
tentang gua di rimba perburuan itu.

1971

Sumber: Anak Laut Anak Angin (1984)

Analisis Puisi:

Puisi “Fragmen” karya Abdul Hadi W.M. adalah potret puitik dari pengalaman emosional yang personal, dalam, dan nyaris mistis. Sebagaimana judulnya, puisi ini seperti kepingan dari narasi yang lebih besar, mengandung luapan rindu, hasrat, dan pencarian spiritual dalam suasana yang sepi namun intens. Lewat diksi yang padat makna, puisi ini menggugah pembaca untuk masuk ke ruang batin penyair yang sunyi namun penuh gejolak.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah kerinduan yang eksistensial, perpaduan antara hasrat pribadi, penantian, dan pencarian makna hidup. Puisi ini tak hanya bicara tentang rindu terhadap seseorang, tetapi juga rindu terhadap keutuhan, pencerahan, atau bentuk cinta yang menyeluruh.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang sedang merenungkan kehadiran orang yang dirindukan—mungkin seorang kekasih, atau mungkin juga bagian dari dirinya sendiri yang hilang. Ia berbicara kepada sosok "kau", membayangkan pertemuan, mencium dalam-dalam, dan menginginkan kebersamaan yang utuh hingga ke masa depan. Namun semua itu dibungkus dalam suasana ambigu antara nyata dan mimpi, antara hasrat dan spiritualitas.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa manusia tidak hanya mendambakan kehadiran fisik seseorang, tetapi juga keutuhan spiritual dalam perjalanan hidupnya. Kerinduan di sini bukan hanya soal asmara, melainkan juga tentang mengisi kekosongan batin, melewati keterasingan, dan menemukan kedamaian di akhir perjalanan. “Dunia tanpa penyesalan” mengisyaratkan harapan akan hidup yang utuh dan bermakna.

Unsur Puisi

Puisi ini terdiri dari tiga bait, dua bait pertama masing-masing memiliki empat baris, dan bait terakhir terdiri dari enam baris, membentuk struktur 4-4-6. Pola rima dalam puisi ini tidak teratur, mencerminkan gaya bebas yang lebih mengedepankan ekspresi batin daripada keterikatan bentuk. Unsur-unsur utama lain yang menonjol adalah penggunaan citraan yang kuat, nuansa simbolik, dan diksi yang padat makna.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang terasa dalam puisi ini adalah melankolis, sunyi, dan penuh gejolak batin. Ada rasa rindu yang dalam, keterasingan, dan harapan akan pertemuan yang menyeluruh. Suasana ini memperkuat kesan bahwa yang dirindukan bukan hanya fisik, tetapi juga spiritual.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat ditarik dari puisi ini adalah bahwa rasa rindu, perjalanan batin, dan harapan untuk hidup tanpa penyesalan adalah bagian dari kehidupan manusia. Puisi ini mengajak pembaca untuk berani menghadapi kesepian, memaknai hasrat, dan menjalani perjalanan hidup dengan kesadaran akan makna yang lebih dalam.

Imaji

Puisi ini penuh dengan imaji-imaji puitik yang kuat, antara lain:
  • “bayangan itu jadi gerimis / dan meleleh di kebon rumah yang gelap” — menghadirkan suasana visual dan emosional yang lembut dan sendu.
  • “seperti juga hujan di padang-padang / dengan ringkik kuda yang memburu mega terbit” — gambaran imajinatif yang kuat tentang hasrat dan kerinduan yang memburu harapan.
  • “gua di rimba perburuan itu” — metafora tentang ruang batin yang misterius, tempat pencarian, atau bahkan masa lalu yang membekas.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi: “musik beku” dan “bayangan itu jadi gerimis” — memberi sifat hidup pada benda atau suasana untuk memperkuat kesan emosional.
  • Metafora: “aku jadi garang pada malam seperti itu” — menyiratkan ledakan perasaan tanpa menyebut secara langsung bentuknya.
  • Simile (perbandingan langsung): “seperti juga hujan di padang-padang” — menyandingkan ciuman dan hujan sebagai bentuk intensitas kerinduan.
  • Hiperbola: “kukecup bibirmu semutlak mungkin” — menunjukkan luapan hasrat yang penuh.
Puisi “Fragmen” karya Abdul Hadi W.M. adalah potret puitik tentang kerinduan yang melampaui batas fisik, tentang pencarian batin yang lirih namun menggugah. Struktur bebas dan diksi puitisnya memperkuat kesan bahwa puisi ini bukan sekadar ungkapan cinta, melainkan juga refleksi eksistensial tentang keutuhan hidup dan ketidaksempurnaan manusia. Ia adalah fragmen—kepingan yang utuh—dari sebuah perjalanan spiritual dan emosional.

Puisi: Fragmen
Puisi: Fragmen
Karya: Abdul Hadi WM

Biodata Abdul Hadi WM:
  • Abdul Hadi WM (Abdul Hadi Widji Muthari) lahir di kota Sumenep, Madura, pada tanggal 24 Juni 1946.
  • Abdul Hadi WM adalah salah satu tokoh Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.