Ing Kreteg Kaliwangan Ana Rembulan Jingga
kang sumampir ing pucuking papringan
kuwi dudu sukmane jaka lodhang
uga dudu sukmane si gatholoco
apa maneh seh siti jenar
kuwi mono atiku
ing kreteg kaliwangan
ing sandhuwure kali lusi kang nakal
ana rembulan jingga kang tanpa aran
lunga teka ing lawange swarga loka
ing sela selane mega
nggawe lelana atiku kang ngumbara
urip mono kubahe sengsara
urip mono mung leladi dosa
apa sliramu durung percaya?
mara enggal tamatma
suling kan dumeling ing pucuking pring
kuwi suling ati lan jiwa raga
lan kreteg kaliwangan kang ambrol ndhepani tirta
kuwi ibarate ilange panjangka
antarane gusti lan kawula
Blora, 6 September 1984
Jayabaya, 1984
Sumber: Antologi Puisi Jawa Modern Jawa Timur 1981-2008 (2011)
Analisis Puisi:
Puisi “Ing Kreteg Kaliwangan Ana Rembulan Jingga” karya Suripan Sadi Hutomo adalah puisi kontemplatif yang penuh nuansa simbolis dan spiritual. Dengan metafora alam, tokoh-tokoh mistik, dan suasana malam yang melankolis, puisi ini menghadirkan renungan eksistensial mengenai hubungan manusia dengan kehidupan, dosa, penderitaan, dan harapan akan keselamatan.
Tema
Tema utama puisi ini adalah pencarian makna hidup dalam keterasingan dan penderitaan, serta jarak antara manusia dan Tuhan. Ada pula dimensi religius dan spiritual yang dalam, yang dikemas melalui simbol-simbol mistik dan refleksi batin.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang merenung di tengah malam, berada di jembatan Kaliwangan, di atas Sungai Lusi yang digambarkan "nakal". Ia melihat rembulan jingga yang muncul di sela-sela awan. Semua elemen ini menjadi cermin dari perjalanan batin, pencarian jati diri, dan kesadaran akan dosa dan penderitaan. Jembatan yang runtuh menjadi lambang runtuhnya harapan atau hubungan spiritual antara manusia dan Tuhannya.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini sangat dalam dan bersifat simbolik:
- Jembatan yang ambrol mencerminkan putusnya koneksi spiritual antara manusia dan Tuhan (dalam bait terakhir: “ilange panjangka antarane gusti lan kawula”).
- Rembulan jingga adalah simbol harapan samar, mungkin juga ilusi akan keindahan dan ketenangan yang sulit diraih.
- Ada juga pengingkaran terhadap dunia fana, bahwa hidup adalah rangkaian penderitaan dan kesalahan (“urip mono kubahe sengsara, urip mono mung leladi dosa”).
- Penyair seolah mengajak pembaca untuk sadar akan kefanaan hidup dan pentingnya kembali pada kesadaran spiritual (“mara enggal tamatma” = mari segera insaf/kembali).
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini adalah sunyi, kontemplatif, dan penuh nuansa malam yang hening namun bergolak di dalam hati. Rembulan jingga dan sungai yang liar menambah kesan melankolis dan spiritual, seperti berada di ambang dunia fana dan alam lain yang tidak kasat mata.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan-pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini:
- Hidup tidak selamanya indah; penderitaan dan dosa adalah bagian darinya, tapi kesadaran akan hal itu bisa menjadi jalan menuju pencerahan.
- Hubungan spiritual dengan Tuhan bisa hilang jika manusia terlalu larut dalam dunia, namun masih bisa dicari kembali melalui perenungan dan kesadaran diri.
- Kita harus segera “tamatma” atau insaf sebelum semuanya terlambat.
Imaji
Puisi ini kuat dalam membangun imaji visual dan simbolik:
- “Ing kreteg kaliwangan / ing sandhuwure kali lusi kang nakal” — membentuk imaji jembatan sunyi di atas sungai liar, menciptakan kesan tempat transisi antara dunia dan alam spiritual.
- “Ana rembulan jingga... ing sela-selane mega” — menggambarkan bayangan rembulan jingga sebagai cahaya samar dalam kegelapan batin.
Imaji alat musik bambu “suling ing pucuking pring” membentuk suasana magis sekaligus melankolis.
Majas
Puisi ini kaya akan majas simbolik dan metaforis, di antaranya:
- Metafora: “suling ati lan jiwa raga” — suling yang bukan benda fisik, tapi lambang dari suara hati dan jiwa.
- Personifikasi: “kali lusi kang nakal” — sungai digambarkan punya sifat manusia, menciptakan suasana liar dan tak terduga dari alam.
- Simbolisme: “kreteg ambrol” sebagai simbol dari runtuhnya iman, harapan, atau koneksi spiritual.
- Alusi: Menyebut tokoh-tokoh seperti Jaka Lodhang, Gatoloco, Siti Jenar — tokoh-tokoh kontroversial dan mistik dalam sejarah Jawa yang masing-masing membawa makna perlawanan, keraguan terhadap norma, dan pencarian spiritual.
Puisi “Ing Kreteg Kaliwangan Ana Rembulan Jingga” bukan sekadar puisi tentang alam malam, tetapi sebuah meditasi eksistensial dan spiritual. Suripan Sadi Hutomo menggunakan kekayaan simbol budaya Jawa dan lanskap alam untuk menyampaikan perasaan manusia yang terombang-ambing dalam dunia yang fana, berdosa, namun masih mencari cahaya. Dengan gaya bahasa puitis yang dalam, puisi ini mengajak kita untuk merenung dan “tamatma”—mencari jalan pulang menuju keheningan yang sejati.
Karya: Suripan Sadi Hutomo
Biodata Suripan Sadi Hutomo:
- Suripan Sadi Hutomo lahir pada tanggal 5 Februari 1940 di Ngawen, Blora.
- Suripan Sadi Hutomo meninggal dunia pada tanggal 23 Februari 2001 di Surabaya.