Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Kekasih (Karya Iyut Fitra)

Puisi "Kekasih" karya Iyut Fitra bercerita tentang perasaan cinta yang tumbuh dalam situasi yang tidak ideal. Penyair menggambarkan dirinya dan ...
Kekasih

Seperti kelelawar patah sayap. Paruh dan cakar digantung bulan. Kemudian kau datang membawa sarang. Berumahlah di tebing ini. Di hatiku gerimis dan hujan bersusulan gulung halimun. Langit jadi seputih kapas. Tidakkah kaurindu musim bersebadan segera datang? Dan begitu saja aku telah memujamu. Duhai!

Bagai anak kijang berkaki pincang. Sepi tersemai di tengah padang. Lalu kaugamit angin ragu arah. Singgahlah di rindang ini. Kemarau di luar akan panjang. Limbubu berkesiur datang membakar pohon-pohon. Hanya lumut lembah di setiap jalan. Kau akan tersesat sebelum hari jatuh petang. Dalam gamang, tiba-tiba, aku mencintaimu. O!

Semisal rerama dan bebunga. Duri-duri merindu darah. Setelahnya kaubuka diri untuk ngilu. Hinggaplah di ranting ini. Cuaca di tubuhmu rapuh. Bunga-bunga kuncup juga bunga-bunga kembang meliuk meminta warnamu. Kau akan kehilangan cinta di setiap senja. Begitulah aku serahkan birahi ke hasratmu. Wahai!

Semisal aku dan engkau. Dua petualang dan juga mungkin dua jurang. Kita bertemu ketika waktu lelah dalam jumlah. Malam digelapkan kunang-kunang riang. Gigil jua yang bersandar. Kauceritakan tentang sepasang kekasih kesepian di ujung renung dan tanganku kaugenggam. Demikianlah, aku pun berkasih kepadamu. Duh!

Payakumbuh, 2009

Sumber: Kompas (Minggu, 18 Oktober 2009)

Analisis Puisi:

Puisi "Kekasih" karya Iyut Fitra merupakan karya liris yang sarat dengan imaji, simbolisme, dan metafora, menggambarkan dinamika batin seorang penyair dalam meresapi cinta. Dengan bahasa yang puitis dan kaya makna, puisi ini memotret hubungan dua insan dalam suasana perasaan yang kompleks—antara rindu, getir, pengharapan, hingga penyerahan.

Tema

Tema utama dari puisi ini adalah cinta dan kerentanannya. Cinta dalam puisi ini hadir dalam rupa yang lembut sekaligus getir—cinta yang datang di tengah kehampaan, cinta yang tumbuh di bawah bayang-bayang luka dan keraguan, namun tetap dicintai sepenuh hati.

Puisi ini bercerita tentang perasaan cinta yang tumbuh dalam situasi yang tidak ideal. Penyair menggambarkan dirinya dan kekasihnya seperti dua makhluk terluka, dua pengembara yang bertemu ketika waktu sudah lelah. Cinta itu tidak hadir dalam keadaan sempurna, melainkan dalam kepincangan, kegamangan, bahkan ancaman kehilangan. Meskipun begitu, cinta tetap tumbuh dan dinyatakan secara puitik.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah kesadaran akan cinta yang hadir dalam keterbatasan dan kesementaraan. Penyair seperti ingin mengatakan bahwa cinta tidak selalu datang dalam bentuk yang indah dan mulus. Kadang cinta muncul dalam patah, luka, dan gamang. Namun, justru di situlah letak keindahan dan kedalamannya. Selain itu, puisi ini juga menyiratkan penerimaan total terhadap kekasih dan keadaan, walau tahu bahwa cinta itu bisa saja tidak bertahan selamanya.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi terasa melankolis, lembut, dan kontemplatif. Ada nuansa kesedihan yang samar, namun tidak jatuh dalam keputusasaan. Justru dari suasana tersebut, muncul pengharapan dan ketulusan yang lirih.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan bahwa cinta adalah keberanian untuk menyerahkan diri dalam kerentanan, dan bahwa pertemuan dua jiwa yang rapuh tetap bisa melahirkan keindahan, meskipun cinta itu tidak sempurna. Cinta tidak harus selalu terang dan kuat, kadang justru dalam gelap dan lelah, cinta bisa menemukan ruangnya.

Imaji

Iyut Fitra menghadirkan imaji yang kuat dan puitik, seperti:
  • “Seperti kelelawar patah sayap. Paruh dan cakar digantung bulan” — membangkitkan bayangan tentang makhluk yang terluka di bawah sinar malam.
  • “Bagai anak kijang berkaki pincang. Sepi tersemai di tengah padang” — imaji padang yang luas dan kesepian yang nyata.
  • “Semisal rerama dan bebunga. Duri-duri merindu darah” — mempertemukan keindahan dan bahaya dalam satu metafora.
  • “Malam digelapkan kunang-kunang riang” — menciptakan suasana kontras antara gelap dan cahaya kecil yang riang.
Semua ini memberi kekayaan visual dan emosional dalam pembacaan puisi.

Majas

Puisi ini didominasi oleh majas metafora dan simile, antara lain:
  • Simile / perbandingan langsung: “Seperti kelelawar patah sayap”, “Bagai anak kijang berkaki pincang”, “Semisal rerama dan bebunga”.
  • Metafora: “Langit jadi seputih kapas”, “Duri-duri merindu darah”, “Kemarau di luar akan panjang”, “Bunga-bunga kuncup juga bunga-bunga kembang meliuk meminta warnamu”.
  • Personifikasi: “Sepi tersemai”, “Duri-duri merindu”, “Bunga-bunga minta warnamu”.
Majas-majas ini memperkuat nuansa puitis dan memperdalam pesan emosional dalam setiap bait.

Puisi “Kekasih” karya Iyut Fitra adalah puisi yang menyentuh sisi paling dalam dari pengalaman mencintai—penuh keraguan, kegetiran, namun juga keindahan dan keikhlasan. Dengan kekuatan imaji dan permainan bahasa yang khas, puisi ini berhasil menyampaikan bahwa cinta bukan soal kepastian, melainkan soal keberanian untuk hadir dan menyerah di tengah ketidaksempurnaan.

Iyut Fitra
Puisi: Kekasih
Karya: Iyut Fitra

Biodata Iyut Fitra:
  • Iyut Fitra (nama asli Zulfitra) lahir pada tanggal 16 Februari 1968 di Nagari Koto Nan Ompek, Kota Payakumbuh, Sumatra Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.