Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Percakapan Hening (Karya Herwan FR)

Puisi "Percakapan Hening" karya Herwan FR bercerita tentang dua orang yang pernah bertemu dan kini berada di ambang perpisahan. Namun, perpisahan ...
Percakapan Hening

Sebatas apakah engkau pahami pertemuan kita?
Teramat dangkal ketika aku atau engkau harus selalu
jujur menjawabnya. Memang demikian: ada kalanya harus
saling membohongi diri sendiri, mengisi dan menjawab teka-
teki dalam hati dengan ungkapan dan dugaan-dugaan. Tapi
memang siapa yang lebih akrab mengajari kita selain batin
kita sendiri yang terus menerus memendarkan pudar cahaya
warna-warni, ke sela lubang pintu yang sesekali mesti terbuka dan terkunci rapat ini?

Ya. Seperti itulah pertemuan yang memang, terkadang
melahirkan berbagai bentuk penafsiran. Karena itu,
tak perlu panjang lebar engkau risaukan segala yang
tiba-tiba hadir bersebrangan dan bersimpangan. Tak
perlu meneteskan air mata. Tak perlu saling mengucapkan selamat
tinggal. Cukup saling diam. Dan tak akan pernah ada lagi cerita. 
Barangkali dari negeri jauh, kita tetap bayangan
yang sewaktu-waktu melintas begitu lesat. Dan wajarlah
kita rapatkan bulu mata sambil menghela napas panjang.
Barangkali kita dengar jelas suara isak tertahan,
sesekali gemeretuk lekuk tubuh. Seperti itulah kelak, selalu
dan selalu, dihadapkan dua kemungkinan: mengenang atau melupakan.

Sumber: Peleburan Luka (Bandung: UMP IKIP, 1996)

Analisis Puisi:

Puisi "Percakapan Hening" karya Herwan FR merupakan puisi reflektif yang menyentuh sisi terdalam relasi manusia, terutama tentang pertemuan, perpisahan, dan makna yang sering kali tak terucapkan. Sebagai judul, "Percakapan Hening" itu sendiri sudah mengandung paradoks: berbicara dalam diam, mengungkap dalam ketakberkataan. Inilah kekuatan utama puisi ini—kesenyapan yang sarat makna.

Tema

Tema utama puisi ini adalah pertemuan dan perpisahan yang penuh ketidakpastian dan ketidakterucapan. Puisi ini menyoroti dinamika hubungan manusia yang kadang tidak perlu dijelaskan secara lugas, karena justru diam dan perasaanlah yang berbicara paling jujur.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah kerumitan emosi dalam hubungan antar manusia, terutama saat harus menghadapi momen perpisahan. Ada kesadaran bahwa tidak semua hal bisa atau perlu diungkapkan secara verbal, dan bahwa diam bisa menjadi cara paling tulus untuk memahami atau menerima kenyataan. Puisi ini juga mencerminkan pergulatan batin: antara ingin memahami dan menerima, antara mengenang atau melupakan.

Puisi ini bercerita tentang dua orang yang pernah bertemu dan kini berada di ambang perpisahan. Namun, perpisahan itu tidak disampaikan dengan air mata atau kata-kata perpisahan. Sebaliknya, mereka saling memahami melalui keheningan dan diam yang mendalam. Ini adalah penggambaran subtil tentang komunikasi non-verbal dan hubungan yang kompleks.

Suasana dalam Puisi

Puisi ini membangun suasana hening, reflektif, dan penuh kesedihan yang tertahan. Tidak ada luapan emosi yang meledak-ledak, tetapi justru terasa pilu karena semua ditahan dalam kata-kata yang tenang namun dalam. Ada juga nuansa kontemplatif, seolah penyair sedang berbicara kepada dirinya sendiri atau kepada seseorang yang telah pergi.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Puisi ini menyampaikan beberapa pesan, antara lain:
  • Tidak semua hal dalam kehidupan, terutama dalam relasi, perlu diucapkan atau dijelaskan.
  • Diam bisa menjadi bentuk komunikasi paling jujur.
  • Dalam hidup, kita sering dihadapkan pada pilihan untuk mengenang atau melupakan—dua sikap yang sama-sama membutuhkan kekuatan batin.
  • Kejujuran kadang bukan tentang berkata terus terang, tapi tentang menerima kenyataan sebagaimana adanya.

Imaji

Puisi ini menampilkan imaji-imaji batin dan emosional yang kuat, misalnya:
  • "memendarkan pudar cahaya warna-warni ke sela lubang pintu" menggambarkan suasana batin yang gelisah, mencoba mencari makna di balik hubungan yang rumit.
  • "kita dengar jelas suara isak tertahan, sesekali gemeretuk lekuk tubuh" memberikan gambaran konkret akan kepedihan yang tak diungkapkan secara terang-terangan.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Paradoks: "percakapan hening" adalah kontradiksi yang memperkuat makna puisi secara emosional.
  • Metafora: "batin kita sendiri yang terus menerus memendarkan pudar cahaya warna-warni" menggambarkan isi hati yang penuh keragaman emosi.
  • Personifikasi: "memendarkan cahaya" dan "pintu yang sesekali mesti terbuka dan terkunci rapat" memberikan kualitas hidup pada benda mati untuk menggambarkan kondisi jiwa.
Puisi "Percakapan Hening" karya Herwan FR adalah sebuah refleksi mendalam tentang relasi antar manusia yang tidak selalu dapat dijelaskan dengan kata-kata. Melalui gaya bahasa yang puitis, penuh imaji dan kontemplatif, puisi ini mengajak pembaca untuk memahami bahwa keheningan pun bisa menjadi bentuk komunikasi yang kuat. Tema pertemuan dan perpisahan, makna tersirat tentang batin dan kesadaran, serta suasana tenang yang penuh muatan emosional menjadikan puisi ini sebagai karya yang menyentuh dan bermakna.

Puisi: Percakapan Hening
Puisi: Percakapan Hening
Karya: Herwan FR

Biodata Herwan FR:
  • Herwan FR lahir di Cerebon, pada tanggal 14 Juni 1971.
© Sepenuhnya. All rights reserved.