Aku Akan
Aku akan merebus air mataku
Sampai mendidih
Agar semua air mataku
Ikut menguap bersama udara
Aku akan membakar baju kesedihanku
Sampai hangus menjadi abu
Agar semua kesedihanku
Ikut berubah menjadi abu
Aku akan menerbangkan kupu-kupu penghalang
Sampai tak terlihat oleh mataku
Agar semua penghalangku
Ikut terbang bersama mereka
Aku akan menuntun penaku
Sampai membentuk goresan aksara
Agar semua angan dan impianku
Ikut tergores menjadi nyata
Sumber: Surat dari Samudra (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018)
Analisis Puisi:
Puisi “Aku Akan” karya Dwiana Putri Setyaningsih adalah salah satu karya anak yang menonjol dalam antologi Surat dari Samudra (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Meskipun dikategorikan sebagai puisi anak, karya ini memadukan kesederhanaan bahasa dengan kedalaman makna emosional, menghadirkan perjalanan batin seorang anak yang belajar menghadapi kesedihan, rintangan, dan impiannya.
Tema
Tema utama puisi ini adalah proses penyembuhan diri dan optimisme untuk mewujudkan impian. Penyair menekankan bahwa setiap anak memiliki cara unik untuk menghadapi perasaan sedih, hambatan, dan keraguan, serta menyalurkannya melalui tindakan kreatif yang positif. Tema ini sangat relevan dengan dunia anak-anak, di mana emosi dan imajinasi menjadi sarana utama untuk memahami diri dan lingkungan.
Selain itu, puisi ini juga menyinggung tema transformasi dan pengendalian diri, di mana perasaan negatif seperti kesedihan dan penghalang diubah menjadi energi positif untuk berkarya dan mewujudkan impian.
Puisi ini bercerita tentang usaha seorang anak dalam mengatasi kesedihan dan hambatan hidup sambil mengejar impian.
- Pada bait pertama, “Aku akan merebus air mataku / Sampai mendidih…”, penggambaran ini menunjukkan usaha simbolis untuk menghilangkan kesedihan melalui proses internal yang intens.
- Bait kedua menampilkan pembakaran “baju kesedihan” sebagai simbol melepaskan beban emosional.
- Bait ketiga berbicara tentang menerbangkan “kupu-kupu penghalang”, yang melambangkan penghapusan hambatan mental atau rintangan dalam kehidupan.
- Bait terakhir, “Aku akan menuntun penaku / Sampai membentuk goresan aksara…”, menunjukkan transformasi emosi menjadi tindakan kreatif untuk mewujudkan angan dan impian.
Secara keseluruhan, puisi ini bercerita tentang proses pembersihan diri dan penciptaan, di mana kesedihan dan hambatan diubah menjadi langkah-langkah produktif menuju pencapaian tujuan.
Makna Tersirat
Makna tersirat puisi ini adalah pentingnya menghadapi perasaan negatif, melepaskan hambatan, dan menyalurkan energi kreatif untuk mewujudkan impian. Setiap tindakan simbolis—merebus air mata, membakar baju kesedihan, menerbangkan kupu-kupu penghalang—merupakan metafora dari proses psikologis seorang anak belajar mengatasi rintangan emosional.
Pesan mendalamnya adalah bahwa setiap kesedihan atau hambatan tidak seharusnya menghentikan anak untuk bermimpi atau berkarya. Sebaliknya, perasaan itu dapat dialihkan menjadi energi positif untuk pertumbuhan pribadi dan pencapaian tujuan.
Suasana dalam Puisi
Suasana puisi ini reflektif, simbolis, dan sedikit melankolis, tetapi tetap menumbuhkan optimisme. Awal puisi menampilkan nuansa sedih melalui gambaran air mata dan kesedihan, namun seiring berjalannya bait, muncul rasa lega dan harapan, terutama ketika hambatan diterbangkan dan impian dituangkan ke dalam aksara.
Kombinasi suasana sedih dan optimis ini memberikan keseimbangan emosional yang mengajarkan anak-anak bahwa emosi negatif dapat diolah menjadi pengalaman yang membangun.
Imaji
Puisi ini kaya akan imaji visual dan simbolik:
- Air yang mendidih sebagai penggambaran pelepasan kesedihan.
- Baju yang terbakar menjadi abu sebagai simbol melepaskan beban emosional.
- Kupu-kupu yang terbang sebagai representasi penghalang yang hilang.
- Pena yang menulis aksara sebagai visualisasi pencapaian impian.
Imaji ini efektif memvisualisasikan proses internal anak secara konkret, sehingga anak-anak dapat memahami konsep abstrak seperti kesedihan, hambatan, dan harapan melalui simbol sederhana namun kuat.
Majas
Puisi ini menggunakan beberapa majas:
- Metafora – Banyak unsur puisi bersifat simbolik, seperti “baju kesedihan” atau “kupu-kupu penghalang”, yang menggambarkan perasaan dan rintangan secara simbolis.
- Personifikasi – Kesedihan, hambatan, dan air mata diperlakukan seolah memiliki wujud dan bisa diubah atau dilepas.
- Repetisi – Pengulangan kata “Aku akan” di awal setiap bait memberi ritme, menegaskan tekad, dan membuat puisi lebih mudah diingat serta menguatkan pesan tentang aksi dan transformasi.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Puisi ini menyampaikan pesan bahwa menghadapi kesedihan dan hambatan dengan cara kreatif adalah langkah penting menuju pertumbuhan dan pencapaian impian. Dwiana Putri Setyaningsih mengajarkan anak-anak bahwa emosi negatif tidak perlu ditahan atau disembunyikan; mereka dapat diolah melalui simbol, kreativitas, atau tindakan yang positif sehingga energi itu berubah menjadi kekuatan untuk mewujudkan impian.
Selain itu, puisi ini menekankan nilai ketekunan, keberanian, dan optimisme—bahwa setiap anak mampu mengubah kesulitan menjadi peluang untuk belajar, berkarya, dan bermimpi.
Puisi “Aku Akan” karya Dwiana Putri Setyaningsih merupakan contoh puisi anak yang kaya makna dan simbol, meski ditulis dengan bahasa sederhana. Lewat metafora air mata, baju kesedihan, kupu-kupu penghalang, dan pena yang menulis aksara, penyair mengajarkan anak-anak tentang proses menghadapi kesedihan, menghapus hambatan, dan menyalurkan energi untuk mewujudkan impian.
Puisi ini menekankan bahwa emosi dan rintangan bukan penghalang, melainkan bahan mentah untuk pertumbuhan diri dan pencapaian tujuan. Melalui ritme, imaji, dan simbol yang kuat, puisi ini berhasil menginspirasi anak-anak untuk berani merasakan, melepaskan, dan berkarya.
Karya: Dwiana Putri Setyaningsih
Biodata Dwiana Putri Setyaningsih:
- Dwiana Putri Setyaningsih lahir pada tanggal 6 Maret 2002 di Banjarnegara.