Anak-Anak Pulang Mengaji
selepas hujan sore, anak-anak melintas jalanan
sarung dan kopiahnya sudah tak beraturan
wajahnya bening, matanya teduh memancarkan
cahaya dari alif yang telah ia benamkan
di lembar-lembar kesunyian
paling dalam
anak-anak pulang mengaji
di tangannya telah tergenggam janji.
2007
Analisis Puisi:
Puisi “Anak-Anak Pulang Mengaji” karya Tri Astoto Kodarie merupakan puisi pendek namun sarat makna, menggambarkan momen kecil nan agung dalam kehidupan sehari-hari: anak-anak yang pulang mengaji selepas hujan. Meski tampak sederhana, puisi ini menyimpan simbol-simbol religius dan spiritualitas yang menyentuh jiwa pembaca, khususnya yang akrab dengan tradisi Islam di pedesaan atau lingkungan religius.
Tema
Puisi ini mengangkat tema kesucian masa kanak-kanak, pendidikan agama, dan harapan masa depan. Anak-anak yang baru pulang dari mengaji digambarkan dengan aura bening dan teduh. Aktivitas mengaji tidak hanya menjadi rutinitas, melainkan ritual spiritual yang membentuk nilai dan moral, membawa cahaya dan janji untuk masa depan.
Makna Tersirat
Di balik gambaran anak-anak yang pulang mengaji, tersirat makna mendalam tentang pendidikan sebagai pondasi jiwa. Frasa “cahaya dari alif yang telah ia benamkan di lembar-lembar kesunyian” merupakan simbol kuat. Alif, huruf pertama dalam huruf Arab sekaligus simbol tauhid, menjadi titik mula dari ilmu dan iman. Sementara “lembar-lembar kesunyian” menyiratkan bahwa penghayatan ilmu terjadi dalam keheningan, refleksi, dan proses spiritual.
Puisi ini juga menyampaikan bahwa kesucian dan harapan masa depan terletak pada generasi muda, terutama mereka yang ditempa dalam pendidikan iman.
Puisi ini bercerita tentang anak-anak yang pulang mengaji selepas hujan sore. Mereka digambarkan dengan pakaian yang tidak lagi rapi, tetapi wajah-wajah mereka memancarkan ketulusan dan kedamaian. Meski singkat, narasi ini kaya makna: bukan sekadar momen kepulangan dari surau atau langgar, tetapi momen pulangnya ilmu, iman, dan janji ke dalam jiwa mereka.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang tergambar dalam puisi ini adalah tenang, khidmat, dan penuh harapan. Hujan yang baru reda memberi kesan segar dan bersih, sementara cahaya lembut dari wajah anak-anak menghadirkan rasa damai dan keteduhan. Ada nuansa kesakralan dalam kesederhanaan, yang membuat suasana puisi terasa mengharukan dan agung.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah bahwa pendidikan agama adalah pondasi moral yang membentuk karakter manusia sejak dini. Anak-anak yang belajar huruf demi huruf Al-Qur’an tidak hanya membawa pulang hafalan, tetapi cahaya spiritual yang menuntun hidupnya kelak.
Puisi ini juga memberi pesan bahwa harapan bagi masa depan umat, bangsa, dan dunia berada di tangan anak-anak yang menimba ilmu dengan hati yang bersih dan niat yang tulus.
Imaji
Puisi ini sangat kuat dalam menyampaikan imaji visual dan spiritual, antara lain:
Visual:
- “selepas hujan sore” menciptakan imaji suasana lembap, segar, dan sejuk.
- “sarung dan kopiahnya sudah tak beraturan” memberi gambaran khas anak-anak yang polos, aktif, dan lugu.
Spiritual:
- “wajahnya bening, matanya teduh memancarkan / cahaya dari alif” – imaji spiritual tentang cahaya ilahi dan ilmu yang bersemayam dalam diri anak-anak.
- “di tangannya telah tergenggam janji” – simbol komitmen masa depan yang dibentuk sejak dini lewat pendidikan agama.
Majas
Beberapa majas (gaya bahasa) yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
Personifikasi:
- “alif yang telah ia benamkan” – huruf alif digambarkan seolah-olah dapat ditanam seperti benih dalam jiwa.
Metafora:
- “cahaya dari alif” – mewakili nilai-nilai ketuhanan dan pengetahuan yang suci.
- “lembar-lembar kesunyian” – menggambarkan ruang refleksi dan ketenangan jiwa tempat ilmu diserap.
Simbolisme:
- Alif: simbol permulaan, ilmu, dan tauhid.
- Janji: simbol harapan dan tanggung jawab masa depan.
Unsur Puisi
Beberapa unsur pembentuk puisi ini:
- Diksi: Pemilihan kata dalam puisi ini sangat selektif dan sarat makna, seperti “alif”, “cahaya”, “kesunyian”, dan “janji” yang kental dengan muatan spiritual.
- Tipografi: Puisi ditata dengan rapi, tanpa larik-larik yang kompleks, mencerminkan kedalaman makna dalam kesederhanaan bentuk.
Puisi “Anak-Anak Pulang Mengaji” bukan sekadar catatan puitik atas kebiasaan sore anak-anak di kampung yang baru pulang dari surau. Lebih dari itu, puisi ini adalah pujian lirih atas kekuatan pendidikan agama dalam membentuk jiwa yang bening, dan janji masa depan yang terang.
Tri Astoto Kodarie berhasil menangkap momen kecil dengan makna besar. Melalui larik-larik yang halus namun dalam, ia mengajak pembaca merenungi pentingnya membina generasi muda sejak dini, bukan hanya dengan ilmu duniawi, tetapi juga dengan cahaya spiritual yang menyatu dalam kalbu.
Dalam dunia yang hiruk-pikuk dan sering kehilangan arah, puisi ini mengingatkan bahwa cahaya itu masih menyala di wajah anak-anak yang pulang dari pengajian, sarung kusut mereka bukanlah kekurangan, melainkan kesucian yang belum ternoda.
Puisi: Anak-Anak Pulang Mengaji
Karya: Tri Astoto Kodarie
Biodata Tri Astoto Kodarie:
- Tri Astoto Kodarie lahir di Jakarta, pada tanggal 29 Maret 1961.
