Angin
Tidak terlihat tapi ada
Tidak berbentuk tapi terasa
Jika diam bernama udara
Berjalan pelan membelai mesra
Bunga-bunga menunggumu
Membelai sari, putik termangu
Menjadi buah yang ditunggu
Hewan dan orang menantimu
Jangan tanya jika menggeram
Rumah dan pohon saling berdebam
Porak-poranda remuk redam
Membuat hati luka lebam
Sumber: Surat dari Samudra (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018)
Analisis Puisi:
Puisi anak tidak hanya dapat mengajarkan keindahan bahasa, tetapi juga memperkenalkan anak-anak pada keajaiban dan kekuatan alam. Salah satu puisi dalam Surat dari Samudra yang layak mendapat perhatian adalah puisi berjudul “Angin” karya Dyah Budiarsih. Melalui rangkaian diksi yang sederhana namun penuh kekuatan, penyair menghadirkan potret alam yang akrab namun tak terduga—angin sebagai sosok yang tak terlihat, tetapi nyata dampaknya bagi makhluk hidup.
Tema
Tema utama dari puisi ini adalah kekuatan dan peran ganda angin dalam kehidupan. Angin digambarkan sebagai kekuatan alam yang bersifat ambivalen—dapat menyejukkan dan memberi manfaat, namun juga bisa menjadi bencana yang menakutkan. Tema ini membentuk pemahaman bahwa dalam alam, segala sesuatu memiliki dua sisi: yang memberi dan yang merusak.
Puisi ini bercerita tentang bagaimana angin hadir dalam kehidupan sehari-hari. Meski tak terlihat, ia memberi manfaat bagi bunga, hewan, dan manusia. Angin membantu penyerbukan, menjadi penyegar udara, bahkan dinanti-nanti oleh makhluk hidup. Namun, ketika angin berubah menjadi badai atau topan, ia bisa mengubah kedamaian menjadi kehancuran. Rumah roboh, pohon tumbang, dan luka pun ditinggalkan. Dualitas ini menjadi inti dari narasi puisi.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah pentingnya mengenali dan menghargai kekuatan alam yang tak kasat mata namun berdampak besar. Angin sebagai simbol kekuatan tak terlihat bisa dimaknai sebagai peringatan bahwa tidak semua yang tak tampak itu lemah—sebaliknya, justru bisa menjadi yang paling menentukan. Di sisi lain, puisi ini juga mengajarkan bahwa segala sesuatu yang bermanfaat pun memiliki potensi untuk menjadi ancaman jika tidak dipahami dan dihormati.
Lebih luas lagi, angin dalam puisi ini juga bisa dibaca sebagai perlambang perasaan, kekuatan tak kasat mata dalam diri manusia—yang bisa lembut dan menghibur, namun juga bisa mengamuk dan menghancurkan.
Imaji
Puisi ini penuh dengan imaji yang menyentuh indra pembaca:
- Imaji peraba: “Berjalan pelan membelai mesra” menciptakan sensasi sentuhan yang lembut dari angin.
- Imaji visual: “Bunga-bunga menunggumu” memunculkan bayangan kebun yang menanti angin untuk proses penyerbukan.
- Imaji suara dan gerak: “Rumah dan pohon saling berdebam” menciptakan suasana bising dan kekacauan ketika angin mengamuk.
- Imaji rasa: “Membuat hati luka lebam” menggambarkan dampak emosional atau psikologis akibat bencana yang ditimbulkan angin.
Unsur imaji dalam puisi ini memperkaya pengalaman membaca, menghadirkan angin dalam bentuk yang bisa “dirasakan” oleh pembaca, meski ia tidak pernah terlihat.
Majas
Beberapa majas atau gaya bahasa yang digunakan dalam puisi ini menciptakan efek puitik dan mendalam:
Paralelisme dan antitesis:
- “Tidak terlihat tapi ada / Tidak berbentuk tapi terasa” adalah bentuk pertentangan yang membangun gambaran paradoks tentang angin—tidak tampak secara kasat mata, tetapi nyata keberadaannya.
Personifikasi:
- “Berjalan pelan membelai mesra” menggambarkan angin seolah-olah makhluk hidup yang memiliki niat dan kelembutan.
- “Bunga-bunga menunggumu” dan “putik termangu” memberi citra bahwa bunga dan putik memiliki rasa dan perasaan.
Metafora dan hiperbola:
- “Membuat hati luka lebam” bukan luka fisik, tapi perasaan duka mendalam akibat bencana yang ditimbulkan.
Onomatope:
- “Saling berdebam” menirukan suara keras yang muncul saat sesuatu jatuh atau bertabrakan, menegaskan kekuatan destruktif angin.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini memiliki dua kutub perasaan: awalnya terasa lembut, hangat, dan menyenangkan ketika angin membelai dan memberi manfaat bagi bunga dan kehidupan. Namun, suasana itu berubah menjadi tegang, suram, dan menakutkan saat angin mengamuk. Kontras suasana ini menciptakan ketegangan yang kuat dalam narasi puisi.
Amanat / Pesan
Amanat dari puisi ini dapat ditarik ke beberapa lapis:
- Hargailah kekuatan alam, sekecil apapun bentuknya. Sesuatu yang tidak terlihat bisa memiliki dampak besar dalam hidup.
- Alam memiliki dua sisi: memberi dan merusak. Maka manusia perlu bijak dalam memperlakukan alam dan waspada terhadap potensi bahayanya.
- Pelajaran tentang keseimbangan: puisi ini mengajarkan bahwa kehidupan tidak hanya berisi keindahan dan kelembutan, tapi juga kesulitan dan kehancuran. Semua adalah bagian dari satu kesatuan yang saling melengkapi.
Puisi “Angin” karya Dyah Budiarsih adalah karya yang indah dan penuh makna, yang tidak hanya memperkenalkan anak-anak pada keajaiban alam, tetapi juga mengajak mereka merenung tentang keseimbangan dalam hidup. Melalui tema yang kuat, makna tersirat yang mendalam, serta permainan imaji dan majas yang kaya, puisi ini mampu menyampaikan amanat kehidupan dengan cara yang lembut namun mengesankan. Puisi ini menegaskan bahwa anak-anak pun mampu merenungi hal besar dengan cara yang puitis dan menyentuh.
Karya: Dyah Budiarsih
Biodata Dyah Budiarsih:
- Dra. Dyah Budiarsih, M.Pd. lahir pada tanggal 6 Desember 1958 di Purbalingga.
