Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Atas Nama Kebenaran (Karya Weni Suryandari)

Puisi "Atas Nama Kebenaran" mengajak pembaca untuk merenung tentang konsekuensi dan pengorbanan yang melekat dalam mempertahankan nilai-nilai ...
Atas Nama Kebenaran

Kita tak pernah bisa menang atas kemarahan pada
mereka yang menutup pintu kejujuran
orang-orang tertindas di bawah kaki tirani
Terpinggirkan.

Kau tahu dengan apa orang-orang membela kebenaran?
Dengan suara parau, doa air mata dan cabik luka
menganga di popor senjata

Kau tahu dengan apa orang orang bisa mengubur dendam?
Dengan jarak waktu sepanjang pundakmu tak dapat disentuh
beban kenangan yang berkejaran.

Ataukah senja diam-diam mengajak kita bersembunyi
Di balik punggung sejarah yang kita tulis dalam sunyi
Dan kebenaran mengabdi pada kepala tanpa mahkota

2014

Sumber: Media Indonesia (25 Januari 2015)

Analisis Puisi:

Puisi "Atas Nama Kebenaran" karya Weni Suryandari menggambarkan keberanian dan keteguhan orang-orang yang berjuang untuk kebenaran di tengah ketidakadilan dan penindasan. Melalui gambaran yang kuat dan bahasa yang tajam, penyair mengajak pembaca untuk merenung tentang perjuangan dan konsekuensi yang muncul dalam mencari keadilan.

Tidak Bisa Menang atas Kemarahan: Puisi dibuka dengan kesadaran bahwa kita tak pernah bisa menang atas kemarahan terhadap mereka yang menutup pintu kejujuran. Ini menciptakan citra konflik antara kebenaran dan ketidakadilan, di mana kejujuran sering kali ditekan oleh kekuatan yang otoriter.

Orang-Orang Tertindas dan Terpinggirkan: Penyair menyoroti penderitaan orang-orang tertindas di bawah kaki tirani dan terpinggirkan. Puisi menciptakan empati terhadap mereka yang berjuang melawan ketidakadilan dan mengekspos konsekuensi dari ketidaksetaraan sosial.

Bela Kebenaran dengan Suara Parau: Kebenaran dipertahankan dengan suara parau, doa air mata, dan cabik luka. Ini menggambarkan perjuangan fisik dan emosional yang dilakukan oleh mereka yang berdiri untuk kebenaran. Puisi mengajak pembaca merenungkan kesakitan yang mungkin dialami oleh para pejuang keadilan.

Mengubur Dendam dengan Jarak Waktu: Orang-orang yang berjuang untuk kebenaran mampu mengubur dendam dengan jarak waktu. Beban kenangan menjadi sesuatu yang tak terjangkau, menciptakan kesan bahwa mereka harus melupakan atau menerima beban sejarah yang berat.

Senja sebagai Metafora Kesunyian: Penyair mengajukan pertanyaan apakah senja diam-diam mengajak kita bersembunyi di balik punggung sejarah yang kita tulis dalam sunyi. Senja di sini mungkin menjadi metafora kesunyian atau keheningan yang melibatkan pembaca dalam refleksi tentang sejarah dan kebenaran yang sering kali terlupakan.

Kebenaran yang Mengabdi pada Kepala Tanpa Mahkota: Puisi diakhiri dengan gambaran kebenaran yang mengabdi pada kepala tanpa mahkota. Ini menciptakan pemahaman bahwa kebenaran tidak selalu diakui atau dihargai, tetapi tetap setia pada prinsipnya tanpa perlu gelar atau pengakuan resmi.

Puisi "Atas Nama Kebenaran" adalah karya yang menggugah perasaan dan memprovokasi pemikiran tentang keberanian dan perjuangan untuk kebenaran. Weni Suryandari berhasil menciptakan citra puitis yang kuat dan mengajak pembaca untuk merenung tentang konsekuensi dan pengorbanan yang melekat dalam mempertahankan nilai-nilai keadilan. Puisi ini menjadi suara bagi mereka yang berjuang di dalam ketidaksetaraan dan menuntut kesadaran akan pentingnya kebenaran dalam masyarakat.

Weni Suryandari
Puisi: Atas Nama Kebenaran
Karya: Weni Suryandari

Biodata Weni Suryandari:
  • Weni Suryandari lahir pada tanggal 4 Februari 1966 di Surabaya, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.