Belajar pada Pohon
Ingin kupahami rumpun pohon yang setia
Bertahan dari tamparan musim pancaroba
Dibisikkannya rasa sayang pada burung-burung
Agar kicauannya mampu mengusir rasa murung
Diucapkannya kalimat cinta pada mendung cuaca
Hingga angin membantu merontokkan reranting tua
Ingin kumengerti rimbun pohon penaung teduh
Saat mengakrabi semua sapaan ungkapan keluh
Dileburnya kehangatan matahari ke lekuk kelenjar daun
Melewati akar dan batang lingkaran tahun lapis kambium
Sejuk pun berembus semilir dengan nada lembut mengalun
Sabtu, 24 Februari 2018
Sumber: Surat dari Samudra (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018)
Analisis Puisi:
Di tengah zaman yang serba cepat dan sering kali melupakan makna kesederhanaan, puisi anak bisa menjadi pintu masuk yang lembut menuju nilai-nilai luhur. Salah satu puisi yang menyuguhkan pembelajaran moral dan spiritual dari alam adalah "Belajar pada Pohon" karya Bambang Supranoto.
Diterbitkan dalam antologi Surat dari Samudra (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018), puisi ini memperlihatkan bagaimana anak dapat diajak merenung melalui pengamatan terhadap alam, khususnya pohon—makhluk diam namun penuh makna. Dari akar hingga daun, pohon dijadikan simbol pengasuhan, ketabahan, dan cinta yang universal.
Keinginan Belajar Nilai Hidup dari Pohon
Puisi ini bercerita tentang seorang anak (atau tokoh liris) yang ingin memahami dan belajar dari pohon. Ia mengamati bagaimana pohon setia menghadapi musim, menyapa burung-burung, menjalin kedamaian dengan mendung dan angin, hingga menciptakan kesejukan melalui proses fotosintesis dan pertumbuhannya.
Pohon diibaratkan sebagai guru kehidupan yang tidak berkata-kata secara langsung, tetapi menyampaikan pesan lewat sikap dan kehadiran alaminya. Ia mengayomi, memelihara, dan menenangkan makhluk lain tanpa meminta balas.
Tema: Keteladanan Alam dan Pembelajaran dari Kesabaran
Tema utama dalam puisi ini adalah belajar dari alam—khususnya pohon—tentang ketulusan, ketabahan, dan cinta kasih. Pohon dalam puisi ini bukan sekadar objek mati, tetapi subjek yang mengajarkan bagaimana menghadapi kehidupan dengan tenang, rendah hati, dan terus memberi.
Tema ini sangat relevan dalam pendidikan karakter anak, karena mengajarkan bahwa nilai-nilai luhur bisa dipelajari dari lingkungan sekitar, bukan hanya dari manusia atau buku pelajaran. Anak diajak untuk lebih peka terhadap kehadiran alam sebagai sahabat sekaligus pendidik.
Makna Tersirat: Keteguhan, Empati, dan Kehidupan yang Harmonis
Makna tersirat dari puisi ini begitu dalam dan menyentuh. Setiap bait mengandung filosofi tentang keteguhan dalam menghadapi perubahan, kepedulian kepada sesama makhluk, serta kerendahan hati untuk tetap memberi, meski tak mendapat balasan.
Misalnya:
- “Bertahan dari tamparan musim pancaroba” → menyiratkan bahwa pohon tetap teguh meski diterpa perubahan.
- “Dibisikkannya rasa sayang pada burung-burung” → menyiratkan sikap mengasihi tanpa banyak bicara.
- “Dileburnya kehangatan matahari ke lekuk kelenjar daun” → melambangkan kemampuan menyerap energi positif dan menyebarkannya menjadi kesejukan bagi sekitarnya.
Puisi ini juga menanamkan makna bahwa kebaikan dan ketenangan tidak selalu tampak mencolok, tetapi bisa mengalir dalam bentuk kesejukan, keteduhan, dan keheningan yang damai.
Suasana dalam Puisi: Teduh, Reflektif, dan Penuh Kehangatan
Suasana dalam puisi ini sangat khas: teduh dan reflektif. Setiap larik seolah mengajak pembaca untuk duduk di bawah rindangnya pohon, mendengarkan bisik-bisik angin, dan meresapi ajaran diam-diam dari alam. Suasana yang tercipta bukan hanya damai secara fisik, tetapi juga spiritual.
Amanat: Belajarlah dari Alam tentang Kesetiaan, Kepedulian, dan Ketulusan
Amanat atau pesan moral yang terkandung dalam puisi ini sangat jelas: jadikan alam, terutama pohon, sebagai guru kehidupan. Ia mengajarkan tentang:
- Kesetiaan menghadapi perubahan zaman (musim).
- Kepedulian terhadap sesama makhluk (burung, angin, mendung).
- Ketulusan memberi tanpa pamrih.
- Kemampuan menyerap kebaikan dan membaginya kembali ke lingkungan.
Puisi ini menyarankan bahwa anak-anak perlu belajar tidak hanya dari ucapan manusia, tetapi juga dari sikap diam alam yang penuh makna.
Imaji: Visualisasi Pohon sebagai Makhluk Hidup Penuh Cinta
Puisi ini kaya akan imaji visual dan imaji rasa:
- “Rumpun pohon yang setia” → menghadirkan gambaran tegaknya pohon di tengah badai musim.
- “Dibisikkannya rasa sayang pada burung-burung” → menciptakan imaji lembut tentang interaksi antara pohon dan makhluk kecil.
- “Melewati akar dan batang lingkaran tahun lapis kambium” → visualisasi biologis pohon yang menunjukkan pertumbuhan dan ketekunan.
- “Sejuk pun berembus semilir dengan nada lembut mengalun” → imaji sensorik tentang hawa segar yang menenangkan.
Imaji dalam puisi ini memperkuat efek kontemplatif sekaligus memanjakan daya bayang anak terhadap dunia alam yang penuh kehidupan.
Majas: Personifikasi, Metafora, dan Alusi Ilmiah
Beberapa majas atau gaya bahasa digunakan dalam puisi ini untuk memperkuat pesan dan estetika:
Personifikasi
- “Dibisikkannya rasa sayang”, “Diucapkannya kalimat cinta” → pohon digambarkan seperti makhluk yang bisa berbicara dan menyampaikan kasih.
- “Sentuhan rahasia bentang alam” → alam digambarkan memiliki sentuhan dan rahasia, memperkuat kesan sakral.
Metafora
- Pohon sebagai simbol guru kehidupan, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit.
Alusi ilmiah
- “Kelenjar daun”, “akar dan batang lingkaran tahun”, “lapis kambium” → merujuk pada istilah biologi tanaman, namun digunakan secara puitis untuk menggambarkan proses memberi kehidupan.
Repetisi halus
- Penggunaan “ingin kupahami”, “ingin kumengerti” di awal bait → menciptakan irama pencarian dan refleksi batin.
Menemukan Guru Diam dalam Rumpun Pohon
Puisi "Belajar pada Pohon" karya Bambang Supranoto adalah puisi anak yang menyentuh, dalam, dan penuh pelajaran moral. Melalui deskripsi sederhana namun puitis, puisi ini menyampaikan bahwa alam adalah guru terbaik bagi mereka yang mau memperhatikan dan merenung.
Dengan tema pembelajaran dari alam, makna tersirat tentang ketabahan dan kasih sayang, serta imaji yang lembut dan menenangkan, puisi ini berhasil menyatukan unsur sastra dan pesan kehidupan yang relevan bagi anak-anak maupun orang dewasa.
Dalam dunia yang makin berisik oleh ego, ambisi, dan percepatan, puisi ini datang seperti angin lembut di siang terik—mengajak kita untuk berhenti sejenak, melihat pohon, dan belajar darinya untuk menjadi manusia yang lebih tenang, bijak, dan penuh kasih.
Karya: Bambang Supranoto
Biodata Bambang Supranoto:
- Bambang Supranoto lahir pada tanggal 18 April 1960 di Purwokerto.