Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Buat Adik dan Kekasih (Karya Siti Nuraini)

Puisi “Buat Adik dan Kekasih” karya Siti Nuraini bercerita tentang seorang aku-lirik yang mengalami kesedihan mendalam setelah kehilangan orang ...
Buat Adik dan Kekasih

Tiada lupa tiap aku pergi adik berparas kecil
maka bersungguh tanya kau nanti akan kembali?
Sayangku, ke mana akan balik ini hati
yang belum tahu tentang serbanya katupan rahasia
di sekililing penuh kecuraman takut akan
kesesatan menanti di tiap jalan berkilat hitam
di malam hujan. Di mana pegangan lepas satu-satu
terbang disambut kelam dan kebinasaan
jiwa, kepada siapa diserahkan kelembutan mimpi
anak-anak dan bunga putih di dalamnya bercumbu
dengan matahari-kini sudah dihancurkan Tuhan murka.
Kalau tiada kepada lingkungan sinar matamu
!                            di rumah aman sentosa?

Kekasih semalam aku berada di sana, dekat
tempat akhiran hari dan kemauan perbuatan
di mana semua kenyataan mengabur di batasan hening.
Cuma ini lagi: berkerumun alang sekitar bungkusan
panjang putih pengisi lubang dalam, dihimpit suara
mengadu ke langit tegang berulang-ulang, sia-sia.
Lalu tertutup liang dengan tanah dan tangisanku.
Dan lama sesudah mereka kembali ke hidup
Tinggal aku dengan kesunyian asing yang bertanya:
mengapa kau masih di sini?
Seperti pengganggu bersalah aku lari.
Sekali ini aku diterima sebagai orang dikasihi
dilontarkan ke tempat bertemu pertama yang tiada
melihatkan bekas jejak sambil lalu, tinggal aku bertanya:
untuk kesekian kali: mengapa hanya sampai di sini?

Begitu pula suratan kejadian:
dalam sedekat-sekenal manusia dengan manusia
mendukung satu waktu berisi kesepian dan kekosongan
antara hati dan hati tidak melantung lagi tak rasa
bagaiamana coba tidak lebih dari perkataan terputus-putus
biasa diucapkan atas kuburan baru, berkembang banyak lalu
sebentar – lewat angin membawanya dengan daun
daun kering ke mana-mana beterbangan
maka selesai upacara di kuburan sama isi
sekarang meminta: dibiarkan sendiri!

Begitulah pula dengan satuan pemberian
semua suka dan semua duka sekarang
dengan kegemilangan tiada kumpulan mimpiku
menjadi punyamu, tapi jangan terlalu percaya
sebab lama-lama akan hilang mimpi satu-satu
dari kehidupan, sia-sia pikiran mengelilingi lingkaran
berisi kehampaan gelap di lingkungan kabut.
Sama-sama akan bertanya: mengapa hanya sampai ini?
Tapi sebelum masa merebut, mari diulang kalimat-kalimat kasih.
Tutuplah mata adikku dan kembalilah kepada pengasuh
mu pertama, semua cinta dan permainan bagus mengikut
bersama, sampai hari baru penuh keindahan warna
bunga dan benda kembali ke dalam pegangan
tanganmu digerakkan hati dan biji mata ketulusan
yang menurunkan ketentraman di dalam jiwa.

Maka lantai dan cahaya tergantung bertemu
pandang di kaca lemari penyimpan boneka adikku
telah jauh tertidur di lindungan lamunan samar
dan aku masih mencari pahatan wajahmu di kaca hati
yang tiada kutahu dapat sesunyi begini.
Dan di atas atap menurun bintang-bintang penghabisan mulai pudar.

Sumber: Majalah Indonesia (Juli, 1949)

Analisis Puisi:

Puisi “Buat Adik dan Kekasih” karya Siti Nuraini merupakan karya sastra yang sarat perasaan kehilangan, pengasingan batin, dan refleksi eksistensial. Dengan bentuk yang mengalir seperti curahan batin, puisi ini bukan hanya menyampaikan duka dan kesepian, tapi juga menggali makna mendalam tentang hidup, kematian, dan kerinduan yang tak bisa dijembatani oleh waktu maupun kata. Dalam bait-baitnya, terhampar dunia yang remuk oleh perpisahan namun tetap menggenggam seberkas kasih dan kenangan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perpisahan dan kehampaan eksistensial yang menyertai kepergian orang-orang tercinta, serta pencarian makna dalam kesunyian setelah kehilangan. Siti Nuraini menenun perasaan antara cinta dan duka, antara kenangan masa kecil dan kehampaan usia dewasa. Tema ini dibungkus dengan suasana renungan yang sangat personal dan emosional, seakan pembaca ikut menyusuri fragmen-fragmen kenangan yang rapuh dan menyesakkan.

Puisi ini bercerita tentang seorang aku-lirik yang mengalami kesedihan mendalam setelah kehilangan orang-orang tercinta—baik itu sang adik, kekasih, atau mungkin keduanya. Dalam bentuk naratif yang tidak linier, aku-lirik menggambarkan masa lalu yang penuh kasih, pertanyaan tentang ke mana cinta dan mimpi pergi setelah kematian, dan refleksi tentang absurditas hidup. Puisi ini juga menyiratkan suasana ziarah atau pemakaman, dengan gambaran seperti “liang tertutup tanah” dan suara duka yang “sia-sia”.

Lebih jauh lagi, puisi ini menyinggung pengalaman spiritual dan eksistensial: seseorang yang terlempar dari kenyamanan dan kehangatan masa lalu ke dalam dunia yang sunyi, asing, dan penuh pertanyaan. Ia tidak hanya berduka, tapi juga mencari pegangan makna dalam dunia yang kehilangan cahaya.

Makna Tersirat

Secara makna tersirat, puisi ini berbicara tentang keterbatasan manusia dalam memahami hidup dan kehilangan, serta kerapuhan relasi antar manusia yang kerap dianggap kekal namun ternyata fana. Ada kesadaran pahit bahwa kasih sayang, kenangan, dan bahkan mimpi bisa lenyap dalam hitungan waktu, dan manusia hanya bisa bertanya dalam kebingungan: "Mengapa hanya sampai di sini?"

Kata-kata seperti “serbanya katupan rahasia”, “kesesatan menanti di tiap jalan”, dan “kehampaan gelap di lingkungan kabut” memperlihatkan bahwa dunia tidak lagi terbaca oleh aku-lirik. Dunia menjadi absurd, tidak bisa dipahami. Dan dalam kondisi itulah makna menjadi buram dan cinta menjadi sesuatu yang dipertanyakan ulang.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi sangat melankolis, muram, dan penuh duka yang sunyi. Kita seakan diajak menyusuri pemakaman jiwa, di mana tangisan sudah berlalu, dan yang tersisa hanyalah diam, kehampaan, dan pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah dijawab. Nuansa ini diperkuat oleh pencitraan seperti “sunyi asing yang bertanya”, “tutup liang dengan tanah”, dan “bintang-bintang penghabisan mulai pudar.”

Di satu sisi, ada ketegangan emosional dalam puisi, namun ditata secara tenang dan reflektif. Tidak ada letupan emosi dramatis, melainkan kesedihan yang mengalir seperti sungai dalam hening.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini membawa amanat tentang perlunya menerima keterbatasan hidup dan melepaskan masa lalu dengan ikhlas. Dunia akan terus berputar, orang-orang datang dan pergi, dan cinta pun suatu saat harus berpulang. Namun sebelum semua mimpi dan kenangan lenyap, kita perlu mengulang kembali kalimat-kalimat kasih yang pernah kita ucapkan dan meresapi ketulusan dalam setiap momen yang pernah ada.

Amanat lainnya adalah bahwa dalam dunia yang serba tak pasti dan bisa dipenuhi kehilangan, kenangan dan kasih yang tulus adalah satu-satunya penghiburan yang menyelamatkan jiwa dari kehampaan mutlak.

Imaji

Siti Nuraini mengolah imaji dalam puisi ini dengan kuat dan mendalam. Beberapa contoh imaji yang mencolok:
  • “bungkusan panjang putih pengisi lubang dalam” – imaji visual tentang jenazah dalam kain kafan.
  • “daun kering ke mana-mana beterbangan” – imaji alam yang mewakili kefanaan hidup.
  • “lantai dan cahaya tergantung bertemu pandang di kaca lemari penyimpan boneka adikku” – imaji domestik yang begitu personal dan penuh kenangan.
  • “bintang-bintang penghabisan mulai pudar” – imaji penutup yang menggambarkan redupnya harapan dan kehidupan.
Imaji dalam puisi ini bukan hanya visual, tapi juga emosional—ia merangsang kesedihan, kenangan, dan rasa kehilangan dalam benak pembaca.

Majas

Penggunaan majas atau gaya bahasa dalam puisi ini cukup dominan dan khas, antara lain:
  • Personifikasi: “bunga putih di dalamnya bercumbu dengan matahari” – memberikan sifat manusia pada bunga.
  • Metafora: “diterima sebagai orang dikasihi dilontarkan ke tempat bertemu pertama” – metafora yang bisa merujuk pada kematian dan kelahiran kembali atau transisi menuju alam lain.
  • Hiperbola: “kehampaan gelap di lingkungan kabut” – penguatan suasana tanpa makna.
  • Pertanyaan retoris: “mengapa hanya sampai di sini?”, “kepada siapa diserahkan kelembutan mimpi?” – digunakan untuk menekankan perasaan bingung, kehilangan, dan ketidakberdayaan.
Gaya bahasa dalam puisi ini memperkuat aura kontemplatif dan menyedihkan, seolah aku-lirik tidak lagi mencari jawaban, tapi hanya ingin menyampaikan perasaan yang terlalu berat untuk diungkapkan biasa.

Puisi “Buat Adik dan Kekasih” karya Siti Nuraini adalah elegi yang tidak hanya meratap kepergian, tetapi juga merenungkan makna yang tersisa setelah kehilangan. Melalui tema perpisahan, makna tersirat tentang keterasingan jiwa, dan imaji-imaji yang lembut namun menyakitkan, puisi ini berbicara bukan hanya kepada orang yang berduka, tapi kepada siapa saja yang pernah bertanya dalam sunyi: “Mengapa hanya sampai di sini?”

Siti Nuraini tidak menjanjikan penghiburan instan, melainkan sebuah jalan menuju penerimaan. Dalam dunia yang gelap dan kabut, satu-satunya cahaya yang mungkin bisa menyinari adalah kalimat-kalimat kasih yang pernah diulang, kenangan yang hidup di benak, dan cinta tulus yang pernah diberikan—meski untuk sementara, dan meski akhirnya akan pudar juga seperti bintang-bintang di akhir malam.

Siti Nuraini
Puisi: Buat Adik dan Kekasih
Karya: Siti Nuraini

Biodata Siti Nuraini:
  • Nama lengkap Siti Nuraini adalah Siti Nuraini Yatim;
  • Siti Nuraini lahir pada tanggal 6 Juli 1930 di Padang, Sumatra Barat;
  • Siti Nuraini merupakan salah satu Sastrawan Angkatan 45.
© Sepenuhnya. All rights reserved.