Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Candi Gedongsongo (Karya Bambang Supranoto)

Puisi “Candi Gedongsongo” karya Bambang Supranoto bercerita tentang pengalaman merenungi dan menghargai peninggalan sejarah berupa kompleks candi ...

Candi Gedongsongo


Pada dinding candi yang tampak tua
Kita baca jejak peradaban nusantara
Berabad-abad melewati beragam kisah dan legenda
Kebinekaan yang mengisi jiwa bangsa begitu kaya

Kita renungkan pesan sejarah yang terpahat pada prasasti
Barangkali ada yang bisa dijadikan bahan pelajaran berarti
Kita berbangga mengabadikan segala unsur pembentuk negeri
Menghargai perjalanan nenek moyang penuh cerita tragedi

Melihat batu pahatan area merenungi masa lalu
Warisan yang menyisakan jejak lintasan waktu

Senin, 30 April 2018

Sumber: Surat dari Samudra (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018)

Analisis Puisi:

Puisi anak berjudul “Candi Gedongsongo” karya Bambang Supranoto mengangkat warisan budaya sebagai tema sentral. Meskipun ditujukan untuk anak-anak, puisi ini menyampaikan gagasan besar tentang identitas bangsa, sejarah, dan pentingnya penghormatan terhadap peninggalan leluhur. Dengan menggunakan bahasa yang puitis dan imajinatif, puisi ini mengajak pembaca cilik untuk merenungi nilai-nilai sejarah dan kebudayaan yang hidup di sekeliling mereka.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kebanggaan terhadap warisan budaya dan sejarah bangsa Indonesia. Candi Gedongsongo dijadikan simbol konkret untuk menggambarkan bagaimana peninggalan masa lalu memiliki nilai besar dalam membentuk karakter bangsa di masa kini.

Makna Tersirat

Secara tersirat, puisi ini mengajak anak-anak untuk tidak sekadar melihat benda bersejarah sebagai tumpukan batu tua, tetapi sebagai jejak peradaban yang menyimpan pelajaran berharga. Setiap pahatan dan prasasti menyampaikan pesan yang bisa direnungkan. Di balik kekunoan candi, tersimpan cerita kebinekaan, perjuangan, dan nilai-nilai luhur yang telah membentuk jati diri bangsa.

Puisi ini juga menyiratkan pentingnya refleksi sejarah—bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu belajar dari masa lalunya. Anak-anak sebagai generasi penerus diajak untuk tidak melupakan akar sejarah dan budaya mereka.

Puisi ini bercerita tentang pengalaman merenungi dan menghargai peninggalan sejarah berupa kompleks candi yang berusia ratusan tahun. Puisi ini tidak bercerita secara naratif, tetapi lebih mengajak pembacanya untuk menyerap nilai dan pesan dari benda-benda bersejarah seperti dinding candi, prasasti, dan pahatan batu.

Dengan membingkai puisi sebagai sebuah refleksi di tengah keheningan situs budaya, penyair membawa anak-anak masuk dalam dunia kontemplatif—melihat batu tua sebagai saksi peradaban dan sumber kebanggaan nasional.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini tenang, khidmat, dan reflektif. Seperti seseorang yang berjalan perlahan di antara situs kuno, sambil membaca dan merenungkan makna sejarah. Ada kesan kebesaran, keheningan, sekaligus kekaguman yang hadir sepanjang larik-larik puisinya.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan beberapa amanat penting, di antaranya:
  • Menghargai peninggalan sejarah sebagai bagian dari identitas bangsa.
  • Mempelajari masa lalu agar dapat memahami arah masa depan.
  • Menumbuhkan kebanggaan terhadap budaya sendiri, karena warisan itu merupakan kekayaan yang membentuk karakter bangsa.
  • Menanamkan nilai kebinekaan dan persatuan melalui pemahaman sejarah.
  • Mengajak anak-anak untuk berpikir kritis dan reflektif terhadap apa yang mereka lihat di sekitar.
Pesan ini sangat relevan dalam pendidikan karakter anak, karena membentuk kesadaran budaya sejak dini adalah fondasi bagi lahirnya generasi yang cinta tanah air dan menghargai keberagaman.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji visual dan imaji temporal:
  • “Pada dinding candi yang tampak tua” — memberikan bayangan visual tentang batu-batu besar yang telah lama berdiri.
  • “Jejak peradaban nusantara” — membawa imajinasi pembaca ke masa lampau, menggambarkan bangsa yang telah hidup berabad-abad silam.
  • “Batu pahatan area merenungi masa lalu” — menciptakan gambaran meditasi di tempat sakral, menatap ukiran-ukiran yang menyimpan kisah.
Imaji ini membantu anak-anak membayangkan candi sebagai ruang hidup masa lalu yang masih berdampak hingga kini.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi: “prasasti menyampaikan pesan sejarah”, seolah-olah prasasti dapat berbicara, memberikan makna, dan menjadi guru diam yang bisa dibaca dengan hati.
  • Metafora: “jejak peradaban nusantara” menggambarkan candi sebagai rekaman utuh dari perjalanan suatu bangsa.
  • Epitet: “dinding candi yang tampak tua” memberikan kesan kesakralan dan usia panjang, yang memperkuat nuansa historis puisi.
Majas-majas ini memperkaya makna puisi dan membuatnya terasa lebih hidup, meski tetap bisa dipahami oleh anak-anak.

Puisi “Candi Gedongsongo” karya Bambang Supranoto adalah karya yang sederhana secara struktur, tetapi sarat makna secara isi. Puisi ini berhasil membumikan nilai sejarah dan budaya pada anak-anak melalui pendekatan sastra. Ia mengajarkan bahwa warisan leluhur bukan hanya benda mati, melainkan sumber pelajaran dan inspirasi yang terus hidup.

Dengan mengangkat tema sejarah dalam bentuk puisi anak, penulis telah memberi kontribusi penting terhadap literasi budaya sejak dini. Ini adalah langkah kecil yang sangat berarti dalam membangun generasi muda yang tidak hanya pintar secara akademik, tetapi juga kaya akan kesadaran jati diri dan nilai kebangsaan.

Bambang Supranoto
Puisi: Candi Gedongsongo
Karya: Bambang Supranoto

Biodata Bambang Supranoto:
  • Bambang Supranoto lahir pada tanggal 18 April 1960 di Purwokerto.
© Sepenuhnya. All rights reserved.