Cerita dari Jalanan (1)
Selalu ada satu atau dua
Tidak roda dua tidak roda empat
Melaju ugal-ugalan
Menyerobot, zig-zag bak pembalap
Menerobos lampu merah
Kenapa harus tergesa-gesa
Ingin cepat sampai tujuan
Dengan membahayakan orang lain dan diri sendiri
Berapa selisih waktunya
Dibandingkan dengan berlaku tertib dan sopan
Paling cuma nol koma sekian menit
Atau malah kurang dari itu
Selalu ada yang tergesa-gesa
Tidak pagi, tidak siang
Tidak sore atau malam
Mengejar sesuatu yang tidak jelas
Cerita dari Jalanan (2)
Sebuah mobil bermerek dan kelihatan mahal
Melaju pelan tanpa suara
Tiba-tiba jendela gelapnya terbuka
Ada tangan menjulur
Melempar seplastik sampah
Bertebaran di aspal mulus
Lalu,
Jendela tertutup lagi
Mobil dipacu agak kencang
Tampak angkuh dan acuh tak acuh
Sumber: Surat dari Samudra (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018)
Analisis Puisi:
Buku Surat dari Samudra (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018) memuat berbagai puisi anak yang tidak hanya bersifat ringan dan bermain-main, tetapi juga menyentuh isu sosial dengan cara yang halus dan reflektif. Salah satu contohnya adalah puisi berjudul "Cerita dari Jalanan" karya Bambang Tri Subeno. Puisi ini terdiri dari dua bagian yang masing-masing menyoroti perilaku buruk di jalan raya. Melalui gaya bahasa yang sederhana namun lugas, puisi ini menyampaikan kritik sosial yang sangat relevan, bahkan untuk pembaca usia dini.
Tema
Puisi ini memiliki tema utama tentang etika berkendara dan tanggung jawab sosial di ruang publik, khususnya di jalan raya. Tema ini sangat kontekstual dalam kehidupan sehari-hari, bahkan sejak usia anak-anak. Meski sederhana, puisi ini menyelipkan gagasan besar: bahwa sikap dan perilaku kita di jalan mencerminkan kesadaran, empati, dan rasa hormat kepada sesama.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah kritik terhadap sikap egois dan tidak bertanggung jawab yang sering terlihat dalam kehidupan modern, terutama di jalanan. Melalui dua fragmen berbeda, penyair menunjukkan dua bentuk kelalaian: yang pertama tentang pengendara yang ugal-ugalan dan tergesa-gesa, dan yang kedua tentang pengendara mewah yang membuang sampah sembarangan.
Pada bagian pertama, makna tersiratnya adalah bahwa tergesa-gesa sering kali tidak berdampak signifikan terhadap waktu tempuh, tetapi berpotensi merugikan banyak pihak. Ini menjadi sindiran halus bagi siapa pun yang merasa hidupnya terlalu sibuk hingga mengabaikan keselamatan orang lain.
Pada bagian kedua, puisi ini menyentil perilaku arogan dari sebagian orang yang merasa status sosial atau kekayaannya membuat mereka berada di atas norma dan etika umum. Tindakan membuang sampah sembarangan dari dalam mobil mewah menggambarkan kontras antara kemewahan fisik dan kemiskinan moral.
Puisi ini bercerita tentang dua kejadian yang sering terjadi di jalanan:
- Pengendara ugal-ugalan yang tidak sabar, melanggar aturan lalu lintas seperti menerobos lampu merah dan zig-zag di antara kendaraan lain demi waktu yang nyatanya tidak signifikan.
- Pengemudi mobil mewah yang justru tidak menunjukkan etika dan kesadaran lingkungan, membuang sampah seenaknya ke jalan.
Kedua cerita ini menggambarkan bagaimana perilaku kecil namun tidak bertanggung jawab di jalan bisa menjadi cerminan moralitas seseorang.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang dibangun dalam puisi ini terasa resah dan kecewa, tetapi tidak emosional atau penuh kemarahan. Alih-alih mengecam secara langsung, penyair menggunakan pendekatan naratif yang datar namun menyiratkan kegusaran. Dengan gaya yang tenang namun mengandung ironi, puisi ini menyoroti absurditas tindakan-tindakan kecil yang merugikan masyarakat luas.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat dari puisi ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Bersikaplah tertib dan sabar di jalan, karena tergesa-gesa justru bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain.
- Hargai kebersihan dan kenyamanan ruang publik, serta jangan menganggap bahwa status sosial memberi hak untuk melanggar aturan.
- Etika berlalu lintas adalah bagian dari kesadaran sosial dan pendidikan karakter, yang seharusnya mulai ditanamkan sejak dini.
Imaji
Puisi ini menyuguhkan beberapa imaji visual yang kuat dan mudah dibayangkan:
- “Melaju ugal-ugalan / Menyerobot, zig-zag bak pembalap” – menggambarkan ketegangan di jalan raya yang ramai dan tidak tertib.
- “Sebuah mobil bermerek dan kelihatan mahal / Melaju pelan tanpa suara” – memberikan bayangan akan mobil mewah yang elegan namun misterius.
- “Tiba-tiba jendela gelapnya terbuka / Ada tangan menjulur / Melempar seplastik sampah” – menciptakan adegan dramatis dan simbolis tentang kekacauan moral dalam kemewahan.
Imaji ini memperkuat pesan moral puisi, sekaligus memudahkan anak-anak untuk mengaitkan cerita puisi dengan kejadian nyata yang mungkin pernah mereka lihat di sekitar.
Majas
Bambang Tri Subeno menggunakan beberapa majas dalam puisinya, antara lain:
- Metafora – misalnya dalam kalimat “zig-zag bak pembalap”, yang menyamakan pengendara sembrono dengan pembalap profesional (namun dilakukan di ruang publik yang tidak semestinya).
- Ironi – terlihat pada bagian puisi kedua, ketika mobil mahal yang seharusnya menunjukkan kemewahan dan etika justru menjadi simbol dari keangkuhan dan ketidakpedulian.
- Personifikasi (secara implisit) – saat jendela mobil yang “tertutup lagi” seolah-olah memiliki kehendak dan sikap “acuh tak acuh”.
- Repetisi – pengulangan frasa seperti “selalu ada” dan “tidak pagi, tidak siang / tidak sore atau malam” berfungsi memperkuat kesan bahwa perilaku buruk ini sudah menjadi fenomena umum yang mengakar.
Pendidikan Karakter Lewat Puisi Anak
Puisi "Cerita dari Jalanan" membuktikan bahwa puisi anak tidak harus selalu tentang hal-hal imajinatif atau fantasi. Ia bisa dan layak digunakan sebagai alat pendidikan karakter, memperkenalkan pada anak-anak tentang pentingnya sopan santun, kesabaran, dan tanggung jawab sosial. Karya Bambang Tri Subeno ini mengajak pembaca cilik untuk berpikir kritis terhadap perilaku orang dewasa, dan menumbuhkan empati serta kesadaran sejak dini.
Dengan bahasa yang lugas, imaji yang nyata, dan pesan moral yang kuat, puisi ini sangat cocok dibacakan di ruang-ruang pendidikan — baik di rumah maupun di sekolah — sebagai pengantar diskusi tentang bagaimana kita semua seharusnya bersikap di jalan: tidak hanya sebagai pengendara yang bertanggung jawab, tetapi juga sebagai warga yang peduli akan lingkungan dan keselamatan bersama.
Karya: Bambang Tri Subeno
Biodata Bambang Tri Subeno:
- Bambang Tri Subeno lahir pada tanggal 17 Maret 1966 di Wonogiri.
- Bambang Tri Subeno meninggal dunia pada tanggal 3 Juli 2021.
