Dan Angin pun Berdesir
Dan angin pun berdesir
tatkala hujan reda. Engkau berbisik
di tepi hari. Dalam bayang waktu. Dalam menunggu
dan jam yang tak letihnya berdetik
Sumber: Sepi yang Menyekap Dingin Kian Mengendap (2002)
Analisis Puisi:
Puisi "Dan Angin pun Berdesir" karya Herman KS merupakan sajak pendek yang hening namun sarat dengan lapisan makna. Meski hanya terdiri dari satu bait berisi empat baris, puisi ini menyimpan intensitas emosional yang dalam. Herman KS, seperti pada karya-karyanya yang lain, kerap meramu kesederhanaan bahasa menjadi lanskap perasaan yang melankolis, kontemplatif, dan eksistensial.
Melalui simbol-simbol alam dan waktu, Herman KS menghadirkan suasana batin yang tertahan: tentang penantian, kerinduan, dan keheningan yang tidak benar-benar hampa. Angin, hujan, jam, dan bisikan menjadi elemen-elemen puitik yang memperkaya tafsir sajak ini.
Tema
Puisi ini mengangkat tema tentang penantian dan kesunyian setelah peristiwa yang menggetarkan. Dalam latar pasca-hujan, penyair menyisipkan emosi yang mengendap: keheningan, rindu yang diam, dan waktu yang terus berjalan meski hati menunggu.
Tema lainnya adalah kontemplasi tentang waktu dan perasaan yang tertahan—bagaimana manusia berada di tepi hari, dalam bayang-bayang masa, sembari tetap digoda oleh ingatan dan harapan.
Puisi ini bercerita tentang momen setelah hujan, di mana alam mulai tenang, angin berdesir perlahan, dan seseorang—“engkau”—berbisik di tengah waktu yang berjalan. Ada suasana antara dua titik waktu: masa lalu yang baru saja reda (seperti hujan) dan masa depan yang belum datang. Di antaranya ada “penantian” yang diam, yang terus berdetak bersama jam.
Meskipun tidak dijelaskan secara eksplisit, bisa dibayangkan bahwa penyair sedang mengenang atau menanti seseorang yang pernah hadir dalam hidupnya. Bisikan di tepi hari itu bisa jadi kenangan, bisa juga harapan, atau bahkan doa yang tidak bersuara.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa waktu tidak pernah benar-benar berhenti, bahkan ketika hidup terasa hening atau kosong. Dalam setiap detik yang berdetak, selalu ada emosi yang menyelinap—rindu, harap, kenangan, atau duka. Hujan yang reda bisa dibaca sebagai simbol dari peristiwa berat yang telah dilalui, namun efeknya belum hilang; ia masih mengendap sebagai bayangan waktu.
Ada pula makna spiritual dan eksistensial: bahwa manusia, pada dasarnya, adalah makhluk penunggu. Kita hidup dalam interval waktu yang terus berjalan, sementara hati menyimpan sesuatu yang belum selesai.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini tenang, lirih, dan reflektif. Hujan yang reda menciptakan ruang bagi kesenyapan. Suara angin berdesir mengisi kekosongan itu dengan lembut. Puisi ini membawa pembaca ke dalam ruang waktu yang hampir membeku, di mana satu-satunya yang hidup adalah jam yang terus berdetik dan perasaan yang tak terucapkan.
Imaji
Meskipun singkat, puisi ini menyuguhkan imaji yang lembut dan menggugah:
- Auditif: “angin pun berdesir”, “jam yang tak letihnya berdetik” – menciptakan suasana senyap namun tetap hidup.
- Visual dan Temporal: “di tepi hari”, “bayang waktu” – menghadirkan gambaran senja atau waktu transisi, tempat yang cocok untuk merenung dan menanti.
- Emosional: “engkau berbisik”, “menunggu” – membentuk imaji kerinduan yang bersifat batiniah.
Majas
Puisi ini menggunakan beberapa majas dengan halus namun efektif:
- Personifikasi: “jam yang tak letihnya berdetik” – jam digambarkan seperti makhluk hidup yang tak pernah lelah.
- Metafora: “di tepi hari” dan “bayang waktu” – menyiratkan ruang peralihan dan dimensi emosional dari waktu itu sendiri.
- Hiperbola halus: “tak letihnya berdetik” – memberi kesan waktu terus berjalan tanpa memberi ruang untuk berhenti.
- Simbolisme: hujan sebagai simbol peristiwa besar atau kesedihan yang telah lewat, dan angin sebagai pengantar pesan atau kenangan.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat puisi ini adalah bahwa meski sesuatu telah berlalu, seperti hujan yang reda, namun hati manusia tetap menyimpan bekasnya. Penantian, kenangan, atau harapan bisa hidup di sela waktu yang terus berjalan. Dalam dunia yang tidak pernah benar-benar diam, kita hidup bersama desir angin dan detik jam, memeluk sunyi dengan harapan yang mungkin tak terucapkan.
Puisi ini juga menyampaikan pesan bahwa keheningan bukan berarti kehampaan. Ada getar emosi dalam diam, ada percakapan batin dalam bisikan, dan ada waktu yang terus menguji kesabaran kita dalam menunggu.
Puisi “Dan Angin pun Berdesir” karya Herman KS adalah karya pendek yang kaya akan makna. Dengan tema penantian dan waktu, makna tersirat yang reflektif, serta imaji dan majas yang halus namun kuat, puisi ini menjadi renungan dalam senyap.
Herman KS mengingatkan kita bahwa hidup adalah serangkaian momen yang terus berdetak. Dalam setiap hening setelah badai, selalu ada angin kecil yang berdesir, membawa pesan dari masa lalu atau bisikan harapan untuk masa depan.
Puisi: Dan Angin pun Berdesir
Karya: Herman KS
Biodata Herman KS:
- Herman KS lahir pada tanggal 9 Oktober 1937 di Medan.