Hutan Meranggas
Berapa lama lagikah kita masih berdaya menghirup udara
Ketika timbunan racun tak henti memenuhi ruang angkasa
Pohon-pohon merintih disiksa tangan manusia
Rimbun dedaunannya mulai letih berfotosintesa
Masih mampukah kita bernapas tanpa paru-paru luka
Ketika atmosfir makin tercemar oleh gas rumah kaca
Dari hari ke hari sinar matahari panasnya bertambah
Saat hutan makin meranggas dirusak dengan gegabah
Rabu, 24 Januari 2018
Sumber: Surat dari Samudra (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018)
Analisis Puisi:
Dalam dunia sastra anak, puisi sering kali berfungsi tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana edukatif yang menyampaikan pesan moral atau nilai-nilai kehidupan. Salah satu contoh yang kuat dan penuh makna dapat ditemukan dalam puisi “Hutan Meranggas” karya Bambang Supranoto. Puisi ini dimuat dalam buku Surat dari Samudra (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018), sebuah antologi puisi anak yang sarat pesan ekologis dan humanis.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kerusakan lingkungan, khususnya kerusakan hutan akibat ulah manusia. Melalui larik-lariknya, penyair menggambarkan bagaimana alam, terutama pohon-pohon di hutan, semakin menderita akibat aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan. Puisi ini menyuarakan kepedulian terhadap bumi yang semakin tercemar dan rusak.
Puisi ini bercerita tentang penderitaan hutan yang kian hari kian meranggas—kehilangan dedaunan, terpapar racun, dan kehilangan fungsi alaminya sebagai paru-paru dunia. Penyair menyoroti bagaimana manusia menjadi penyebab utama dari bencana ekologi ini, melalui tindakan yang gegabah dan tidak bertanggung jawab.
Makna Tersirat
Secara makna tersirat, puisi ini menyampaikan peringatan keras akan akibat yang akan ditanggung oleh manusia jika terus merusak lingkungan. Ada kesan kegelisahan yang mendalam: masihkah kita bisa bernapas jika hutan rusak total? Pertanyaan retoris yang muncul di puisi ini membuka kesadaran bahwa kelangsungan hidup manusia sangat bergantung pada kelestarian alam. Di balik larik-lariknya, puisi ini menyimpan harapan agar anak-anak—sebagai generasi penerus—mampu tumbuh dengan lebih peka dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitar.
Unsur Puisi
Beberapa unsur puisi yang menonjol dalam “Hutan Meranggas” antara lain:
- Struktur: Puisi ini terdiri dari dua bait, masing-masing terdiri dari empat baris.
- Bunyi dan rima: Meski tidak berpola rima akhir yang konsisten, penggunaan diksi dan keselarasan bunyi memberi kesan harmonis dan puitis.
- Diksi: Pemilihan kata-kata seperti “racun”, “merintih”, “fotosintesa”, dan “gegabah” sangat kuat menciptakan suasana dan memperkuat pesan.
Imaji
Puisi ini kaya akan imaji visual dan imaji inderawi lainnya. Misalnya:
- “Pohon-pohon merintih disiksa tangan manusia” — membangkitkan imaji visual dan pendengaran tentang pohon yang menderita.
- “Rimbun dedaunannya mulai letih berfotosintesa” — menciptakan imaji ilmiah tentang proses alam yang terganggu.
- “Sinar matahari panasnya bertambah” — menggambarkan imaji rasa panas yang menyengat, akibat efek rumah kaca.
Majas
Beberapa majas yang digunakan antara lain:
- Personifikasi: Pohon-pohon digambarkan “merintih” dan “letih berfotosintesa”. Ini memberi kehidupan pada objek tak bernyawa dan membangun empati pembaca terhadap alam.
- Hiperbola: “Timbunan racun tak henti memenuhi ruang angkasa” — memperbesar kenyataan untuk mempertegas bahayanya pencemaran udara.
- Metafora: Hutan digambarkan sebagai “paru-paru” dunia, yang menunjukkan perannya dalam menghasilkan oksigen.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa cemas dan muram. Terdapat nada peringatan sekaligus kegelisahan yang mengendap dalam setiap lariknya. Pembaca seolah diajak ikut merasakan keprihatinan atas kondisi bumi yang semakin terancam.
Amanat / Pesan
Amanat utama dari puisi ini adalah ajakan untuk menjaga kelestarian hutan dan alam, karena manusia sangat bergantung pada keseimbangan ekosistem. Puisi ini juga mengingatkan bahwa kerusakan lingkungan akan kembali berdampak pada manusia sendiri. Secara tidak langsung, puisi ini mendorong anak-anak dan pembaca muda agar menumbuhkan rasa cinta lingkungan dan tanggung jawab sejak dini.
Puisi “Hutan Meranggas” karya Bambang Supranoto tidak hanya menjadi contoh sastra anak yang indah, tetapi juga menyimpan nilai edukatif yang tinggi. Dengan bahasa yang puitis dan menyentuh, puisi ini berhasil menyuarakan krisis lingkungan secara sederhana namun tajam. Dalam konteks pendidikan karakter, karya ini relevan untuk menanamkan kepedulian lingkungan sejak usia dini, sehingga generasi mendatang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijaksana dalam merawat bumi.
Karya: Bambang Supranoto
Biodata Bambang Supranoto:
- Bambang Supranoto lahir pada tanggal 18 April 1960 di Purwokerto.