Jagate Morat-Marit
Srengengene panas nemen. Urip kayong kayak kiye temen, akeh werna-werna acarane. Akeh masalah lan akeh tukaran. Duh, kepriben! Ruwet, ruwet, ruwet wis, lah! Jagate wis morat-marit.
2023
Catatan:
Puisi ini terhimpun di bawah judul besar: Kumpulan Ngomong Ngalor Ngidul Kang Thohir.
Analisis Puisi:
Puisi "Jagate Morat-Marit" karya Kang Thohir adalah ekspresi perasaan kekecewaan dan frustrasi terhadap kehidupan yang sering kali penuh dengan masalah dan ketidakpastian. Puisi ini menggambarkan rasa kesal dan kewalahan yang dapat dirasakan oleh seseorang dalam menghadapi tantangan hidup.
Ekspresi Kepedihan: Puisi ini secara kuat menggambarkan perasaan kesal dan kecewa dalam menghadapi realitas kehidupan yang sulit. Kata-kata seperti "panas," "ruwet," dan "morat-marit" menggambarkan suasana hati yang panas dan penuh tekanan.
Masalah: Puisi ini menyinggung tentang keberagaman kehidupan dan kemunculan masalah yang tak terduga. Ini mencerminkan kenyataan bahwa hidup seringkali tidak sesuai dengan ekspektasi dan dapat dihiasi oleh berbagai masalah.
Perubahan dalam Warna-Warna Kehidupan: Puisi ini menggunakan metafora warna-warna kehidupan untuk menggambarkan perubahan-perubahan yang tak terduga dalam hidup. Ketika warna-warna "acarane" atau beragam, hal ini mencerminkan dinamika yang kompleks dalam perjalanan kehidupan.
Morat-Marit: Kata-kata "Jagate wis morat-marit" merangkum perasaan ketidakpuasan dan frustrasi yang mungkin dirasakan oleh banyak orang ketika mereka menghadapi berbagai masalah dalam hidup.
Secara keseluruhan, puisi ini menggambarkan perasaan kecewa dan kesal yang sering kali muncul dalam kehidupan sehari-hari. Ini mengajak pembaca untuk merenung tentang bagaimana mereka mengatasi masalah dan ketidakpastian dalam hidup mereka dan mencari cara untuk tetap kuat dan bersabar dalam menghadapinya.
Karya: Kang Thohir
Profil Kang Thohir:
- Kang Thohir merupakan nama pena dari Muhammad Thohir/Tahir (biasa disapa Mas Tair). Ia lahir di Brebes, Jawa Tengah.
- Kang Thohir suka menulis sejak duduk di bangku kelas empat SD sampai masuk ke Pondok Pesantren. Ia menulis puisi, cerpen dan lain sebagainya.
